Cinta Ditolak Gara-gara Kawasaki Athlete 125

Kawasaki Athlete 125, Motor Ayam Jago Jadi-jadian kawasaki ninja 150 r kawasaki klx150

Kawasaki Athlete, Motor Ayam Jago Jadi-jadian (Jonathan Weiss via Shutterstock.com)

Betapa luar biasanya kawan saya, dia tetap bersetia menaiki Kawasaki Athlete 125 di era skutik seperti saat ini. Tapi kesetiaannya berubah jadi duka ketika menyangkut urusan wanita. Duka yang sampai sekarang dia pahami sebagai sakit paling dalam, hingga menganggap wanita tak pernah benar-benar menerima laki-laki apa adanya.

Malam minggu tak lagi membuat Beki—kawan saya—sumringah seperti biasa. Kini, rutinitasnya hanya ngopi sama saya sambil menghabiskan berbatang-batang tingwe. Padahal biasanya, sejak dari sore dia sudah disibukkan dengan ritual mencuci motor Kawasaki Athlete 125 sampai kinclong untuk kemudian menjemput gebetan yang sudah hampir tiga bulan didekati.

Sayang, nasibnya kurang mujur. Alih-alih bisa yang-yangan bersama wanita idaman, dia malah ditolak. Ditolak secara tidak hormat. Terlebih alasan penolakan muncul hanya gara-gara ke mana-mana diantar pakai Kawasaki Athlete 125. Motor yang mirip Kawasaki Ninja tapi versi lebih beast-nya.

Motor model Ayago yang “keren”

Dulu, sebelum motor matic banyak disukai anak muda, ada satu tipe motor yang jadi idaman kalangan muda. Tipe motor itu biasa disebut AYAGO alias ayam jago. Tipe motor yang mempresentasikan remaja tanggung dengan mesin, shock depan, dan pengendalian ala motor sport tapi versi lebih mungil, seukuran motor bebek.

Dan salah satu ayago itu bernama Kawasaki Athlete 125, motor yang Beki pakai dengan penuh kebanggaan, dulu. Terhitung motor yang warnanya dominan hitam dengan campuran hijau ciri pabrikan Kawasaki sudah menemani dia sejak 2013. Sudah 10 tahun terlewat, dan sepuluh tahun menjomblo. Miris…

“Nggak niat ganti motor po?,” tanya saya.

“Masih enak gini motornya. Sayang duit,” sahut Beki.

“Tapi ditolak terus gitu kok, gara-gara motor ini.”

Dia diam, mengisap lebih dalam rokok yang tinggal setengah.

Usaha mbribiknya baru-baru ini masih saja tak membuahkan hasil, tetap nihil. Dari semua gebetan, hampir semua mengeluhkan motor Kawasaki Athlete 125 yang dipakai. Saya sendiri mafhum, motor satu ini punya visual yang nggak bisa diandalkan.

Dianggap motor aneh

“Asem Mas, Jelita nggak mau dijemput kalau pakai motor ini,” keluh Beki saat usaha ngegebet di tahun ketiga memiliki si Athlete.

“Jual saja, ganti motor lain yang lebih mashok,” canda saya waktu itu. Saya sendiri pun nggak begitu tertarik sama desain motor lansiran Kawasaki yang satu ini. Desainnya berasa abu-abu, entah desain bodinya berkiblat ke mana. Yang jelas, ini bukan tipe motor yang akan disukai orang kebanyakan hanya dengan sekali lirik.

Lihat bagaimana model lampu depan yang dipakai. Alih-alih terlihat sporty, headlamp-nya malah mirip boneka mampang dengan kepala yang kelewat besar. Ditambah letak tangki di belakang komstir terlihat seperti punuk jika dilihat dari samping. Bayangkan boneka mampang dengan punuk di belakang, itu lah Kawasaki Athlete 125.

“Ini motor apaan Ki? Kok aneh gitu mukanya. Aku nggak jadi pergi ya, tiba-tiba mules nih,” ucap Beki sambil menirukan mantan gebetan yang juga menolak pergi setelah dua bulan chattingan.

Memakai Kawasaki Athlete 125 ke daerah pegunungan adalah kesalahan

Baru setelah beberapa gebetan berlalu, Beki ketemu sama wanita yang mau dibonceng pakai Kawasaki Athlete 125. Masalah batal kencan hanya karena visual motor yang serba nggak mashook tak terjadi.

Beki jadi pede menjemput. Lantas dia mengajak jalan ke daerah pengunungan dengan rute yang ternyata nggak mulus plus naik turun. Masalah baru muncul dan Beki tampak menyesal akan keputusan itu.

Lantas, saat si Beki melakukan braking, disangka modus mainin rem. Padahal karena memang motor Ayago milik Kawasaki ini sudah memakai disc brake depan maupun belakang yang lumayan pakem.

Tiba di jalan yang agak bumpy, shock depan teleskopik serta monoshock ambles di bagian belakang kerasa nggak berguna dan di tambah busa jok lumayan tipis. Kerasa keras, apalagi saat dipakai boncengan. Sebelas dua belas kayak naik dokar. Gebetannya berkelar sambil nampol helm Beki karena (maaf) pantatnya kayak ditabok pas menghajar jalan berlubang.

“Pelan-pelan Ki, sakit banget ini lho.”

Nahasnya lagi, mereka mau mundur gara-gara hampir nggak kuat nanjak. Hitungan mesin berkapasitas 125 cc 1-silinder SOHC berpendingin udara dan model boring rebah layaknya motor bebek rupanya tak begitu bertenaga.

Bahkan kayak tak cukup melibas tanjakan di daerah Colo. Gabungan bore X stroke yang hanya 56 x 50,5 mm, di atas kertas menghasilkan rasio kompresi 9,5:1 dengan tenaga hingga 9,9 PS pada 8.000 rpm dan tosi 8,6 Nm di putaran 6.000 rpm, rasanya memang kurang bisa di andalkan untuk medan yang terlalu nanjak. Alhasil rencana Beki batal, gebetannya ngambek karena sudah kepalang malu. Minta putar balik dan menghilang tanpa kabar lagi.

Belakangan, saya tak lagi meyakinkan Beki untuk menjual motornya. Saya yakin dia sudah cukup dewasa untuk memahami segala konsekuensi. Sebagai kawan, saya hanya bisa menguatkan, dan sesekali ngece kalau dia kandas lagi.

Ah cinta. Memang penuh derita dan derita.

Penulis: Budi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Kawasaki Athlete, Motor Ayam Jago Jadi-jadian

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version