Cinderella Complex: Sindrom yang Muncul dari Salah Pola Asuh

cinderella complex mojok

cinderella complex mojok

Di zaman yang sudah serba modern ini, kayanya cukup mudah ya untuk kita berbicara mengenai mental health. Kaum muda sekarang cukup aware sama banyak isu sosial. Eitsss, walau kedengarannya keren, tapi nggak serta merta generasi ini cukup pandai menyadari betapa seksisnya struktur masyarakat kita. Masih banyak pengaruh—eksternal atau internal—yang bikin kita masih kelihatan “kolot”. Kok bisa gitu?

Dari sekian banyak isu mental health, yang satu ini paling menarik perhatian saya: Cinderella Complex. Buat sebagian orang, istilah ini nggak asing karena isu ini udah lumayan sering dibahas di berbagai media. Yang belum pernah dengar? Ingat aja gimana mirisnya dongeng Cinderella. Pada kenyataannya, si “gaun biru” itu yang ngasih inspirasi ke Colette Dowing untuk menciptakan istilah ini.

Dowing, dalam bukunya yang berjudul The Cinderella Complex: Women’s Hidden Fear of Independence menulis kekhawatirannya tentang perempuan-perempuan mandiri. Didasari pada dongeng Cinderella, sindrom ini digambarkan sebagai keadaan yang dialami seorang perempuan cantik, anggun, sopan, penurut, pekerja keras, mandiri, dan sepadan dengan para perempuan dalam masyarakat, namun ia tidak dapat mengubah keadaannya dengan tindakannya sendiri dan harus minta tolong kepada orang lain, biasanya laki-laki. Di beberapa artikel populer, Cinderella Complex disebut sebagai sebuah keinginan di bawah ketidaksadaran untuk diurus oleh orang lain atau keadaan yang dialami seorang perempuan di mana ia sangat ingin dilindungi dan membutuhkan seorang pria sebagai tameng dalam kehidupannya.

Mengutip Halodoc, sindrom Cinderella Complex sebenarnya belum diteliti secara mendalam, karena berupa istilah populer saja. Cinderella Complex belum bisa dijadikan sebagai sebuah gangguan secara psikologis. Namun, sindrom ini cukup erat kaitannya dengan gangguan psikologis kepribadian dependen. Kepribadian dependen merupakan gangguan di mana seseorang sangat tergantung dengan orang lain, sehingga nyaris tidak sanggup untuk hidup mandiri. Istilah Cinderella Complex menjadi semakin populer karena didorong oleh kebiasaan stereotype tentang perbedaan pria dan wanita.

Secara kasat mata, penyebab utama Cinderella Complex ini adalah perbedaan pola asuh. Di banyak budaya yang berkembang, anak perempuan sejak kecil lebih sedikit didorong orang tuanya untuk menjadi mandiri. Beberapa di antaranya bahkan mendapat tekanan dalam membangun identitas diri, diikuti dengan pola asuh yang overprotective. Berbeda dengan pola asuh anak laki-laki yang ditempa untuk menguasai diri sendiri dan menghindari sikap manja, karena sifat tersebut dianggap sebagai sifat wanita.

Sadar atau tidak, Cinderella Complex kian mendarah daging bukan hanya karena faktor internal. Tetapi, juga dipengaruhi maraknya dongeng sejenis yang hadir dalam konsumsi hiburan. Banyak penulis dan penggiat film menggagas ide cerita sejenis berbalut romansa. Persepsi fiktif seperti ini kemudian menjadi mimpi yang didamba dalam dunia nyata. Banyak perempuan mandiri yang sangat menginginkan hadirnya pangeran hebat yang akan melengkapi kisah hidupnya. Sedang para laki-laki bertingkah seolah pahlawan untuk perempuan idamannya.

Sampai sini sudah paham kan, apa itu Cinderella Complex? Coba pahami tipe pasangan ideal yang diinginkan. Tidak salah jika berangan-angan menikahi pangeran, tapi jangan sampai bikin kamu berada dalam toxic relationship. Eh, kok jadi toxic relationship sih?

Yap, Cinderella Complex bisa jadi awal mimpi buruk yang mengarah pada toxic relationship. Cinderella Complex membangun karakter dominan dan submisif dalam suatu hubungan. Dalam hal ini, perempuan yang umumnya menjadi karakter submisif. Kuasa dalam hubungan yang ada hanya pada salah satu pihak, akan merugikan pihak lainnya. Kalau sudah dalam tahap ini, akan sulit bagi submisif untuk keluar dari hubungan tersebut. Akan ada dalih yang membuatnya menjadi sangat terikat secara emosional dengan pasangannya yang dominan.

Kiranya, toxic relationship ini nggak perlu dibahas panjang lebar bagaimana dampak buruknya karena bukan lagi jadi hal yang abu-abu buat kebanyakan dari kita. Sebagai perempuan, kita bisa menghindari lingkaran toxic relationship ini. Setting ulang “desain” pangeran impian. Walau pada dasarnya manusia itu makhluk sosial, tapi jangan sampai bikin kita ketergantungan dengan orang lain ya!

BACA JUGA Haruskah Diciptakan Undang-Undang ala SJW? dan tulisan Aileen Zahran lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version