Cahaya Dari Timur: Beta Maluku, Film yang Bikin Terharu Meski Ditonton Berkali-kali

Cahaya Dari Timur_ Beta Maluku, Film yang Bikin Terharu Meski Ditonton Berkali-kali terminal mojok

Banyak orang percaya bahwa film yang bagus adalah film yang tetap memberikan kesan yang sama meskipun sudah ditonton berkali-kali. Tentu saja dalam konteks kesan yang bagus, kesan yang membuat kita tercengang, takjub atau haru, bukan kesan yang jelek atau menjijikkan, ya. Juga soal pencapaian sebuah film, bahwa film yang bagus biasanya akan mendapat berbagai macam penghargaan. Ikut berbagai macam festival hingga mendapat piala-piala bergengsi semakin menguatkan anggapan bahwa film tersebut adalah film bagus.

Di Indonesia sendiri, ada cukup banyak film yang disepakati banyak orang sebagai film bagus. Pencapaiannya banyak, serta masih memberikan kesan yang menakjubkan ketika ditonton berkali-kali. Salah satu film “bagus” tersebut adalah film Cahaya dari Timur: Beta Maluku garapan Angga Dwimas Sasongko dari rumah produksi Visinema. Film ini rilis pada tahun 2014, dan berhasil membawa pulang Piala Citra untuk kategori Film Terbaik dan Pemeran Utama Pria Terbaik, yang didapat oleh Chicco Jerikho.

Dari segi cerita, film ini mengangkat cerita sebuah potret masa kelam di Maluku, di mana konflik agama menjadi penyebab perpecahan antarmasyarakat. Sani Tawainella (diperankan oleh Chicco Jerikho) yang merupakan mantan pemain sepak bola junior, berupaya menyelamatkan anak-anak dari pusaran konflik di Ambon, tepatnya di Tulehu. Melalui sepak bola, Sani memilih untuk melatih anak-anak Tulehu bermain sepak bola setiap sore agar anak-anak Tulehu terhindar dari konflik.

Singkat cerita, setelah “berhasil” menyelamatkan anak-anak Tulehu dari konflik, Sani didapuk menjadi pelatih tim Maluku untuk menjalani kompetisi nasional usia muda. Di sini Sani menghadapi permasalahan baru yang mana ia harus menyatukan para pemain yang punya latar belakang agama berbeda dalam satu tim. Tim Maluku yang berisi anak-anak Tulehu (beragama islam) dan anak-anak Passo (beragama Kristen) menghadapi konflik horizontal yang cukup mengganggu. Latar belakang konflik agama di Ambon ternyata terbawa ke dalam tim Maluku yang sempat membuat Sani frustasi menanganinya.

Setelah lepas dari rasa frustasi, Sani berhasil mengembalikan semangat anak-anak Maluku untuk bersatu kembali. Melupakan segala perselisihan yang telah terjadi, demi satu nama, tim Maluku. Dengan semangat dan motivasi tinggi, Sani berhasil menaikkan lagi rasa percaya diri anak-anak Maluku, yang berakhir pada gelar juara bagi tim Maluku. Momen ini berhasil membuat masyarakat Maluku bersatu kembali, lepas dari segala konflik yang pernah mereka alami.

Di situlah momen haru dalam film tersebut. Momen ketika Sani berusaha meredam konflik yang ada dalam satu tim antara Salembe (anak Tulehu) serta Fingky Pasamba (anak Passo), serta momen di mana masyarakat Maluku bersama-sama menonton siaran pertandingan tim Maluku, tak peduli mereka Islam atau Kristen. Bahkan ada satu adegan di mana ketika siaran pertandingan di TV terhenti dan menyisakan adu penalti, orang-orang Islam menumpang menyimak jalannya adu penalti di sebuah gereja yang disiarkan melalui sambungan telepon.

Gambaran ini memberikan kesan bahwa sebenarnya konflik seperti itu memang tidak perlu diperpanjang. Dan film Cahaya dari Timur: Beta Maluku berhasil memberi bukti bahwa dengan sepak bola, konflik yang pernah dialami oleh masyarakat Maluku bisa diselesaikan. Tidak ada rasa yang lain selain rasa haru ketika menonton film ini, ketika melihat bagaimana segala luka akibat konflik yang pernah ada itu bisa disembuhkan, salah satunya oleh sepak bola. Bahkan ketika berkali-kali menonton film ini, rasa haru itu tetap ada, tidak berkurang atau bahkan bosan.

Saya adalah salah satu orang yang membuktikannya, di mana film Cahaya dari Timur: Beta Maluku tetap membuat saya terharu meski sudah saya tonton berkali-kali. Padahal saya sudah tahu bagaimana jalan ceritanya hingga detail-detail yang digambarkan. Tapi, melihat bagaimana semangat tim Maluku dibangun kembali oleh Sani, lalu bagaimana mereka menurunkan ego untuk melupakan konflik yang sudah terjadi demi tim Maluku, membuat saya nyaris meneteskan air mata setiap kali menontonnya.

Mungkin itulah definisi film bagus yang sebenarnya, dan kita memang harus bersepakat bahwa film Cahaya dari Timur: Beta Maluku adalah salah satunya. Coba, deh, tonton filmnya dan pahami konteksnya. Saya bisa jamin, kalian akan merasakan apa yang saya rasakan.

Sumber Gambar: YouTube Glenn Fredly

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version