Di Surabaya sekarang setiap tikungan lampu merah yang kamu lewati akan diawasi CCTV. Hal yang sebenarnya sudah cukup lama terjadi namun CCTV yang terpasang sekarang jauh lebih canggih dari sebelumnya.
Berkat dipasangnya CCTV di seluruh pertigaan, perempatan, perlimaan dan tiang lampu jalan ini bikin pengendara jadi super tertib. Yang awalnya suka war wer terobos kanan kiri, salip sana, salip sini, dan main terobos di lampu merah, sekarang jadi pada kalem dan terlihat menahan diri biar nggak (((terciduk))) melanggar oleh CCTV ini.
Apalagi kalau pas lewat lampu lalu lintas yang bukan cuma ada CCTVnya, tapi juga ada pengeras suaranya. Kalau kamu ketangkap melanggar aturan, kamu pasti disindirin sama mas-mas operatornya dengan berkata, “Mas yang pakai helm hitam, jaket hitam, pokoknya yang hitam-hitam, mas Anda mundur ya, ayo mundur lagi sampai di belakang garis rambu. Yap sedikit lagi, lagi, lagi. Nah… sudah pas. Terima kasih sudah mau mentaati aturan lalu lintas.”
Fungsi CCTV yang terkoneksi dengan corong pengeras suara ini bikin kita sadar kalau kita bukan hanya diawasi oleh Tuhan dan malaikat Raqib dan Atid saja, tapi juga oleh Bu Risma dan semua operator CCTV Surabaya. Ngeriiiiiii.
Sebenarnya fungsi pengawasan yang ada sekarang ini belum ada apa-apanya karena mulai 2020 ini sudah difungsikan E-Tilang di mana orang yang terekam melanggar, akan diidentifikasi identitasnya, dan biaya tilang yang harus dia bayar atas pelanggarannya itu langsung diintegrasikan dengan pajak yang dia bayar.
Setelah beberapa tahun, CCTV yang sekarang diupgrade lagi dengan punya fitur baru yaitu CCTV tembus pandang alias CCTV yang dapat menembus kaca mobil yang gelap. Tapi CCTV ini adanya di jalan-jalan pusat dan beberapa perempatan besar saja. Fitur ini bikin pengawasan dilakukan bukan hanya kepada pengendara motor tapi juga pengendara mobil. Jadi nanti pengendara mobil bisa ditilang jika tidak menggunakan sabuk pengaman misalnya.
Tapi yang terjadi, fitur CCTV tembus pandang ini malah jadi pembicaraan gara-gara ada berita soal CCTV ini melihat orang sedang berbuat mesum di dalam mobil. Yang sebenarnya saya pikir agak aneh karena yang diberitakan perbuatan mesum itu, di dalam kamera hanya terlihat seorang perempuan sedang menyandarkan kepalanya ke bahu laki-laki yang sedang menyetir. Masa yang kayak gitu disebut mesum?
Itu kan cuma menyandarkan kepala, siapa tau si perempuan memang sedang butuh sandaran. Ya okelah kalau orang tidak terima kalau mereka masih pacaran, tapi bagaimana kalau yang melakukan itu sudah suami istri, kan ya nggak masalah.
“Ya tetap saja itu dianggap bisa mengurangi konsentrasi berkendara dan membahayakan pengendara lain.”
Kalau semua hal yang bisa mengurangi konsentrasi berkendara dianggap jadi pelanggaran, ya banyak banget lah yang nantinya bisa dilaporkan. Lagian, emang konsentrasi kita ketika berkendara tuh sependek itu apa?
Sebagai seorang pengendara—meskipun belum bisa jadi pengendara mobil karena belum punya mobil, saya sih keberatan dengan hal ini karena merasa privasi saya jadi terusik.
Ini bikin konflik batin sih. Di satu sisi saya tahu kalau CCTV tembus pandang ini berguna karena selain bisa melihat pelanggaran lalu lintas, juga bisa membantu mengidentifikasi dan menghentikan tindak kriminalitas lain seperti penculikan (apalagi udah banyak juga kita dengar kasus pemesan mobil online yang melarikan penumpangnya ke tujuan lain). Tapi kalau kegiatan nyender di bahu pacar saja bisa diperkarakan, ya gimana ya…
Bukan berarti saya pingin ngapa-ngapain atau berbuat yang aneh-aneh di dalam mobil ya, tapi saya pikir, privasi saya jadi tidak ada gunanya karena segalanya bisa dilihat oleh orang—yang bahkan tidak saya kenal mereka itu siapa.
Tapi ya daripada saya mumet mikirin hal ini, saya jadi ingat celetukan kawan saya yang ada benarnya juga, “Halah lapo se ruwet ngunu, wong durung iso nyetir mobil, durung duwe mobil dewe, awakmu nang ndi-ndi yo gak tau nggawe mobil ae kok.”
BACA JUGA Beberapa Sanksi Jitu yang Bisa Diterapkan Bagi Pengendara yang Suka Nyerobot Jalur Busway atau tulisan Dwi Endah Lestari lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.