Kalau kalian sudah muak dengan polusi udara Jakarta yang terasa makin parah, coba deh mengungsi ke Bojonggede.
Jumat pagi, KRL dari Bogor melesat menuju Jakarta Kota. Penumpang di dalamnya begitu padat. Mata saya masih mengantuk akibat semalam bergadang.
Sudah menjadi hal yang lazim apabila kita menjumpai penumpang KRL yang tidur sambil berdiri. Iya, sambil berdiri. Tentu tanpa bantal dan guling, ya. Soal malu karena ngiler, ngorok, atau kepala miring-miring, abaikan saja. Toh, penumpang lain nggak kenal kita, kok. Kalaupun kenal, mereka pasti sudah maklum.
Ketika sampai di Stasiun Manggarai, saya terbangun untuk persiapan turun di Stasiun Gondangdia. Di sebelah barat nampak gagah barisan gedung pencakar langit. Itu adalah gedung-gedung di kawasan Kuningan dan Sudirman Jakarta.
Waduh, mendung, pikir saya. Perasaan tadi di Bojonggede langitnya cerah. Iya, langit Jakarta pagi itu seperti diselimuti mendung, lebih tepatnya seperti kabut kehitaman.
Polusi udara di Jakarta semakin parah
Siang hari ketika jam istirahat tiba, iseng-iseng saya membuka portal berita di komputer kantor. Foto langit Jakarta yang “berkabut” itu bertebaran. Beda banget sama langit Bojonggede yang tadi saya sebutkan cerah. Ternyata Jakarta tidak sedang baik-baik saja. Jakarta dikepung polusi udara parah.
Data dari situs IQAir per Jumat 11 Agustus 2023 pukul 08.00 WIB menyatakan bahwa kualitas udara Jakarta tidak sehat. Kualitas udara Jakarta menduduki peringkat 2 terburuk sedunia setelah Dubai dan diikuti selanjutnya oleh Hanoi.
Bahkan pada Minggu pagi (13/8) Jakarta telah menjadi juara dunia, terburuk sedunia. Saya menyampaikan data ini tidak ada hubungannya dengan prestasi dari tokoh nganu ataupun kegagalan dari tokoh nganu yang lain, lho, ya
Kenapa kondisi ini bisa terjadi? Bukankah Jakarta sudah biasa dengan polusi udara? Bukankah polusi itu sudah berlangsung puluhan tahun? Namanya saja kota besar, pasti ada mobil, motor, pabrik, ataupun orang orang merokok, kan.
Kualitas udara Jakarta memang buruk. Jutaan kendaraan mengeluarkan asapnya setiap hari. Cerobong asap pun tiada henti mengepul sepanjang hari. Tetapi saat ini benar-benar buruknya kelewatan. Bahkan saya sampai kaget melihat langit Jakarta yang beda banget sama langit di rumah saya di Bojonggede sana.
Berbagai pihak, instansi pemerintah, pakar, ahli, semuanya kompak berpendapat bahwa buruknya kualitas udara saat ini akibat kemarau. Penjelasan ilmiahnya, ketika hujan turun, polutan luruh oleh air. Sementara ketika musim kemarau, polutan terakumulasi di udara berhari-hari, berpuluh hari, bahkan berbulan-bulan.
Baca halaman selanjutnya: Dampak dari kualitas udara yang buruk…