Cara Menilai Diri Sendiri Rupawan atau Jelek Berdasarkan Tren Perkembangan Zaman

Cara Menilai Diri Sendiri Rupawan atau Jelek terminal mojok

Dari mata turun ke hati, pepatah umum cah cinta. Mungkin terlihat wajar dan tak janggal. Manusia memang punya mata dan hati. Ada mata secara fisik, ada juga mata batin. Sayangnya, tak semua orang punya mata batin yang sensitif. Sementara, mata secara fisik, sudah sering tercemar oleh keindahan fisik bintang K-Pop. Ini dia yang susah.

Tren berubah mengikuti zaman. Seorang Rano Karno, sempat jadi pujaan di tahun 90-an dan dianggap sebagai sosok pria rupawan (hadeh, klemar-klemer ngono). Blio memang sudah sejak dulu digandrungi wanita, sejak zaman ra enak. Lalu ada Ari Wibowo dan Anjasmara juga. Jauh sebelum itu, ada Junaedi Salat, pemeran Ali Topan. Di tahun 2000-an, wajah oriental macam F4, tengah jadi tren. Kemudian baru para artis K-Pop yang merajai imajinasi standar kerupawanan kita.

Lalu, muncul masa di mana kita harus cari kerja. Penampilan menarik selalu jadi syarat. Tapi, gimana cara kita mengetahui diri ini menarik atau blangsak? Rupawan itu relatif, jelek lumayan absolute, kata orang-orang. Mari jangan setuju dengan pernyataan itu. Ada orang cakep yang memang sadar dirinya cakep. Ada orang cakep yang tak sadar dirinya cakep. Ada orang sok kecakepan. Lalu, bagaimana kita tahu kadar kerupawanan diri ini? Bagaimana menilai diri kita sendiri? Mari kita cari tahu bersama.

Langkah pertama sebelum menilai diri sendiri, lihat tren yang ada. Tren yang tengah beken adalah manusia berwajah oriental dan cakep, ala K-Pop. Berkulit bak keramik Pak Lurah. Bertubuh tinggi, otot terbentuk simetris bagai ukiran wafer Tango. Jika Anda masuk genus macam saya, berarti kita bukan jenis manusia rupawan semacam ini. Coba cari idol dari negara dan dimensi lain, siapa tahu ada yang mirip. Siapa tahu, diri Anda masuk tren masa lalu atau masa depan. Bisa juga kita masuk ke tren negara lain. Jangan putus semangat.

Lalu, bisa kita lihat orang cakep di luar tren mainstream untuk era sekarang. Aktor dan aktris Hollywood, atau pemain sinetron, bisa juga artis India, atau para pemain drama Turki. Anda boleh sambil bercermin. Jangan bercermin di tahu apalagi kuah seblak, nggak masuk akal. Jika sulit menemukan kemiripan barang sak klerap atau setipis kulit ari salak, mungkin ini bukan tempat Anda lagi. Bukan berarti Anda jelek, Anda tak mashoook saja dalam geng ini.

Mungkin untuk menilai diri sendiri bisa dilanjut ke standar rupawan ala 80-an atau era jadul. Ada Rano Karno, Junaedi Salat, Rhoma Irama, Lidya Kandao, Nurul Arifin, dll. Gimana? Merasa mirip atau malah merasa mendingan? Ingat, jangan jumawa!

Jika tetap tak menemukan tempat lagi, cobalah mencari referensi di dunia anime dan acara fantasi lain. Mungkin kita sama rupawannya dengan Ultraman atau Boboiboy? Bisa juga melihat selera lingkungan. Di tempat saya, kalau pakai baju muslim terus rajin ke masjid, pasti dipuji ganteng, minimal dapat pujian dari guru ngaji. Itu dulu, pas masih kecil. Oh iya, mungkin dari pujian? Berapa banyak orang yang memuji Anda rupawan atau cakep? Selain ibu Anda tentu saja. Tak ada?

Atau pakai cara terakhir saja untuk menilai diri sendiri. Cara paling mujarab sepertinya. Saat Anda ragu dengan kerupawanan Anda, katakan saja “F*c*k That Sh*t!” dan lupakan semua cara yang tadi.

Lah, rep ge opo to? Buat apa mencari pengukuhan buat hal begituan. Self love itu bukan omong kosong. Ini bukan perkara warna kulit dan bentuk hidung. Perasaan ngenes lahir dari diri yang kurang puas, itu kata para ahli. Kenapa nggak puas? Kebanyakan manusia mencari pembanding.

Terkadang, rasa minder juga muncul karena trauma masa kecil. Tentu karena para ortu yang hobi membandingkan anaknya dengan para manusia yang masuk standar rupawan bagi mereka. Akhirnya, saat dewasa, hal itu menempel terus. Muncul sikap untuk tak mempercayai kualitas diri sendiri. Bahkan, bercandaan seperti menanggil anak kecil dengan sebutan buruk, harus dihindari. Misal, item, gendut, ceking, jelek, dll. Akhirnya, muncul persepsi, jika dirinya tak berharga karena fisik yang dimiliki. Sayangnya, itu sering terjadi hingga kini.

Soal bagaimana standar cakep itu terbentuk, saya nggak tahu. Mbok prek saja. Luwehkan saja semua hal itu. Mau Anda Masuk ke kriteria cakep, atau ditampar kenyataan jika kriteria itu terlalu jauh buat Anda. Saya tahu, saya dan kita (ojo ngejak-ngejak), sulit masuk kriteria rupawan, tapi saya yakin kita rapopo. Toh, Gusti Pangeran yang bikin, kita tinggal manut dan bersyukur. Yang penting nggak kecakepan, idih~

BACA JUGA Memangnya Perempuan yang Kita Anggap Good Looking Tak Boleh Mengeluh? atau tulisan Bayu Kharisma Putra lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version