Seorang teman baik yang sedang galau curhat kepada saya wia WA. “Kenapa ya susah banget cari jodoh yang baik dan serius. Berkali-kali kenalan sama cowok hanya untuk dikecewakan. Mulanya baik, tapi lama-lama rese.” Teman saya ini di bangku kuliah pinter, dan kini menekuni profesinya dengan sangat baik dan kompeten. Tapi sayangnya perkara percintaan kadang lebih ke arah nasib, bukan kecerdasan.
Ia pernah menjalani pernikahan dengan seorang suami yang toxic dan tidak bertanggung jawab. Untunglah saat hendak mengakhiri pernikahan, cowok itu tidak mempersulit. Teman saya mengurus surat cerai dengan cukup lancar, dan mendapat hak asuh atas anak semata wayangnya.
Kini, setelah beberapa tahun fokus mengabdikan diri pada profesi, sekaligus membesarkan anaknya, teman saya mulai ingin mencari pasangan lagi. Saya jelas tidak ingin dia kembali jatuh ke dalam hubungan ataupun pernikahan yang toxic. Tapi masalahnya dia sangat polos dan lugu dalam menghadapi cowok.
Sebagai teman yang baik, mestinya saya turut membimbing dan banyak memberi nasihat. Masalahnya, pengetahuan saya dalam bidang percintaan kurang mumpuni. Jauh lah dibanding Agus Mulyadi. Karena itu, saya nasihati dia untuk mengirim curhat ke Mojok: “Follow akun IG Cermin lelaki (@cerminlelaki) lalu baca sebanyak mungkin postingannya, berikut nasihat admin dan komentar-komentar netijennya.”
“Pokoknya antara dapat jodoh yang baik dan benar-benar sayang sama kamu dan anakmu, atau nggak usah sama sekali. Harus buka mata lebar-lebar dalam memilih. Harus super cermat dan waspada. Kalau timbul gejala-gejala keanehan, keresean, atau ke-toxic-an (maaf ya Ivan Lanin), segera tinggalkan. Hidup melajang juga tidak apa-apa kok, toh kamu perempuan bekerja yang bisa mencari nafkah sendiri. Amit-amit, jangan sampai dapat jodoh yang tidak baik.”
Kuncinya ada pada kata ‘gejala’. Pada sebagian besar kasus, cowok-cowok toxic yang berpotensi menyeret istrinya hidup susah, sebenarnya menampakkan gejala-gejala tertentu yang bisa dideteksi sejak dini. Masalahnya, terkadang cewek kurang jeli.
Untunglah ada akun Instagram Cermin Lelaki. Bagi yang belum tahu, akun ini berisi curhat lelaki. Lelaki bercerita tentang masalah yang dihadapi. Admin memberikan nasihat yang bijak dengan kalimat yang adem dan santun, lantas mempersilakan netijen berpendapat dengan bahasa yang baik pula.
Begini, cowok toxic seringkali tidak ngeh kalau dirinya (dan terkadang keluarganya juga) toxic. Saat muncul permasalahan dalam pacaran atau berumah tangga, ia tidak menyadari bahwa masalah itu bersumber pada dirinya atau keluarganya sendiri. Karena itu, saat curhat, ia akan bercerita dengan gamblang tanpa menutup-nutupi.
Kalau ia sadar ia toxic, kemungkinan besar ia tidak akan curhat. Atau curhat tapi tidak sepenuhnya jujur, karena malu dan sudah tahu pokok permasalahannya: yaitu dirinya sendiri. Mungkin ada curhatan yang hanya berupa karangan belaka, namun saya yakin sebagian besar adalah kejadian asli. Terlalu banyak benang merahnya.
Pendek kata, di akun ini kita bisa mengamati gejala-gejala ke-toxic-an, langsung dari sumbernya. Oke, contoh.
Cowok 21 tahun, sudah setahun menikah dengan cewek sebaya, dikaruniai seorang bayi. Sebelum menikah sempat pacaran selama 4 tahun. Keluarga mereka berekonomi pas-pasan, cenderung kurang. Ayah si cowok melarang menantunya bekerja setelah menikah. Padahal si cewek masih ingin menafkahi ibunya. Beberapa bulan lalu si cowok dikeluarkan dari tempat kerja karena kesalahannya sendiri, dan menganggur hingga kini.
Alhasil, pasangan berpenghasilan nol ini terpaksa tinggal serumah dengan orang tua si cowok. Si cowok nganggur karena ayahnya bilang, “nanti saja cari kerjanya, yang penting masih bisa makan.” Si cewek sampai menangis karena kelelahan mengurus rumah tangga sambil mengasuh bayinya yang terkadang rewel. Si cowok tidak membantu sedikit pun.
Kalau sedang rewel, si bayi hanya mau digendong ibunya. Jika bayinya tenang, barulah si cewek bisa me-time dengan nonton drama atau main game di hp selama sejam. Namun jika melihat hal ini, ibu mertua akan mengomel dan menjelek-jelekkan menantunya.
Gimana, sudah pengen nyakar tembok belum?
Pacaran selama 4 tahun, mestinya si cewek sudah tahu sifat si cowok yang kurang berpendirian, malas bekerja, dan kelewat menurut sama orang tuanya. Sudah tahu sifat calon mertua yang rese. Melarang si cewek bekerja cari nafkah, tapi sengaja menimpakan seluruh pekerjaan rumah tangga dan tugas mengasuh bayi padanya, sampai ia kelelahan. Giliran lagi me-time, eh diomelin.
Yah… tidak bisa menyalahkan si cewek sih. Kadang saat menjalani sendiri, bisa jadi si cewek kurang jeli. Kurang bisa mendeteksi gejala-gejala calon penyebab kesusahan hidup. Tapi sebagai pembaca, otomatis kita mengambil jarak yang cukup jauh, sehingga bisa melihat duduk permasalahan dengan jelas.
Nah ini. Baca. Lihat sejelas-jelasnya. Ada kesamaan nggak dengan hubungan yang sedang kamu jalani. Mulai dari sifat cowokmu. Sifat calon mertuamu, calon saudara iparmu. Kondisi ekonomi. Kalau ada kesamaan, waspadalah.
Jika bisa antisipasi, silakan antisipasi. Keukeuh tetap bekerja dan sepakat menunda punya anak, misalnya. Baru punya anak nanti saat sudah bisa mandiri dan perekonomian keluarga membaik. Toh dalam kasus ini pasangan suami-istri masih sangat belia. Tunda sikik tak apa.
Kalau tidak bisa antisipasi, ya pikirkan baik-baik, pertimbangkan matang-matang mau lanjut atau nggak. Sebisa mungkin jangan mengambil keputusan yang salah.
Bacalah juga komen netijen di IG Cermin Lelaki ini. Banyak netijen cewek yang berkomentar, “Amit-amit, jangan sampai saya dapat suami kayak gini.” Atau “Ya Allah, jauhkanlah aku dari cowok/mertua/keluarga macam ini.”
Saya harap kamu bisa mengambil hikmah seperti para netijen itu. Mencegah, sebelum terjadi. Memilih, mempertimbangkan masak-masak, dan menganalisa dengan cermat, sebelum melangkah. Gak usah memasukkan tangan ke kandang singa untuk mengalami sendiri gigitannya. Cukup belajar dari pengalaman orang lain. Oke? Biarkan Cermin Lelaki memandumu.
BACA JUGA Bosen Hadiah Wisuda Boneka dan Bunga Terus: Ini Lho Solusinya! atau tulisan Santi Kurniasari Hanjoyo lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.