Kegiatan outdoor atau kegiatan luar ruangan tentu sangat dirindukan oleh pencintanya, terutama di masa pandemi ini. Hampir seluruh kegiatan luar ruangan ditiadakan, demi pencegahan virus Covid-19. Kebanyakan orang menggunakan waktunya di rumah untuk mengerjakan banyak hal secara daring dan menjadi terpaku pada gadget masing-masing.
Suatu hari saat sedang mengecek ponsel, secara tidak sengaja saya melihat promo yang menarik dari salah satu provider penyewaan Campervan melalui akun Instagram saya. Campervan adalah mobil van yang dimodifikasi sedemikian rupa untuk digunakan sebagai alternatif tenda berkemah, yang mana di dalam Campervan terdapat kasur, laci untuk menyimpan barang-barang bawaan selama berkemah, alat masak termasuk kompor gas portable, dan alat-alat perlengkapan kemah lainnya.
Biasanya, kegiatan Campervan ini digemari orang-orang di Eropa Utara, Australia, Selandia Baru atau Amerika Utara. Campervan masih jarang dilakukan di Indonesia. Padahal menurut saya, Campervan ini adalah sebuah alternatif berkemah yang sangat seru, mengingat banyak sekali tempat wisata di Indonesia yang kaya akan keindahan alamnya yang bisa dijelajahi dengan mobil. Campervan memberikan sensasi berpetualang yang baru bagi penggemar kegiatan outdoor.
Sudah lama saya ingin berpetualang bersama istri saya menggunakan Campervan, namun hal itu tidak kunjung terealisasikan. Kebetulan saya dan istri tinggal di pulau Bali, jadi banyak sekali lokasi indah yang dapat dan wajib dikunjungi saat berkemah dengan Campervan. Akhirnya, kami berdua memutuskan menyewa Campervan selama 2 hari. Sembari menunggu hari H, kami mulai meriset tempat-tempat yang mungkin akan kami datangi untuk berkemah.
Setelah beberapa kali merevisi jadwal kemah kami karena situasi di masa pandemi yang tidak menentu, akhirnya kami pergi pada pertengahan bulan November 2020 yang lalu. Kami memutuskan untuk berkemah di dua tempat, satu tempat berlokasi di sebuah bukit di tepi Virgin Beach, Karangasem dan satu lagi berlokasi di pinggir Danau Batur, Kintamani. Kami berkemah menggunakan Campervan VW Transporter tahun 2010 bermesin diesel. Dengan melihat mobilnya saja hawa petualangannya sangat terasa (terlebih lagi dengan adanya beberapa lecet dan kerusakan minor pada body mobil).
Saya dan istri berangkat menuju tempat kemah pertama, Bukit Asah yang berlokasi di daerah Virgin Beach, Karangasem. Tiket masuknya terhitung cukup murah, Rp 10 ribu per orang. Sementara bagi pengunjung yang hendak berkemah dikenakan biaya administrasi sebesar Rp 40 ribu per orang mencakup pengunaan toilet, stopkontak untuk mengecas baterai ponsel, dan lain-lain.
Tempatnya cukup nyaman, toiletnya bersih, stopkontak tersedia di banyak titik, dan ada warung yang buka hingga larut malam, sehingga aman jika tiba-tiba kekurangan bahan makanan atau kehabisan minuman. Setelah menyelesaikan administrasi, kami mulai mencari spot yang tepat untuk memarkirkan Campervan.
Hari pertama kami lalui dengan menikmati suara deburan ombak di malam hari, bermain gitar sambil menyanyikan lagu-lagu kegemaran kami, dan memasak makanan yang sudah dibawa dari rumah. Malam itu angin bertiup kencang dikarenakan cuaca yang agak mendung dan sedikit hujan pada tengah malam. Walhasil, kami kesulitan untuk memasak di luar dan terpaksa memasak di dalam mobil. Agak sempit dan merepotkan, namun tetap saja malam kami diakhiri dengan suara deburan ombak yang terdengar indah mengiringi tidur malam itu.
