Sebagai penikmat minuman teh dibanding minuman rasa kemasan lainnya, saya akan mengomentari teh kemasan yang satu ini. Saya jamin kamu sudah nggak asing dengan Fruit Tea. Doi sudah eksis di jagad perminuman kemasan Indonesia cukup lama. Ditambah lagi beberapa waktu lalu sempat viral di platform anu dan… ah, bukan itu yang mau saya bahas.
Dulu, saya nggak ada masalah dengan Fruit Tea kemasan pouch yg bahannya 11-12 dengan kemasan susu Ultra dan susu-susu lainnya. Saat menyadari kemasan Fruit Tea pouch sekarang yang sepenuhnya plastik, saya rada dibuat gelimpangan.
Nah sekarang, silakan bayangkan kamu lagi kebelet kencing. Betul-betul sangat kebelet sampai kesenggol dikit pun, rasanya lu bisa ngompol di tempat. Di tengah kacau-balau perasaan ngebet kencing itu, ndilalah ritsleting celana macet. Ditarik ke atas, seret. Diturunin ke bawah, macet. Mau langsung pelorotin celana, susah. Sebuah situasi yang tidak jauh berbeda seperti saat kamu hendak minum Fruit Tea pouch plastik. Ingin segera diminum usai membeli, tapi kerap kali dibikin kudu atraksi.
Fruit Tea pouch sulit dinikmati bukan karena rasanya yang nggak masuk di lidah, bukan. Jujur, dia teh kemasan yang enak-enak saja. Titik kesulitannya ada di saat buka, pada saat mau nyoblos sedotan ke pouchnya. Aduh biyung, itu saking susahnya saya sering dibuat hampir putus asa.
Tidak seperti nyoblos atau nyucus minuman kemasan lainnya, Fruit Tea pouch ini kerap bikin saya berantem sama diri sendiri. Di coblosan pertama nggak berhasil, oke lah, bisa dicoba lagi. Di coblosan kedua masih nggak berhasil juga, mulai ada pergolakan batin “harusnya tadi begini/begitu”. Kalau sampai di coblosan ketiga belum kecoblos juga itu minuman, untuk beberapa detik setelahnya, saya menyerah lalu disusul dengan makian “lemah. Gitu ae mumet”. So-soalnya gimana, ya…
Kalau sekali sih, masih mending. Lah ini, saya bisa dibuat berkali-kali kesusahan nyucus Fruit Tea pouch e. Entah mana yang harus saya sangsikan antara kemasan atau sedotannya. Yang jelas, keduanya sama-sama ngebingungi. Ketika cucusan pertama dilakukan secara normal, yo banyaknya sih nggak bolong. Wong, lokasi buat nyucusnya saja ambigu. Lalu pas pouchnya saya gremek, biar posisi cucusannya mblendung, ehhh sedotannya yang tumpul. Sudah tumpul, ya wasalam. Kalau dilanjutin, bisa-bisa bagian tengah sedotannya mlekuk dan bolong, atau (lagi-lagi) saya kudu pakai jarum pentol buat ngebolonginnya. Pengen saya robek langsung kemasannya pake gigi, tapi nggak bisaaa. Doi termasuk jenis plastik yang kokoh, Sobat. Melakukannya sama saja seperti menumbalkan gigi. Oh, aku tidak mau ompong dini~
Meski bertumbuhnya rasa kecewa dan putus asa, saya mencoba kembali mensyukuri yang ada. Harganya yang murah, rasanya yang enak apalagi jika diminum dingin, dan nggak makan tempat di tas karena sekali tenggak beres. Tapi, semua kebersyukuran ini seperti tiada arti. Ia runtuh ketika saya dihadapkan kesulitan perihal mencoblos pouch-nya. Nila setitik, rusak susu sebelanga. Gara-gara impresi pahit, sirnalah kenangan indah bersamanya.
Fruit Tea, tolonglah pengertiannya. Cukup hidup saja yang susah, kamu jangan. Kamu sudah memakan ruang yang besar dalam ingatan saya. Setengahnya untuk kenangan indah, setengah sisanya untuk betapa mencoblosmu adalah hal yang susah. Sungguh, saya sangat payah dalam melupakan. Semoga curahan hati ini bisa berbuah indah. Entah nanti apa yang berubah, saya cuma berharap, semoga nyucus Fruit Tea pouch nggak perlu bantuan jarum pentol lagi~
Sumber gambar: YouTube fruitteasosroID
BACA JUGA Kalau Nggak Ada Teh Botol Sosro, Teh Pucuk Harum Adalah Juaranya dan tulisan Nuriel Shiami Indiraphasa lainnya.