Bidikmisi Jadi Ajang Adu Miskin dan Manipulasi Data Beasiswa

Bidikmisi Jadi Ajang Adu Miskin dan Manipulasi Data Beasiswa (Unsplash.com)

Bidikmisi Jadi Ajang Adu Miskin dan Manipulasi Data Beasiswa (Unsplash.com)

Terserah orang sekarang menyebutnya apa, tapi mahasiswa yang satu zaman dengan saya pasti akan lebih nyaman menyebut program beasiswa ini sebagai Bidikmisi alih-alih KIP Kuliah. Sama seperti ribetnya penamaan beasiswa itu sendiri, proses mendapatkannya juga nggak kalah ribet. Tingkat keribetannya setara mengurus surat-surat resmi melewati birokrasi pemerintah.

Sebagai mahasiswa penerima Bidikmisi, saya merasa berhak menceritakan fakta-fakta yang ada dalam ribetnya pengurusan beasiswa ini. Apalagi setelah saya menonton konten Comedy Sunday yang dibawakan oleh komika Karim Sujatmiko. Saat itu, Comedy Sunday juga mengundang komika lain, yaitu Nopek Novian. Nopek merupakan penerima Bidikmisi juga ketika kuliah.

Beberapa fakta mungkin sudah menjadi rahasia umum. Eh sebentar, apakah bisa disebut rahasia kalau sudah banyak orang tahu? Tentu tidak, ucap penyair berambut agak ikal itu. Apa sajakah fakta-fakta itu, mau tau banget? Baiklah. Di tulisan yang panjangnya nggak sepanjang cintaku padamu ini, saya akan coba menceritakan fakta-fakta yang sebetulnya tidak mencengangkan sama sekali.

Fakta pertama, untuk menjadi mahasiswa penerima KIP, tentu kita harus mendaftar dulu. Pendaftarannya ada 2 jenis, ada yang mendaftar Bidikmisi dulu, baru mendaftar tes masuk PTN atau PTS, ada juga yang mendahulukan pendaftaran tes masuk PTN atau PTS baru setelahnya dilanjutkan pendaftaran Bidikmisi jika lulus. Ini tergantung institusi yang mengadakannya. Biasanya PTKIN menggunakan cara yang kedua.

Fakta kedua, syarat untuk mendaftar Bidikmisi adalah siswa berstatus miskin tapi berprestasi. Kalau nggak punya prestasi, setidaknya nilai rapornya tidak seperti baris aritmatika, alias loncat-loncat.

Fakta ketiga, dan inilah yang akan bikin kalian merasa lesu, kesal, susah buang air besar. Fakta tersebut adalah banyak orang yang tidak miskin, mengaku miskin demi mendapatkan Bidikmisi tersebut. Mengapa bisa terjadi? Ada beberapa faktor, di antaranya, sifat data yang manipulatif, proses seleksi yang kurang ketat, dan jumlah yang menggiurkan.

Data-data seperti foto rumah, surat keterangan tidak mampu, surat keterangan penghasilan, adalah beberapa data yang sifatnya mudah dimanipulasi. Ada beberapa oknum yang memalsukan foto rumahnya dengan memasukkan foto rumah tetangga, atau saudaranya yang dirasa masuk kategori rumah orang miskin. Atau bisa saja dalam pembuatan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dan SK Penghasilan tidak dibuat dengan sebenarnya.

Ketika proses seleksi, meskipun di dalamnya termasuk survei dan wawancara, masih saja ada oknum yang lulus seleksi. Saya tidak tahu pasti bagaimana mekanismenya, karena saat itu keluarga saya tidak pernah merasa diwawancara. Namun, setelah menanyakan kepada tetangga, mereka mengaku pernah ditanya perihal keluarga saya. Di kasus lain, mereka secara langsung disurvei.

Dan sebagai penutup, saya akan memberitahukan nominal yang didapat mahasiswa penerima Bidikmisi. Ini sudah termasuk uang kuliah tunggal atau UKT, yaitu sebesar 6,6 juta rupiah. Secara bersih, mahasiswa akan mendapatkan 4,2 juta setiap semester. Lumayan, bisa buat bayar cicilan motor.

Terkejut? Saya rasa tidak. Kesal? Bohong kalau nggak. Apalagi kalau kalian dapat beasiswa itu lewat jalur kejujuran. Sekarang gimana dong? Ya nggak gimana-gimana, kan memang sudah dari dulu begini. Beasiswa Bidikmisi jadi ajang adu miskin.

Penulis: Imam Khoironi

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Beasiswa LPDP: Diskriminasi yang Dialami Awardee Dalam Negeri yang Nggak Pernah Diajak Debat di Twitter

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version