Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Personality

Betapa Bahagianya Menertawakan Kebodohan Diri Kita Sendiri

M. Farid Hermawan oleh M. Farid Hermawan
30 Juli 2019
A A
kebodohan

kebodohan

Share on FacebookShare on Twitter

Kepandaian adalah kelicikan yang menyamar. Kebodohan adalah kebaikan yang bernasib buruk.

Begitu ujar Emha Ainun Nadjib di bukunya Opini Plesetan. Menarik. Membuat saya berpikir, ternyata bodoh itu tidaklah terlalu buruk. Dan ternyata menjadi pintar itu tidak bagus-bagus amat.

“Indonesia saat ini dan masyarakatnya mungkin adalah unsur filosofis seorang Cak Nun menuliskan kalimat tersebut,” ujar Abah saya. Beliau juga menafsirkan kalimat tersebut dengan menarik. “Manusia sekarang terlalu mengagungkan orang pintar, mereka lupa bahwa nyatanya orang bodohlah yang membuat mereka pintar.” Hmm, saya lagi-lagi dibuat berpikir soal apa yang disampaikan abah tersebut. Manusia pintar yang terlihat pintar karena adanya orang bodoh. “Apakah berarti orang bodoh adalah pahlawan?” Saya bertanya kepada abah.

“Bodoh itu sangat luas, dan menjadi bodoh itu perlu, paling tidak untuk relaksasi.”Disertai dengan tawa Abah. Waw, kata-kata abah saya seperti filsuf. Dan akhirnya ditutup dengan tawa kami berdua.

Perbincangan mengenai buku Cak Nun tersebut membuka pemikiran saya tentang arti menjadi bodoh. Dan sejauh apa yang saya rasakan, memang benar, menjadi bodoh itu menyenangkan. Tapi ini tidak seperti yang kalian pikirkan. Ini bukan berarti bodoh dengan cara tidak belajar, malas dan tidak mau ngapa-ngapain. Tidak-tidak, ini bukan seperti itu. Ini adalah sebuah refleksi terhadap diri kita sendiri. Dengan cara menertawakan kebodohan diri kita sendiri.

Saya teringat bagaimana asyiknya saya dan teman-teman saya berkumpul. Duduk bersama-sama dan menertawakan kebodohan masa lalu. Topiknya menyoal masa-masa menjadi mahasiswa baru. Disatu sisi saya yang berkisah betapa bodohnya saya saat menjadi maba ketika saya terbelenggu dengan urusan cinta yang konyol. Teman saya yang lain juga turut ambil bagian menertawakan pengalaman bodoh dirinya  saat OSPEK sewaktu masih menjadi maba. Semua tertawa terbahak-bahak. Semua bahagia.

Kebahagiaan bisa muncul dari berbagai bentuk stimulus yang unik. Dan menertawakan kebodohan diri sendiri adalah salah satu stimulus yang sebenarnya sangat bijaksana.

Anggap kalian pernah julid, ghibah hingga senang berbicara keburukan orang lain. Dan kalian bahagia, tapi kebahagiaan tersebut sebenarnya hanya omong kosong. Kalian hanya membahagiakan diri kalian sendiri, egois. Bandingkan dengan menertawakan kebodohan diri sendiri. Sudah pasti kita bahagia, kita tidak menyakiti orang lain dan nilai plusnya kita bisa membahgiakan orang lain lewat hal-hal konyol yang kita alami.

Baca Juga:

Mengusut Kasus Pencurian dengan Bantuan Dukun Adalah Tradisi di Pondok Pesantren Paling Konyol, Nggak Masuk Akal, dan Rawan Fitnah

Maaf Polisi, Kami Lebih Percaya Lapor “Orang Pintar” kalau Kemalingan

Contoh kecil terhadap komersialisasi praktik menertawakan kebodohan diri sendiri bisa kita lihat lewat Stand up Comedy. Sebuah bentuk komedi yang dibalut kemahiran mencampuradukkan pengalaman yang bodoh dan juga kemampuan mengolah kata yang luar biasa. Stand up Comedy adalah bentuk nyata bahwa menertawakan kebodohan diri sendiri itu sangat menarik dan membahagiakan. Jika masih belum percaya bahwa menertawakan diri sendiri itu menyenangkan, coba saja tonton stand up comedy-nya Raditya Dika dan baca saja buku-bukunya. Saya jamin, kalian akan percaya kalau menertawakan diri sendiri itu sangat menyenangkan.

