Pengguna setia jalur Solo-Purwodadi pasti sudah paham betapa ngerinya bertemu bus Rela dan Batik Solo Trans di jalan.
Mulai tahun 2021, saya bolak-balik dari Sragen menuju Solo melewati Jalan Solo-Purwodadi. Aktivitas ini sampai sekarang masih saya lakukan karena kebetulan saya melanjutkan pendidikan di salah satu kampus di Kota Solo. Berhubung sudah menjadi rutinitas selama 3 tahun, saya jadi hafal jalur ini sekaligus para penghuni jalanannya.
Ada berbagai macam angkutan umum yang seliweran membawa penumpang masing-masing di sepanjang jalur Solo-Purwodadi. Akan tetapi ada dua yang angkutan yang jadi penguasa jalur ini, mereka adalah bus Rela dan Batik Solo Trans (BST). Keduanya kerap menjadi perbincangan masyarakat sepanjang jalur Solo-Purwodadi.
Masalahnya, bus Rela dan Batik Solo Trans kerap terlihat adu kecepatan di jalur yang didominasi perumahan warga. Kadang saya sampai kepikiran sembari menyaksikan fenomena tersebut, “Masa iya selevel bus Batik Solo Trans dikejar setoran sampai berani memacu kecepatan saingan sama bus Rela?”
Padahal kalau dilihat-lihat, Batik Solo Trans ini kan layanan bus terpadu di wilayah Solo Raya, karyawannya saja pakai seragam. Dilihat dari “cover”-nya sih sama sekali nggak ada bau-bau arogan saat bus beroperasi. Tapi kenapa sekarang mereka adu kecepatan di jalanan sama bus Rela?
Daftar Isi
Cerita awal mula adu cepat bus Rela dan Batik Solo Trans
Awal mulanya BST dengan rute Terminal Tirtonadi hingga Sumberlawang terlihat baik-baik saja. Namun terpantau kian hari bus ini semakin tak karuan gerak-geriknya, bahkan sampai bus Rela diajak saingan. Saya yang kerap melalui jalur Solo-Purwodadi tak jarang melihat dua bus ini adu kecepatan, apalagi di kala sore hari menjelang waktu magrib. Padahal pada jam-jam seperti itu jalanan sedang ramai-ramainya.
Umumnya pengendara yang melintas di jalur Solo-Purwodadi pada jam-jam tersebut adalah pengendara motor yang baru pulang kerja, sekolah, kuliah, dll. Bahkan tak jarang pengendara sepeda motor sampai meminggirkan kendaraan mereka lantaran tak mau ambil risiko akibat ulah dua bus penguasa jalanan tersebut.
Sementara kalau dilihat dari penumpangnya, Batik Solo Trans didominasi anak sekolahan dan bus Rela didominasi masyarakat umum. Apakah faktor penumpang ini membuat bus melaju dengan kecepatan tinggi? Kalau demikian, logikanya bus BST harusnya melaju kencang saat pagi dan sekitar jam 3 sore saja karena nggak ada anak sekolah yang pulang sampai batas waktu magrib.
Sedangkan bus Rela agak random, kadang dia melaju kencang di pagi, siang, atau sore hari. Tapi seringnya kecepatan bus ini berada di puncaknya saat magrib tiba.
Ulah oknum sopir bus?
Seperti yang saya sampaikan di atas, selama 3 tahun terakhir ini saya kerap melihat persaingan bus Rela dan Batik Solo Trans di jalanan Solo-Purwodadi. Berhubung saya sering pulang kuliah sore, saya sudah khatam dengan aksi kebut-kebutan bus Rela dan Batik Solo Trans ini. Tak jarang kedua bus ini membunyikan klakson sekencang mungkin agar pengendara lain menepi.
Saya curiga sepertinya kejadian ugal-ugalan ini memang ulah oknum sopir bus. Akan tetapi kadang saya juga berpikir apakah fenomena ini terjadi karena perasaan menguasai jalur Solo-Purwodadi tersebut, makanya terlihat keduanya “saingan”.
Mungkin sebagai senior penguasa jalur ini, bus Rela nggak terima karena Batik Solo Trans sebagai pendatang baru berani mengadu kecepatan. Tak jarang terlihat ketika bus BST menyalip bus Rela, bus Rela kembali menyalipnya. Alhasil terjadilah saling adu kecepatan sampai kedua bus ini tak menggubris pengendara lainnya. Di sepanjang jalur Solo-Purwodadi, tempat rawan terjadi adu kecepatan ini antara pom bensin Gemolong dan Kalijambe.
Persaingan antar kedua bus tak berhenti di adu kecepatan
Persaingan antara bus Rela dan Batik Solo Trans tak berhenti pada adu kecepatan saja. Saat jalur Solo-Purwodadi diperbaiki, kedua bus ini terlihat memaksa sampai di barisan paling depan. Jadi, saat jalan diperbaiki, sistem satu jalur bergantian diberlakukan. Umumnya, sisi kiri digunakan untuk berhenti sejenak sembari menunggu kendaraan dari arah berlawanan selesai berjalan.
Akan tetapi entah sudah berapa kali saya memergoki kedua bus ini nekat memaksa berada di barisan paling depan. Padahal keadaan jalan sedang ramai-ramainya, lho. Yang jelas ketika bus memaksa untuk berada di barisan paling depan, hal ini jelas sangat membahayakan pengendara lainnya. Karena jalan depan yang seharusnya lebih lega jadi sempit gara-gara bus memaksa masuk demi memperebutkan “gelar kemenangan”.
Kalau sudah seperti ini tentu saja membuat pengendara lain ketar-ketir. Banyak pengendara motor yang kaget dengan bunyi klakson bus mendadak datang dari belakang. Ekspresi kaget disertai kesal terlihat jelas dari pengendara motor. Bahkan ada pengendara yang membalas perilaku bus ini dengan menggeber motornya di depan bus. Bukannya malah puas, pengendara motor malah kena batunya karena bus menyalip lagi tepat di depan mereka dan memberikan kepulan asap tebal hitam pekat dari knalpot bus.
Sampai sekarang bus Rela dan Batik Solo Trans masih tetap menjadi penguasa jalur Solo-Purwodadi. Saya sarankan para pengendara lebih berhati-hati jika melalui jalan ini, khususnya waktu magrib. Sebagai pengguna jalan, saya hanya berharap agar dua bus ini akur dan tertib.
Penulis: Sholy Khoirudi Zuhri
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Derita Masyarakat Solo Purwodadi Menghadapi Bus Rela karena Nggak Punya Pilihan.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.