Sejak pandemi Covid-19, ada begitu banyak hoaks yang beredar. Mulai dari tudingan bahwa virus corona ini merupakan senjata biologis yang bocor dari laboratorium, hingga program vaksinasi Covid-19 yang dituding akan memasukan microchip pada tubuh manusia supaya para elite global bisa mengontrol umat manusia. Betul-betul bikin saya geleng-geleng kepala saking absurdnya.
Sampai ada narasi yang mengatakan, “Bahaya menerima transfusi darah dari orang yang sudah vaksinasi Covid-19”, yang intinya berkata bahwa darah orang yang sudah menerima vaksin Covid-19 berbahaya dan dapat mencemari darah orang yang belum divaksin.
Padahal, sejak awal pandemi, seluruh dokter di seluruh dunia sepakat bahwa virus corona tidak menular melalui transfusi darah. Virus Corona bukanlah virus malaria, virus hepatitis maupun Virus HIV/AIDS yang menular melalui transfusi darah. Sekalipun orang yang sedang terinfeksi Covid-19 mendonorkan darahnya, darah tersebut tidak akan ditularkan melalui transfusi darah pada pasien yang sedang membutuhkan transfusi darah tersebut.
Surat Edaran Palang Merah Indonesia terbaru pun menyebutkan bahwa donor darah bisa dilakukan tiga hari setelah vaksinasi pertama, atau satu minggu setelah vaksinasi kedua, dengan catatan calon pendonor darah tersebut tidak mengalami KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi), lolos screening dokter, serta tidak memiliki komorbid yang bisa membahayakan jiwanya. Jika pada vaksinasi pertama mengalami KIPI, calon pendonor tidak dapat melakukan donor darah sama sekali. Jika pada vaksinasi kedua mengalami KIPI, maka calon pendonor baru bisa melakukan donor darah empat minggu setelah bebas gejala.
Siti Nadia Tarmizi, selaku Juru Bicara Vaksin Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pun menjelaskan bahwa darah dari dari pendonor darah yang sudah menerima vaksin Covid-19 tidak berbahaya sama sekali. Saya sendiri sudah melakukan donor darah apheresis satu minggu setelah vaksinasi kedua di Palang Merah Indonesia Kota Bandung, dan saya tidak merasakan efek apa-apa sama sekali. Pasien yang menerima darah dari saya pun baik-baik saja. Jadi, klaim menerima donor darah dari orang yang sudah menerima vaksin Covid-19 berbahaya adalah tidak benar sehingga termasuk dalam kategori hoaks yang sangat menyesatkan dan berbahaya.
Lalu bagaimana dengan penyintas Covid-19? Bolehkah mereka mendonorkan darahnya? Penyintas Covid-19 pun bisa melakukan donor darah reguler dua minggu setelah dinyatakan sembuh oleh dokter berdasarkan Surat Edaran PMI No 337/UDD/III/2021. Namun, jika saat positif Covid-19 mendapatkan terapi plasma darah konvalesen, penyintas Covid-19 harus menunggu selama tiga bulan terlebih dahulu. Selain itu, penyintas Covid-19 pun harus lolos screening dari dokter terlebih dahulu sebelum diambil darahnya untuk didonorkan pada yang membutuhkan.
Semua orang yang akan mendonorkan darahnya harus melalui screening yang ketat oleh dokter yang bertugas, dengan diperiksa tensi darahnya, suhu tubuhnya, kadar hemoglobinnya dan ditanyai sejumlah pertanyaan penting sebelum dilakukan pengambilan darah. Setelah itu pun, darah tidak akan langsung diberikan pada pasien yang membutuhkan darah, darah tersebut akan diperiksa apakah layak atau tidaknya, seperti diperiksa apakah terdapat penyakit yang menular melalui transfusi darah seperti hepatitis, HIV/AIDS, dan malaria. Selain itu, semua yang memasuki Palang Merah Indonesia pun harus menggunakan masker dan mencuci tangannya sampai siku dengan sabun dan air yang mengalir
Ribet ya? Ya memang seperti itulah protokol kesehatan. Protokol kesehatan dibuat sedemikian rupa oleh para ahli kesehatan yang sudah mempelajari ilmu kesehatan selama bertahun-tahun untuk keselamatan semua orang. Dalam hal ini, untuk pendonor darah, penerima transfusi darah, dan seluruh tenaga kesehatan yang bertugas di Palang Merah Indonesia.
Mudah-mudahan, dengan adanya tulisan ini dapat menghapus hoaks yang menyebutkan bahwa darah orang yang sudah menerima vaksin Covid-19 ataupun darah dari penyintas Covid-19 itu berbahaya dan dapat mencemari darah orang yang menerima transfusi darah.
Jauh sebelum pandemi Covid-19, Palang Merah Indonesia selalu mengalami defisit stok darah karena jumlah pendonor darah tidak pernah bertambah, sedangkan permintaan darah terus-terusan naik. Indonesia kekurangan 1,3 juta kantong darah setiap tahunnya. Jumlah pendonor darah sukarela di Indonesia hanya 0,6 persen dari jumlah penduduk. Angka ini lebih rendah dari target World Health Organization (WHO) sebanyak dua persen penduduk atau setara empat juta kantong darah tiap tahun. Saya pun pernah menuliskannya di sini.
Saat pandemi Covid-19, jumlah pendonor malah semakin berkurang karena banyak yang terinfeksi Covid-19, sedang proses vaksinasi, hingga kebijakan PSBB maupun PPKM yang memaksa kita untuk di rumah saja dan mengurangi mobilitas kita sehari-hari, sedangkan permintaan darah terus meningkat. Makanya, stop hoaks, dan ayo kita donor darah ke Palang Merah terdekat!
BACA JUGA Pengalaman sebagai Keluarga Penyintas COVID-19 dan Tips Menghadapi Situasi Darurat dan tulisan Raden Muhammad Wisnu lainnya.