Kira-kira apa yang bakal terjadi saat orang Jawa Timur datang ke Purwakarta Jawa Barat?
Jika berbicara tentang Purwakarta, mungkin kebanyakan orang akan salah mengira dengan Purwokerto yang ada di Jawa Tengah. Padahal kabupaten satu ini letaknya di Jawa Barat dan mayoritas penduduknya berbahasa Sunda.
Sejak mbak saya menikah dengan orang asli Purwakarta, saya selalu penasaran dengan budaya dan keseharian warga di kabupaten ini. Saat libur Lebaran kemarin, kebetulan saya berkesempatan untuk main-main ke Purwakarta.
Selama berada di sana, saya cukup terkejut dengan beberapa perbedaan budaya yang saya jumpai dalam keseharian. Kalau saya rangkum, kira-kira begini culture shock yang saya rasakan sebagai orang Jawa Timur yang datang ke Purwakarta Jawa Barat.
Daftar Isi
Sebagai orang Jawa Timur, saya nggak terbiasa minum teh tawar. Sementara di Purwakarta, ada kebiasaan minum teh tawar setelah makan
Sebagai orang Jawa Timur, lidah saya nggak terbiasa dengan rasa tawar, apalagi jika menyangkut teh. Betapa kagetnya saya ketika melihat orang Purwakarta memiliki kebiasaan minum teh tawar setelah makan.
Jadi, waktu itu saya sarapan bubur ayam di sebuah warung dekat rumah mbak saya. Warung itu memang selalu menyediakan satu teko besar teh tawar yang masih panas. Setelah makan bubur, pengunjung yang datang biasanya menyeruput teh tawar hangat dengan khidmat.
Rupanya, kebiasaan minum teh tawar ini sudah lama dilakukan warga Purwakarta. Setelah beberapa hari tinggal di rumah mbak saya, akhirnya lidah saya akrab dengan teh tawar. Iyalah, wong di rumah mbak saya yang disajikan tiap hari ya teh tawar hangat. Apa pun makanannya, minumnya teh tawar. Hehehe.
Baca halaman selanjutnya: Leunca adalah lalapan wajib…
Leunca adalah lalapan wajib
Masih soal hidangan di Purwakarta, kali ini bukan hidangan minuman, melainkan salah satu pelengkap makanan. Nama leunca memang kedengaran asing di telinga orang Jawa Timur seperti saya. Sebab, leunca jarang sekali saya temui di kampung halaman saya di Jember. Bahkan wujudnya nggak pernah saya temui.
Saya cukup kaget saat tahu leunca yang bentuknya bulat kecil berwarna hijau dijadikan lalapan. Sekilas, bentuknya mirip talok, tapi dengan warna hijau. Bedanya, leunca agak keras dan kelihatan segar.
Selama di Purwakarta, mbak saya selalu menyediakan leunca saat makan. Lalapan ini biasanya disajikan bersama dengan sambal dan kubis sebagai sayur pendamping. Awalnya saya hanya mengamati, kemudian saya penasaran dengan rasanya, dan akhirnya saya melahap leunca.
Benar saja, ketika leunca masuk ke mulut, rasanya segar. Acara makan jadi terasa sangat nikmat. Nggak heran kalau orang Sunda menyediakan leunca di meja makan mereka lengkap dengan sambal.
Ketemu banyak angkot di sekitar Ruang Terbuka Hijau
Waktu berada di Purwakarta saya sempat mampir ke Waduk Jatiluhur. Kebetulan di sana ada ruang terbuka. Biasanya warga yang datang menghabiskan waktu untuk bersantai atau sekadar main di sana. Ketika asyik melihat pemandangan di sana, beberapa kali saya melihat angkot berhenti dan banyak penumpang yang naik.
Rupanya nggak cuma Bogor yang identik dengan angkot, di Kabupaten Purwakarta pun banyak yang memanfaatkan akomodasi ramah di kantong ini. Banyaknya angkot, utamanya di sekitar Ruang Terbuka Hijau, memperlihatkan jika roda ekonomi di sini tak pernah padam.
Saya bertanya pada mbak, rupanya ada beberapa faktor penyebab angkot beroperasi di sekitar Ruang Terbuka Hijau di Purwakarta ini. Mulai dari RTH yang menjadi pusat aktivitas masyarakat sehingga mobilitasnya tinggi hingga masih ramainya penumpang di setiap trayek yang dilalui angkot tersebut.
Hal ini lumayan berbeda jika saya bandingkan dengan Jember. Di Jember, meski banyak layanan angkutan kuning (Line) baik yang dari Terminal Tawangalun ke Terminal Pakusari atau Arjasa dan Ambulu, tetap saja antusias penumpangnya nggak seperti di Purwakarta. Maklum, saat ini persaingan angkutan online dan konvensional cukup tinggi.
Namun mbak saya bilang bahwa keberadaan angkot di sekitaran RTH atau titik lainnya di Purwakarta justru sering dimanfaatkan warga. Sebab, angkot ini memudahkan mobilitas warga dan menghubungkan berbagai area di sekitaran Purwakarta.
Nah, itulah beberapa culture shock yang saya rasakan sebagai orang Jawa Timur di Purwakarta. Gara-gara minum teh tawar dan melalap leunca di sana, saya jadi terbiasa untuk nggak pilih-pilih makanan lagi. Ya wong di sana adanya itu. Kalian udah pernah ke Purwakarta belum, Gaes?
Penulis: Anik Sajawi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Purwokerto, Purwakarta, Purworejo: Dilema karena Sebuah Nama.