Berkat Bung Jebret, Saya Jadi Respect sama Coach Justin

bung jebret coach justin UU ITE antikritik mojok

bung jebret coach justin UU ITE antikritik mojok

Melihat geger gedhen di media sosial, lebih jelasnya Twitter, saya jadi ngelus dada. Radot Valentino Simanjuntak SH MH (begitu yang blio tulis di media sosialnya) atau yang akrab disapa Bung Jebret, hendak menjerat beberapa akun yang lantang ngonekne blio. Pada Rabu (14/04/21), Bung Jebret beberapa kali mengutarakan rasa resahnya atas hinaan akun-akun yang dimaksud olehnya.

Salah satunya adalah twit di atas. Iya, sih, pesan cuitan tersebut seolah mengatakan ucapan selamat berpuasa. Namun, coba telaah lagi gambar yang ia unggah, gimana nggak ngeri coba? Saya saja ngetik ini sambil buka-buka pedoman UU ITE agar supaya nggak terjerat. Tapi, itulah Bung Jebret, beberapa kritik nggak ia tampung, justru repot-repot menjaring orang-orang yang nggak punya akses hukum sekuat dirinya.

UU ITE aja udah aneh, lebih aneh lagi kalau dipakai sama orang yang antikritik. Oh, ini nggak nyindir Bung Jebret kok, nggak. Nggak berani saya, kena UU ITE ntar.

Yang bisa saya lakukan ya hanya tadi, yang saya sebutkan di awal, ngelus dada. Duuuh, duuuh, untung selama ini yang menjadi objek nyek-nyekan saya adalah Coach Justin. Benar, senyebelin-nyebelinnya Coachy, sebebal-bebalnya ia membuka ruang debat, nggak sampai ada kejadian macam ini. Arti lain, timbul rasa respect dari diri saya secara mendadak kepada Coachy.

Coachy bahkan bak terlahir untuk dicaci-maki. Coba lihat saja kolom komentar tiap ia bercuit. Coba buka akun TXT yang mengutip kebebalannya dalam strategi sepak bola. Aneh tapi nyata, coba buka beberapa tulisan saya yang keras mengkritik Coachy. Kala Coachy bilang kardus, kami bilang domba, seakan itu menjadi sebuah jabat tangan yang memang ranahnya perdebatan yang sebatas itu saja, nggak usah bawa-bawa hukum.

Ibaratnya ya Coachy ini adalah anak bangor di lingkungan kompleks yang nggak wadulan kepada orang tuanya ketika dirinya dinyek. Nggak kayak anak manja yang apa-apa harus melibatkan orangtuanya. Coachy cukup dengan cara blokir, dan itu memang kegunaan sebuah fitur sejatinya sudah disediakan oleh Twitter. Apa yang dilakukan oleh Coach selama ini, kok ya jadi logis, ya?

Apakah saya menjadi seorang domba? Tunggu dulu. Apa yang saya lakukan sudah pasti diterima akal sehat. Mending mana; ngenyek orang yang berujung diblokir, atau ngenyek orang yang berakhir di meja hijau? Ya kalau akses hukum dirimu bagus dan terjamin, pilihan kedua nggak masalah. Kalau kamu hanya masyarakat sipil yang tiap sore hanya bisa duduk di cakruk, ngenyek berakhir diblokir tentu jadi rujukan yang paling realistis.

Tapi, kalau sudah tahu Coach Justin sebaik ini, saya ya jadi memaklumi segala keanehan yang acap kali terlontar dari statemen-statemennya. Saya jadi memaklumi segala perbedaan sudut pandang antara masyarakat umum dan dirinya. Mau beda pendapat sama FIFA masalah assist pun kok ya saya jadi nggak masalah.

Saya jadi membayangkan, selama ini Coach Justin menyimpan beban yang amat berat ketika dirisak oleh netizen. Bisa saja kan di luar ketok wangun dengan setelan mbois ala pelatih, padahal jika di rumah blio ndengerin lagunya Nadin Amizah. “Bun, hidup berjalan seperti bajingan,” bayangin aja Coachy nyanyi itu sambil membaca komentar jahat kalian. Astagaaa, nggerus juga, ya?

Saya nggak peduli blio ini fans Arsenal atau Barcelona, yang saya tangkap, blio ini dewasa sekali. Benar apa yang dikatakan oleh @arsenalkitchen bahwa, “Usaha untuk bersabar itu gambaran manusia dewasa. Mengingatkan saja sudah cukup. Banyak orang awam tak punya akses jalur hukum selapang dirimu.”

Seangkuh-angkuhnya Coachy, senggatheli-nggathelinya blio atas apa yang coba ia kemukakan, serta tindakan blokir massal, jauh lebih dewasa dalam mengelola argumen lawan. Siapa tahu ia sebelum blio nge-blokir, ia mencatat segala kritik yang coba para kardus lepaskan. Yah, untuk sementara ini, di bulan Ramadhan yang penuh berkah, saya hanya mengucapkan rasa terima kasih kepada Coachy karena nggak pernah melaporkan para kardus kepada pihak berwajib.

Singkat kata, semoga panjang umur Coachy. Pun terima kasih kepada Bung Jebret, berkat aksi Anda, saya melihat sisi baik dari seorang Coach Justin.

BACA JUGA Ramai-ramai #GerakanMuteNasional untuk Bung Valen ‘Jebret’ Simanjuntak, Salah Siapa? dan tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version