Bagi caleg petahana, memuluskan jalan kampung samahalnya memuluskan kariernya ke depan.
Setelah tiga tahun terbengkalai, jalan di depan rumah saya akhirnya diaspal kembali. Akhir November lalu, jalan yang menjadi penghubung 2 kabupaten itu diperbaiki secara total. Tentu warga sekitar, termasuk saya, gembira bukan main.
Proses perbaikan dan pengaspalan jalan memakan waktu 3 hari 3 malam. Setelah selesai, dipasanglah sebuah baliho bergambar wajar seorang caleg yang saat ini masih menjabat sebagai anggota legislatif alias caleg petahana. Katanya, sosok dalam baliho itu yang menjadi donatur utama perbaikan jalan di desa.
Di kepala saya bukan terima kasih yang terucap ketika baliho itu terpasang. Saya justru marah, di akhir masa jabatan beliau, kenapa jalan yang sudah buruk selama bertahun-tahun ini baru diperbaiki? Kemana saja selama ini? Apa maksud perbaikan jalan ini?
Padahal, sejak dua tahun lalu warga mengeluhkan jalanan rusak. Namun, tidak ada respon apapun. Saya sendiri pernah menyampaikannya ke desa, mereka melemparkan ke provinsi. Akhirnya, saya laporkan ke instagram @lapor.gub buatan gubernur yang sekarang maju sebagai calon presiden. Balasan saya dapat, tapi isinya formalitas saja. Bahkan, dari pesan tersebut tersurat, pihaknya mengembalikan kewajiban perbaikan jalan itu ke pihak desa dengan menggunakan anggaran dana desa.
Suara tidak bisa dibeli dengan jalan mulus
Perbaikan jalan kali ini sulit untuk tidak dicurigai. Masalahnya, sosok dalam baliho itu berniat maju lagi sebagai caleg pada Pemilu 2024. Sepertinya sudah menjadi rahasia umum, pejabat yang akan maju lagi melakukan segala upaya untuk menarik hati rakyatnya.
Akan tetapi maaf, rakyat yang dimaksud sepertinya bukan saya. Hati saya tidak tergerak sedikitpun dengan akal bulus seperti ini. Bagaimana mau tergerak hatinya, selama hampir 5 tahun beliau menjabat, dampak nyata yang benar-benar terasa hanya mengaspal jalan ini. Itu pun di akhir masa jabatan dan ada tendensi maksud tertentu.
Ternyata, cara-cara seperti ini tidak hanya terjadi di kampung saya. Saya ngobrol dengan warga dari kabupaten sebelah. Katanya, di kampungnya sedang terjadi fenomena yang sama. Banyak perbaikan jalan dilakukan, bahkan di jalan-jalan yang belum rusak parah. Bukan cuma jalan raya saja, perbaikan juga dilakukan di jalan-jalan yang terletak di gang sempit.
Para caleg petahana maupun baru, silakan saja perbaiki jalan sesuka kalian. Namun ingat, masyarakat tidak pernah lupa kalau dana perbaikan itu sebenarnya dari pajak yang kami bayar. Oleh karena itu, jangan sekali-kali berani mengakui bahwa jalan di kampung saya adalah berkat jasa satu orang semata. Kalau memang ada duit pribadi caleg yang mengalir ke perbaikan jalan, itu tetap tidak bisa membeli suara rakyat, saya terutama.
Saya ingin mengingatkan lagi, akal bulus dengan membuat jalan mulus ini sudah sering terjadi di tahun-tahun politik. Oleh karena itu, kita sebagai rakyat tidak boleh terlena dan lengah. Jangan sampai praktik-praktik semacam ini terus langgeng karena kita terus memakluminya. Setuju, Lur?
Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Niat Baik di Balik Jalan Rusak yang Tak Kunjung Diperbaiki
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.