Salah satu aspek terpenting yang harus ada dalam kendaraan dan ketika kita berkendara adalah spion. Alasannya jelas, supaya kita bisa melihat posisi pengendara lain yang ada di belakang kita, tanpa menengok ke belakang. Bahkan spion merupakan syarat wajib untuk setiap kendaraan, supaya tidak ditilang ketika ketemu polisi lalu lintas.
Namun, bagi sebagian orang, menganggap spion standar atau bawaan pabrik itu jelek jika dilihat secara estetika. Sehingga banyak orang yang memutuskan untuk memodifikasi bentuk spion yang sudah ada, dengan bentuk spion yang lebih keren. Salah satu spion yang sekarang lagi ngetren, adalah spion yang letaknya di ujung stang atau di bawah stang motor, atau biasa dikenal sebagai spion jalu.
Banyak orang menilai spion jalu lebih keren dari spion standar, karena katanya secara look akan terlihat lebih sangar. Mereka mengatakan bahwa spion standar terkadang terlalu lebar dan tinggi, sehingga kurang enak untuk dipandang. Tapi, entah kenapa, saya justru menilai bahwa spion jalu itu malah terlihat norak, dan secara fungsi juga nggak ada sama sekali, sebagai benda yang dinamakan spion.
Kenapa saya mengatakan norak dan nggak guna? Pertama, fungsi utama dari spion itu adalah untuk keselamatan bukan untuk tampilan. Para desainer motor tentu sudah memperhitungkan dengan presisi, tentang bagaimana spion dapat digunakan sesuai fungsinya. Dari ketinggian jelas sudah diukur supaya kita nggak kesulitan saat melihatnya. Secara lebar juga pasti sudah diperhitungkan, supaya kalau kita lihat ke spion, yang terlihat nggak cuma plat nomor kendaraan di belakang kita saja.
Para desainer motor udah capek-capek buat spion supaya bermanfaat buat kita, ini malah ada orang yang mengintervensinya dengan alasan spion standar nggak keren secara estetika. Sungguh sebuah alasan yang norak dan nggak masuk sama sekali buat saya. Argumen saya ini tentu bukan tanpa alasan dan didasari sentimen semata. Ada alasan kenapa saya menyebut spion jalu nggak ada gunanya.
Saya pernah naik motor milik teman saya, spion yang terpasang memakai spion jalu, yang letaknya di bawah stang motor. Sebelumnya saya belum pernah naik motor yang pakai spion jalu. Penasaran, saya tanya ke taman saya, “Bro, iki maksud spione ben pie?” Teman saya menjawab dengan bangga, “Ben wangun, Bro.” Oke, dalam hati saya. Ketika saya naik dan melihat spion, kok bisa orang itu mengatakan “ben wangun”, yang ada wagu bukan wangun.
Gimana bisa disebut wangun, kalau pas mau liat spion pandangan kita ketutup sama lengan sendiri. Bahkan supaya bisa melihat kaca spionnya kita harus nunduk. Bukankah ini hal yang berbahaya, ketika kita nunduk ternyata di depan kita ada kendaraan lain. Betapa bahayanya hal itu. Selain itu spion jalu juga susah kalau buat ngaca, apalagi buat ngupil. Kita perlu usaha ekstra untuk hal itu, harus nunduk, kepala harus ndangak, kadang yang keliatan cuma hidung doang karena kecil. Susah, Bro.
Alasan kedua, menyalahi aturan yang sudah ditetapkan. Menurut PP No. 55 Tahun 2012 pasal 37, yang kurang lebih mengatakan, “Kaca spion yang baik adalah yang berjumlah dua, dan terbuat dari kaca yang dapat memberikan pandangan jelas baik ke samping dan belakang”. Secara aturan saja sudah salah. Kok bisa spion jalu itu dikatakan keren.
Intinya mengubah bentuk spion itu sah-sah saja. Asalkan masih sesuai dengan aturan yang berlaku. Jangan sampai ketika kita mengganti bentuk spion dengan alasan gaya, kita malah dapat batunya. Lagipula, bukankah motor yang dikasih spion jalu itu stangnya akan semakin lebar, bukankah itu nanti akan mempersulit ketika motornya mau dimasukkan ke ruang tamu?
BACA JUGA Motor Bebek dan Matic Pakai Knalpot Racing Itu Biar Apa sih? Biar Dipukuli? dan tulisan Kuncoro Purnama Aji lainnya.