Cerita Rumah Makan Padang: Porsi Nasi yang Lebih Banyak Ketika Dibungkus Dibanding Makan di Tempat

rumah makan padang

rumah makan padang

Sebagai seseorang yang seringkali kebingungan dalam memilih menu makan siang saat jam istirahat di kantor, menuju ke rumah makan Padang adalah pilihan paling utama yang biasa diusulkan sebagai ide dadakan—dibanding menyampaikan kata “terserah” jika ada teman yang juga kebingungan ingin makan siang dengan menu apa. Yang pada akhirnya, ide tersebut disetujui bersama oleh teman-teman lain.

Seakan menjadi usulan terbaik ihwal pemilihan tempat makan, saat memilih menu masakan di rumah makan Padang pun beragam, ada yang memilih rendang, ayam bakar, ayam pop, atau yang lebih mahal seperti kepala ikan kakap. Semuanya lengkap dipesan dengan lalapan juga sambal sesuai selera—entah sambal hijau atau sambal merah. Setelah memesan, kami menyantap pesanan dengan lahap. Tentu sudah menjadi rahasia umum bahwa, nasi Padang itu rasanya tiada dua.

Maka dari itu, tidak heran jika kemudian nasi Padang dan beberapa lauk yang dihidangkan menjadi menu favorit banyak kalangan. Bahkan, setelah sebelumnya pada tahun 2011 rendang menjadi makanan terenak di dunia, pada tahun 2017 rendang kembali menjadi makanan favorit banyak pembaca situs berita dunia CNN, seperti yang dilansir dari situs CNN Indonesia.

Seakan mengikuti perkembangan zaman dan menyesuaikan tren cashless, beberapa rumah makan Padang pun menerima pembayaran melalui dompet digital—GoPay salah satunya. Seperti di salah satu rumah makan Padang yang dekat dengan tempat saya bekerja, di kawasan Kuningan Barat, Jakarta Selatan. Dan sebagaimana diketahui, jika melakukan pembayaran via GoPay tentunya akan mendapat cashback. Kan, lumayan.

Jika sebelumnya harga satu porsi menu ayam bakar, rendang, atau dendeng mencapai sekira 17-20 ribu, pembayarannya menjadi 12-15 ribu setelah mendapat cashback dengan menggunakan GoPay . Betul-betul menyesuaikan kantong, bisa jauh lebih hemat, dan tetap bisa menjadikan beberapa lauk di rumah makan Padang sebagai alternatif utama di kala bingung ingin makan siang apa.

Kemudian yang sempat membuat saya heran adalah, setiap membeli menu di rumah makan Padang, sadar atau tidak, nasi yang dibungkus porsinya akan lebih banyak dibanding makan di tempat. Sampai akhirnya saya bertanya kepada beberapa teman yang berasal dari Padang dan mendapatkan satu penjelasan yang kurang lebih sama, yakni porsi nasi akan lebih banyak ketika dibungkus agar dapat dibagi dan dimakan bersama dengan orang di rumah. Ya, pada intinya bertujuan untuk menciptakan kebersamaan yang lebih erat dengan keluarga ketika makan.

Lalu, teman saya juga menambahkan, alasan mengapa porsi nasi di rumah makan Padang lebih sedikit ketika makan di tempat adalah, agar bisa nambah porsi nasi—yang mana setiap tambah porsi nasi harus dibayar. Begitu yang teman saya katakan dari sudut pandangnya—mungkin juga ada pendapat lain.

Dan dari sekian banyak hal yang menyenangkan ketika makan menu masakan Padang—entah karena rasa juga pelayanannya—saya pun pernah merasakan hal yang kurang mengenakan ketika menyantap lauk di rumah makan Padang. Kejadian tersebut berlangsung ketika saya masih kuliah (pada tahun 2012) dan memilih menu paket mahasiswa seharga 7 ribu rupiah—satu porsi dengan memilih lauk tertentu.

Kala itu, saya memesan lele goreng lengkap dengan nasi juga sambal hijau khas masakan Padang. Namun, ternyata rasanya jauh dari harapan. Lele gorengnya seperti sisa kemarin dan sambal hijaunya pun terasa asam. Meski saya juga menyadari, namanya juga paket murah. Tapi ya bukan berarti tidak mengindahkan kesehatan pelanggan, kan. Sudah tentu yang perlu mendapat teguran adalah si pemilik rumah makan tersebut.

Saking diminati dan ingin sekali makan masakan Padang meski sedang tidak memiliki uang, ketika kuliah, alih-alih makan indomie di burjo atau membeli gorengan lalu dimakan dengan nasi, teman saya bahkan pernah mampir dan hanya membeli kuahnya saja di rumah makan Padang untuk kemudian dibawa dan disantap di kosannya. Hanya kuah dan nasi putih. Baginya, hal tersebut menjadi kenikmatan tersendiri dalam menyantap masakan—lebih tepatnya hanya kuah—Padang. Dan cerita tersebut seperti menjadi kenangan tersendiri bagi teman saya yang masih sering diceritakan hingga sekarang.

Besar harapan saya agar masakan Padang juga kuliner khas Indonesia lainnya bisa terus dilestarikan. Dengan tambahan bumbu rempah yang khas dan citarasa yang istimewa, tidak heran jika kemudian—dalam waktu mendatang dan jangka waktu yang panjang—Indonesia menjadi tujuan para wisatawan dalam pencarian kuliner yang lezat dan menjadi bahan perbincangan yang baik bagi banyak kalangan. (*)

BACA JUGA Tips Bikin Acara Nikah dengan Budget < 100 Juta di Jakarta atau tulisan Seto Wicaksono lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version