Buzzer: Niatnya Ngejebak Tapi Malah Kebongkar

buzzer

buzzer

Apakah kamu punya aplikasi True Caller? Kalau belum punya unduh dulu ya. Melalui aplikasi ini, kita sebenarnya bisa tahu siapa yang menelepon kita sekaligus yang kita telepon. Beberapa kali, saya ditelepon marketing kartu kredit berhasil saya tolak karena menggunakan aplikasi ini.

Nah, aplikasi ini yang luput dalam ingatan para buzzers. Niatnya ingin membelejeti gerakan anak-anak STM dengan melakukan screenshot grup mereka. Selain anak STM ini dibayar, juga menunjukkan ada yang menunggangi. Tujuannya tentu saja memecah gerakan aksi sehingga memunculkan pandangan bahwasanya ini benar-benar dibayar.

Namun, akun buzzer ini lupa satu hal, yaitu aplikasi True Caller yang bisa mengecek nomor-nomor yang tertera di sana. Beberapa akun Twitter mencoba untuk membongkarnya, ternyata nomor yang tercantum dalam percakapan grup WhatsApp itu justru dari nama-nama yang tergabung di aparat. Karena tahu kedoknya, cuitan ini lalu dihapus. Namun, screenshoot kalau anak-anak STM ini dibayar sudah masuk dalam pemberitaan media online dan diterima oleh publik sebagai sebuah kebenaran

Dari sini, sebenarnya bisa menunjukkan dua hal. Buzzer itu ada dan pasti dibayar untuk membela kepentingan tertentu dan momen tertentu. Kedua, sebuah gerakan pembelaan atas nama rakyat dan keadilan pasti selalu ada upaya untuk menunggangi. Namun, yang berbahaya dari penunggang itu adalah upaya melakukan adu domba. Adanya kerusakan publik akibat aksi demonstrasi yang dilakukan atas nama STM tentu saja akan membentuk pandangan jelek terhadap tuntutan di jalan.

Ini era pasca kebenaran dan disinformasi. Membela keadilan sosial, apapun bentuknya akan sangat mudah dibelokkan oleh para penggaung. Tujuannya, selain mengacaukan narasi tuntutan, juga membentuk pandangan dan resepsi publik mengenai gerakan tersebut. Persis di sini, kita jadi mengalami kebingungan atas setiap pergerakan, minimal akan memaki gerakan tersebut sebagai tidak bermoral dan mengganggu ketertiban publik.

Ironisnya, di tengah kebingungan itu algoritma yang dimiliki media sosial dan google bukan menuntut kepada jalan kebenaran tetapi mempertajam kepada jalan-jalan kesesatan. Di sini, pentingnya daya kritik dan kritis. Kritik untuk refleksi kita ke dalam, apakah benar sudah berlaku adil di dalam kepala kita sendiri sebelum mengemukakan pendapat dan kritis untuk informasi yang datang ke dalam telepon genggam kita dengan melihat lebih jauh maksud dibaliknya. (*)

BACA JUGA Keterlibatan Anak STM dalam Aksi Itu Perlawanan Terhadap Penindasan! atau tulisan Wahyudi Akmaliah lainnya. Follow Facebook Wahyudi Akmaliah.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version