Keesokan harinya, kami bangun pagi untuk melihat sunrise yang tentunya akan sangat indah jika dilihat dari atas bukit di pinggir pantai. Namun rencana itu gagal karena cuaca masih mendung. Pukul 9 pagi, Â kami bergerak dari bukit menuju bibir pantai untuk menikmati suasana pantai sebelum pindah berkemah ke daerah pegunungan.
Virgin Beach merupakan salah satu pantai berpasir putih di Bali yang masih belum banyak dijamah wisatawan. Mungkin karena lokasinya cukup jauh dari lokasi favorit wisatawan di selatan Bali. Kegiatan nelayan sangat aktif di tempat ini. Banyaknya ikan di sekitar pantai ini menjadikannya hotspot para nelayan sekitar untuk menangkap ikan.
Tepat pukul 12 siang, setelah menikmati es kelapa muda dan ngobrol santai dengan beberapa warga lokal, saya dan istri bergerak menuju tempat kemah selanjutnya di pinggir Danau Batur, Kintamani.
Perjalanan dari Bukit Asah menuju Danau Batur kami tempuh kurang lebih selama 1,5 jam. Kami sempat mampir ke restoran untuk makan siang dan hujan deras pun melanda. Sempat bingung untuk melanjutkan berkemah atau menginap di hotel saja, karena menurut forecast di Google Weather akan turun hujan hingga keesokan paginya.
Kami pun memutuskan untuk melanjutkan berkemah, dengan catatan, jika turun hujan deras kami akan pindah ke hotel terdekat. Kami sampai di tempat tujuan 20 menit kemudian, tepatnya di daerah Songan. Sebuah campsite yang indah, bertempat persis di pinggir Danau Batur dengan view Gunung Abang yang menakjubkan.
Cuaca saat itu memang mendung dan berkabut, namun kami tetap merasakan indahnya tempat ini. Saya membayar biaya administrasi sebesar Rp 100 ribu. Di area perkemahan disediakan pula kolam renang kecil yang berisi air panas pengunungan, langsung dari Gunung Batur. Kami berbincang-bincang dengan penjaga di sana mengenai sejarah tempat itu.
Jro Nyoman Alit, nama bapak penjaga tempat itu, menceritakan banyak kisah tentang Gunung Batur: tentang bagaimana dia berprofesi sebagai ojek Gunung Batur yang mempermudah para pendaki Gunung Batur untuk mendaki dalam waktu singkat, secuil sejarah Desa Trunyan yang berlokasi persis di seberang danau, yang mana desa ini terkenal dengan ritual pemakamannya yang unik.
Ada satu fakta yang cukup unik menurut saya karena baru kali itu mendengar ada desa di Indonesia yang dinamakan menggunakan kode alfabet di belakang nama desanya. Padahal biasanya desa-desa di Indonesia dinamakan dengan tambahan arah mata angin, misalnya Desa Telaga Biru Utara atau Desa Telaga Biru Selatan. Tempat kami berkemah berada di Desa Songan B, sementara Pak Jro tinggal di Desa Songan A.
Setelah perbincangan yang lumayan lama, ditemani teh manis hangat dan pisang goreng, akhirnya kami kembali menikmati keindahan alam di pinggir Danau Batur. Kesunyian tempat itu membuat kami merasakan betapa indahnya alam ciptaan Tuhan, sebuah obat bagi jiwa kami yang berbulan-bulan tidak menentu di masa pandemi ini.
Keesokan paginya, saya dan istri bersiap pulang dan meninggalkan Danau Batur. Kami pulang ke rumah setelah mendapatkan 2 hari berkesan dan juga pemulihan jiwa yang sudah dinanti-nantikan sepanjang tahun 2020 ini.
Biaya sewa Campervan yang dikeluarkan memang cukup mahal, sekitar Rp 560 ribu per malam, karena kami menggunakan tipe mobil yang paling mahal. Ada alternatif mobil lain seperti Suzuki APV dan Daihatsu Gran Max dengan biaya sewa yang lebih terjangkau.
Para penggemar kegiatan outdoor patut mencoba sensasi berkemah ala Campervan. Tentu saja harganya sebanding dengan petualangan yang akan Anda jumpai.
BACA JUGA Rekomendasi Lagu yang Genjreng-able untuk Dimainkan Saat Momen Api Unggun.