Kira-kira orang yang suka mom shaming itu ada masalah apa, ya, di hidupnya?
Mungkin memang benar kata orang-orang bahwa jagat dunia maya adalah tempatnya kita bisa menemukan ide-ide yang amat beragam. Sebab di dunia maya, sharing is caring itu benar-benar terasa dengan jumlah like dan komentar. Salah satu bahasan yang lumayan sering saya baca di dunia maya adalah postingan tentang parenting. Pokoknya yang berhubungan dengan anak dan cara mendidik anak. Alasannya, tentu karena saya ibu muda dan masih perlu belajar cara mendidik anak yang benar.
Namun, meskipun suka melahap perihal postingan soal parenting, saya tidak sembarang membaca juga. Ada beberapa tulisan yang tidak bakal saya baca, apabila sebagai berikut ini. Mohon maaf, soalnya saya capek sama mom shaming atau mom’s war melulu.
#1 Orang yang belum punya anak, tapi menggurui ibu-ibu
Mohon maaf, ya, tapi saya biasanya akan skip orang-orang yang ngomongin cara parenting dengan pedas padahal dirinya sendiri belum punya anak. Kenapa saya begini?
Sebab, teori cara mendidik anak dan praktiknya itu bisa sangat berbeda. Dulu sebelum punya anak pun saya sudah membaca beberapa buku parenting. Tapi, ketika punya anak rasanya memang beda banget.
Selain itu, entah kenapa saya sering melihat bahwa orang yang tidak punya anak ini kalau mengkritik emak-emak biasanya pedes sekali. Ada ibu-ibu posting di grup dengan pertanyaan yang dianggapnya “nggak penting”, eh langsung dibully. Malah kadang dikatain, “Mending nggak punya anak”.
Memang ibu-ibu yang begitu perlu dikritik. Tapi, bukan dengan menghina. Kita nggak tau lho kondisi asli si ibu-ibu ini. Bisa jadi dia lulusan SD atau bisa jadi dia punya anak karena dipaksa keluarganya. Empati dikitlah karena kita tak tahu kondisi setiap orang itu seperti apa.
#2 Memberikan saran-saran yang sulit dan “mahal” untuk diterapkan
Ada juga ibu-ibu yang ketika ngomongin parenting, tapi caranya susah pakai banget. Misalnya, bilang kalau orang tua harus memberikan pendidikan yang terbaik buat anaknya. Lalu, dia bandingin sekolah negeri yang biasa sama sekolah swasta bonafide atau ngomongin soal manfaat les piano.
Bukan gimana-gimana, sih. Saya nggak ngikutin bahasan soal gaya parenting begitu karena dompet saya nggak setebel dompet yang punya postingan. Jadi, daripada merasa gagal, mendingan saya berikan yang terbaik untuk anak saya sesuai kemampuan saja.
#3 Beda pandangan langsung mom shaming dan di-bully
Tak sedikit orang-orang yang kalau kita beda pandangan sedikit saja soal parenting langsung mom shaming dan di-bully. Saya sendiri pernah kena damprat masalah beginian di Twitter. Saya pernah berpendapat soal sesuatu yang itu untuk kebutuhan anak saya sendiri, eh, komen saya langsung dibalas berjilid-jilid.
Lantas, ada yang bilang saya ini sekuler liberal, ada yang bilang saya ini pendukung Jokowi (apa hubungannya?), sampai ada yang bilang saya gagal membaca dan mendidik anak. Pokoknya lengkap sudah segala makian dialamatkan pada saya cuma karena beda pendapat.
#4 Menganggap IRT sebagai pekerjaan parasit
Memangnya ada orang yang menganggap IRT hanyalah pekerjaan parasit? Dulu, saya kira pun tak ada orang yang berpikiran seperti itu. Tapi di jagat dunia maya, ternyata ada saja segelintir orang yang memosisikan IRT setara benalu.
Padahal, pekerjaan IRT itu pekerjaan berat. Coba bayangin, kamu harus bangun jam 5 pagi buat masak dan ngurusin segalanya. Setelah itu, kamu harus beresin rumah dan nyiapin segalanya buat keluarga.
Setiap hari pun ia harus melakukan hal yang sama dan tak dibayar sama sekali. IRT adalah sebenar-benarnya pahlawan tanpa tanda jasa. Jadi yang menganggap IRT sebagai benalu mungkin perlu dulu nyobain kerja ngurus orang lain tanpa dibayar sama sekali.
Lucunya, orang-orang yang mom shaming dan menganggap IRT sebagai benalu ini kadang rajin juga ngomongin soal anak. Mereka suka sekali mengkritik ibu-ibu yang dianggapnya tak becus mengurus anak. Yah, mungkin di kepala mereka, pekerjaan IRT itu mudah sekali sehingga harus bisa mengurus anak dengan sempurna.
#5 Mereka yang cuma bisa nyalah-nyalahin anak
Tidak sedikit tulisan soal parenting yang isinya cuma nyalahin anak. Misalnya, cerita soal orang tua yang bekerja keras, tapi anaknya tidak tahu diri. Atau, tulisan-tulisan tentang anak yang harus nurut kata orang tuanya mentang-mentang si anak sudah dilahirkan ke dunia.
Sebagai seorang ibu, saya paham bahwa memang lebih mudah menyalahkan anak sebagai sosok yang durhaka ketimbang mengakui kesalahan sendiri. Padahal, tak jarang, yang salah memang orang tua.
Saya kira, tipe orang tua yang cuma mau menyalahkan anak adalah tipe orang tua yang sebenarnya tidak siap punya anak. Mereka mungkin punya anak karena menganggap anak itu bayi menggemaskan yang harus menurut. Atau mereka punya anak sekadar untuk memenuhi ekspektasi orang-orang.
Padahal punya anak itu tanggung jawabnya besar. Bukan berarti kita harus sempurna, tapi kita harus benar-benar serius dalam mengurus dan mendidik anak yang dikaruniakan Tuhan pada kita.
BACA JUGA Kumpul Keluarga, Waktunya Mom Shaming dan tulisan Nar Dewi lainnya.