Dibanding fokus memperbaiki kebodohan sambil menertawakan diri kita di masa lalu. Kita semua saat ini sering terlalu fokus dengan pencapaian hebat orang lain. Sering terlalu takjub melihat kekayaan orang lain. Dan sering terlalu malu untuk sesekali menertawakan kebodohan diri sendiri.

Setiap hari kita menggeser time line Instagram. Melihat betapa bahagianya hidup orang lain. Setiap hari kita menggeser time line Twitter. Melihat betapa lucunya hidup orang lain. Setiap hari juga kita mengecek WhatsApp. Melihat betapa jomblonya diri ini karena tidak ada gebetan yang pernah mampir di kolom chat.

Jika kita terus-terusan tegang dan tidak menarik napas dan lepaskan secara perlahan. Ujung-ujungnya kita akan stress sendiri, gila sendiri dan tidak bahagia dengan kehidupan kita.

Itulah fungsinya menertawakan diri sendiri. Kita bisa melepaskan kegundahan di atas tanpa menyakiti siapapun. Kita tertawa terhadap kesalahan-kesalahan kita yang lalu. Kita bisa menjadikannya komedi yang akan menjadi cerita yang menarik di masa depan. Bahwa kebodohan itu ternyata punya peran dalam hidup ini.

Jika pun kita merasa gagal dan tak berguna, itu tidak terlalu penting. “Kegagalan bukanlah sesuatu yang penting. Perlu keberanian untuk melakukan kebodohan pada diri sendiri.” Ya, betul Bang Chaplin. Kita harus berani melakukan kebodohan kepada diri kita sendiri. Menertawakan betapa cerobohnya kita di masa lalu. Dan yang paling penting, kita tahu bahwa kita adalah makhluk yang tidak sempurna. Hingga akhirnya kita selalu belajar, belajar dan belajar dari ketidaksempurnaan itu.

Kebahagiaan dan berbagai kebijaksanaan yang lahir lewat menertawakan kebodohan diri kita sendiri adalah sebuah bentuk kesadaran diri. Sebentuk cerminan diri kita, masyarakat kita dan beberapa manusia di dunia ini bahwa kebodohan itu ternyata lebih banyak daripada bintang di langit. Betul, lebih banyak dari bintang di langit kalau kata Isaac Newton.

“Saya dapat menghitung pergerakan bintang-bintang di langit, tetapi saya tidak dapat menghitung kebodohan manusia.”

Buanyak banget kaaan~

Terakhir diperbarui pada 18 Januari 2022 oleh

Tags: Cak Nunemha ainun nadjibmenertawakan kebodohanOrang Pintar
M. Farid Hermawan

M. Farid Hermawan

Manusia

ArtikelTerkait

Nggak Habis Pikir Sama Orang yang Tidak Menghabiskan Makanan Hajatan terminal mojok.co

Pertanyaan Makan sebagai Penanda Kelas Ekonomi dan Kadar Moral Seseorang

2 Mei 2020
kesamaan gus baha' dan cak nun mojok.co

6 Persamaan Cak Nun dan Gus Baha’

17 Juli 2020
sarjana pendidikan guru nasihat kiai mengajar Jangan Jadi Guru Kalau Baperan, kecuali Hatimu Sanggup Legawa PPG

Guru Jangan Ngoyo Ingin Memintarkan Murid, Itu Masalah: Nasihat Kiai Maimun Zubair

7 Mei 2020
3 Program Selain Podcast di YouTube Deddy Corbuzier yang Sebenarnya Nggak Laku-laku Amat terminal mojok.co

Soal Deddy Corbuzier Masuk Islam: Please, Tidak Usah Heboh

12 Juni 2019
Merdeka Pikiran dari Keinginan untuk Jadi Sesuatu di Luar Dirimu MOJOK.CO

Merdeka Pikiran dari Keinginan untuk Jadi Sesuatu di Luar Dirimu

21 Agustus 2020
Rajin Salat dan Beribadah, tapi Kelakuannya Kok Masih Begitu?

Rajin Salat dan Beribadah, tapi Kelakuannya Kok Masih Begitu?

12 November 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal (Wikimedia)

Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal

21 Desember 2025
6 Rekomendasi Tontonan Netflix untuk Kamu yang Mager Keluar Rumah Saat Liburan Tahun Baru Mojok.co

6 Rekomendasi Tontonan Netflix untuk Kamu yang Mager Keluar Rumah Saat Liburan Tahun Baru

27 Desember 2025
Daihatsu Gran Max, Si "Alphard Jawa" yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan Mojok.co

Daihatsu Gran Max, Si “Alphard Jawa” yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan

25 Desember 2025
5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

22 Desember 2025
Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

26 Desember 2025
4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

25 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.