Cicilan KPR 40 Tahun Itu Bukan Solusi Perumahan Rakyat, tapi Penderitaan Gaya Baru. Nyicil kok 40 Tahun!

Yang Perlu Dipahami sebelum Mengajukan KPR Subsidi (dan Menyesal) Cicilan KPR 40 tahun

Yang Perlu Dipahami sebelum Mengajukan KPR Subsidi (dan Menyesal) (Pixabay.com)

Pernah kepikiran punya cicilan KPR 40 tahun? Bayanginnya aja udah nggak mampu kan? Nah, itulah yang saya rasakan saat mendengar Anggota Satgas Perumahan Prabowo, Bonny Z. Minang, bahwa rumah subsidi di era Prabowo nanti bisa dicicil selama 40 tahun.

Bayangin, nyicil rumah subsidi selama 40 tahun. Ini bukan rumah gedongan itu ges, bukan, ini rumah subsidi.

Saya sendiri adalah pelaku KPR, tenor 15 tahun, dengan rincian 10 tahun flat 5 floating. Waktu tanda tangan pengesahan kredit (atau apalah itu, saya sudah merasa kecut membayangkan selama 15 tahun, tiap bulannya, saya harus nyetor cicilan. Saya dan istri berikrar bagaimanapun caranya, tahun ketujuh rumah ini harus sudah saya tutup utangnya. Untunglah utang kami tak besar-besar amat, 150 juta saja. Pasti ada jalan untuk menutup itu, jadi kami masih optimis.

Bayangin, kalau tenor 15 tahun saja sudah terasa mengerikan, apalagi 40 tahun?

Makanya, bagi saya, cicilan KPR 40 tahun ini bukan ide yang bagus. Sama sekali tidak. Selain tenor yang kelewat lama, banyak lagi hal yang bikin ide ini terlihat amat, sangat buruk.

Salah sasaran

Betul, saya kelas menengah, dengan gaji yang lumayan serta sampingan yang sama lumayannya. Jadi, kalau saya mengutuk cicilan KPR 40 tahun, kalian bisa jadi menganggap saya nggak paham realitas. Tidak semua orang bisa punya penghasilan dan bisa nyicil dengan tenor yang lebih pendek. Saya paham hal ini juga.

Masalahnya adalah, kalau saya yang kelas menengah saja hanya punya nyali untuk mengambil tenor 15 tahun, berarti ada masalah yang lebih besar ketimbang tenor cicilan, yaitu harga properti yang nggak masuk akal!

Kalau harga properti kelewat tinggi, maka solusinya bukan memperpanjang tenor kredit, tapi segera diatur dan diregulasi. Bukannya dibantu, malah ditawari opsi penderitaan yang lain. Nggak paham lho aku.

Perdebatan masalah perumahan dari dulu pasti beli nyicil vs beli cash vs ngontrak. Yang menengah nyicil rumah kena nyinyir sama yang beli cash, yang beli rumah diolok-olok sama orang yang milih ngontrak. Lalu, sebaliknya. Muter gitu terus. Nggak ada upaya yang cukup keras untuk menyikat negara yang tak kunjung meregulasi harga properti. Ya pantes kalau wacana cicilan KPR 40 tahun muncul.

Rumah subsidi lagi. Ada gila-gilanya.

Makanya, ketimbang kalian gelut sendiri-sendiri, ini ada baiknya kita bersatu untuk menekan negara agar bertindak sebagaimana mestinya. Rakyat bersatu, bisa bikin negara mendengarkan apa yang mereka mau. Intinya, bersatu dulu.

Biar nggak ada ide konyol macam cicilan KPR 40 tahun

Presiden baru akan segera dilantik. Aturan-aturan baru, akan mengikuti setelah acara tersebut. Sudah saatnya kita mengkawal dan menuntut jika ada hal-hal konyol macam cicilan KPR 40 tahun disahkan. Sudah saatnya kita bersatu untuk mengawasi, dan tak lagi terpecah gara-gara hal yang tak substantif.

Hunian layak adalah hak untuk rakyat, dan negara wajib menyediakannya. Nggak usah bawa-bawah “apa yang sudah kamu berikan untuk negara”, nggak nyambung. Rakyat bayar pajak, bahkan naik per tahun depan, jadi nggak usah nanya apa yang rakyat kasih. Basi, dan goblok juga sih.

Harapan saya (yang saya sendiri pesimis akan diwujudkan), perkara regulasi hunian harus segera tuntas. Nggak boleh lagi ada orang menumpuk properti, dan bikin harga properti masuk akal. Biar nggak ada ide aneh macam cicilan KPR 40 tahun. Rakyat sudah menderita perkara harga hunian, kasih solusi, bukan opsi terbaru untuk menyiksa diri.

Nyicil omah kok 40 tahun, wong kok unik.

Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Baliho di Jogja Angkuh Mengotori Pandangan ketika Alam Sudah Murka

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version