Ngomongin uang memang nggak akan ada habisnya. Terlebih dengan diberlakukannya PPKM Darurat sekarang semua hal harus serba online termasuk tambal ban! Ya mau gimana lagi, kita-kita yang nggak punya tunjangan apa pun terpaksa memutar otak biar tetap hidup atau minimal tetap makan setiap harinya.
Bagi orang dengan gaji kecil, PPKM Darurat bak sebuah bencana besar bagi perut. Baru-baru ini ada ibu-ibu yang viral karena menolak peraturan PPKM Darurat. Wajar, sih, mau makan dari mana kalau semuanya dibatasi? Semua kena imbas juga, pemerintah pun capek ngurusin masyarakat yang lebih percaya konspirasi.
Bukan berarti mereka yang punya gaji besar dan tunjangan itu bahagia, loh! Di tengah situasi serba sulit seperti sekarang, apa-apa ngomongin uang. Meskipun mereka cuma kehilangan uang yang nggak sebanding dengan uang yang dihasilkan masyarakat kecil di luar sana. Tetap saja, kita-kita harus nurut apa kata mereka.
Jika memiliki gaji kecil adalah sebuah keniscayaan. Berarti mereka memiliki kemampuan lebih untuk bertahan hidup dan kesabaran yang sangat besar. Seperti saya, gaji wartawan berapa, sih? Pak Prabowo saja pernah bilang kalau wartawan jarang belanja di mal. Apalagi dalam situasi saat ini, untuk tetap bisa memenuhi kebutuhan saja perlu memutar otak.
Banyak cara yang bisa dilakukan agar bisa bertahan hidup dengan uang yang pas-pasan. Mulai dari kerja serabutan sampai bersabar dengan mi instan selama sebulan. Ada yang harus disimpan, berarti ada yang harus dikorbankan, makan mi instan bisa bikin tubuh penyakitan, tapi mau gimana? Mau makan enak, kan, nggak ada uang.
Berhemat bisa menjadi cara tersendiri bagi setiap orang yang memiliki penghasilan kecil. Nggak banyak beli makanan di restoran misalnya, nggak sering nongkrong di cafe, hingga berhenti langganan Spotify demi menghemat duit. Nggak ada kemewahan yang berarti bagi kita yang punya gaji kecil, bisa terbitin 10 tulisan di Terminal Mojok saja langsung sujud syukur.
Makanya, kita harus bersahabat dengan gaji kecil. Itu adalah soft skill yang sangat mendasar bagi setiap orang, agar nggak tersesat di jalan yang melenakan. Lihat nasi padang pengin beli, lihat iPhone baru pengin beli, harus tahan godaan. Kesederhanaan menjadi tumpuan utama bagi sobat-sobat misqueen kayak kita.
Miris memang, tapi mau gimana lagi? Jangankan PPKM Darurat, pandemi ini saja sudah banyak mencekik dompet dan rekening kita yang memiliki gaji kecil. Mengeluh itu wajar, tapi jangan sampai menyerah dengan keadaan. Dengan mencoba bersahabat dengan gaji kecil, kita bisa lebih memahami kebutuhan dan kapasitas kita.
Untuk bisa mendapatkan soft skill tersebut, kita perlu merenung dan bertapa di tempat yang sepi. Mencoba memahami apa yang dibutuhkan oleh diri sendiri, diseimbangkan dengan isi dompet kita. Jangan memaksakan diri, kalau nggak punya duit lebih ya sudah jangan dibeli.
Nggak dapat dimungkiri, kondisi keuangan seseorang pun kadang bagus kadang buruk. Jadi, kemampuan ini wajib dimiliki setiap orang. Baik itu yang berpenghasilan besar atau kecil, jangan mau pasrah dengan situasi. Toh masalah pasti akan selesai, ya walau mungkin banyak hal yang berkurang, setidaknya bisa membantu ekonomi yang drop.
Dalam bersahabat dengan gaji kecil, kita dilatih untuk hidup seminimalis mungkin dari hidup orang lain. Minimalis itu bukan desain kamar atau rumah, tapi gaya hidup sederhana yang nggak perlu kemewahan namun kecukupan. Jika sudah terbiasa hidup minimalis, insyaallah nggak akan susah buat bersahabat dengan gaji kecil.
Kalau kata mama saya, jangan tergiur sama kemewahan orang lain. Kemewahan nggak akan menjadi kebahagiaan. Banyak, kok, yang punya banyak uang malah stres sampai bunuh diri. Intinya, sih, perkuat iman kita terhadap hal-hal yang memabukkan. Bukan cuma miras yang memabukkan, uang juga bisa bikin keblinger.
Soal uang memang sulit dikompromi, apalagi jika itu berhubungan langsung dengan perut. Toh, mereka yang kaya raya saja masih banyak yang korupsi, mau kasih bantuan buat orang susah saja masih banyak dicomot. Ah, sungguh indah negeri ini, seolah dipimpin oleh uang, untuk menambah uang sebanyak-banyaknya. Takbir!
BACA JUGA Alfamart dan Kebijakan Barang Hilang Potong Gaji: Wawancara Tentang Kehidupan Pegawai Minimarket dan tulisan Muhammad Afsal Fauzan S. lainnya.