• Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Hewani
    • Personality
    • Nabati
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Hewani
    • Personality
    • Nabati
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Hiburan
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
Home Pojok Tubir

Berkaca pada Kampung Miliarder Tuban, Ganti Rugi Bukanlah Solusi

Tiara Uci oleh Tiara Uci
3 Februari 2022
0
A A
Berkaca pada Kampung Miliarder Tuban, Ganti Rugi Bukanlah Solusi

Berkaca pada Kampung Miliarder Tuban, Ganti Rugi Bukanlah Solusi (pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban pernah dijuluki sebagai kampung miliarder setelah warganya mendapatkan uang ganti rugi. Ganti rugi—atau ganti untung, terserah—tersebut atas pembebasan lahan untuk pembangunan minyak dari Pertamina dengan nominal yang fantastis. Diperkirakan, rata-rata setiap orang mengantongi uang Rp2.5 miliar, dan tentu saja ada yang lebih. Nominal sebesar itu didapatkan karena pihak Pertamina membeli lahan milik warga Jenu dengan harga diatas rata-rata. Mulia sekali negara (dalam hal ini melalui Pertamina), bisa membuat rakyat mendadak kaya raya.

Kejadian tersebut berlangsung pada bulan Februari tahun 2021. Video kampung miliarder tersebut sempat viral, sebab mereka berbondong-bondong membeli mobil, yang mana sebenarnya wajar-wajar saja.

Satu tahun berlalu, tepatnya pada tanggal 24 Januari 2022. Warga kampung miliarder melakukan unjuk rasa menuntut pihak Pertamina untuk memenuhi janji mereka merekrut warga yang kini menganggur. Beberapa orang yang terlibat aksi mengatakan kalau mereka sekarang bangkrut.

Para pendemo juga mengaku menyesal telah menjual tanahnya karena kini banyak di antara mereka justru kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebab, lahan yang dulunya digunakan untuk bertani sekarang tidak ada lagi. Sementara uang hasil kompensasi yang diberikan pihak Pertamina lama kelamaan habis dan beberapa keluarga terpaksa harus menjual hewan ternaknya untuk menyambung hidup.


Kebangkrutan para miliarder Tuban tersebut sempat menjadi trending topic di Twitter dan bahan obrolan bapak-bapak di kantor saya. Mayoritas orang akan mengomentari soal buruknya warga kampung miliarder dalam mengelola keuangan. Ada yang menyebut kebangkrutan tersebut karena warga kampung miliarder bermental miskin, sehingga dikasih uang sebesar apa pun tetap akan raib, karena digunakan untuk membeli barang yang nggak penting atau nggak punya nilai jual tinggi.

Mayoritas orang mengomentari tentang bagaimana bisa uang sebesar itu raib sekejap mata. Juga fokus ke betapa buruknya perencanaan keuangan mereka—penduduk kampung miliarder Tuban, dan kaget karena jadi orang kaya baru. Jujur saja, saya nggak sepakat dengan pendapat tersebut. Meski tindakan menghabiskan uang itu terkesan berlebihan (dan jujur saja, agak janggal, maksudnya, dua miliar habis sekejap mata?), tapi itu amat manusiawi.

Mereka bukan Rafathar yang sejak lahir sudah punya mobil, sehingga saat dewasa, anak-anak kaya tersebut nggak menggebu-gebu ingin punya mobil lagi. Tapi, warga kampung miliarder Tuban berbeda. Hal-hal yang orang kaya sering lakukan begitu jauh dari mereka.

Dan jujur saja, pandangan ini juga tidak adil. Kenapa beli barang seakan jadi hal yang begitu salah jika dilakukan oleh orang yang tidak kaya? Apa yang salah dari beli mobil, wong mereka punya uang. Kalau artis-artis beli mobil mahal, kalian bertepuk tangan. Orang kaya baru dari ganti rugi tanah beli mobil, dinyinyirin. Logika remuk macam apa ini?

Baiklah, kita pakai logika orang-orang yang nyinyir. Oke, beli mobil dan rumah adalah tanda mental miskin. Semestinya, uangnya ditabung dan dipakai modal berdagang. Jadi, tidak seharusnya mereka demo menuntut kerja, uang habis salah mereka sendiri.

Kalau pakai logika itu, maka ada dua hal yang luput dari pandangan. Pertama, lapangan kerja itu adalah hal yang dijanjikan. Mereka hanya menuntut hak mereka. Sah saja mereka menuntut. Kedua, sebenarnya, bagaimana uang mereka dihabiskan, tak pernah jadi urusan orang. Mereka tidak menyalahkan pemerintah kenapa uang mereka habis, mereka menuntut janji dipenuhi.

Demo yang dilakukan warga kampung miliarder tuntutannya hanya satu, meminta pihak Pertamina memberikan pekerjaan kepada warga sesuai janjinya di awal. Namun, kita semua melupakan substansi dari aksi massa tersebut dan justru sibuk membicarakan bagaimana orang-orang di kampung miliarder menghabiskan uangnya.

Sebenarnya, lucu lho kita mengomentari bagaimana orang menghabiskan duitnya. Kalian-kalian ini kalau lagi healing di Bali, dan dikomen boros, pasti ya muntab. Lagi parkir ya, kok pake standar ganda?

Sebagai tambahan informasi, teman saya yang kebetulan warga kampung miliarder pernah bercerita jika dulunya banyak orang nggak ingin menjual lahannya kepada Pertamina. Namun pihak Pertamina terus merayu dengan mendatangi warga di rumahnya, di sawahnya dan mengatakan kalau kedepannya mereka akan dipekerjakan oleh pihak Pertamina. Kenyataanya, setelah warga menjual lahannya, nggak semuanya dipekerjakan di perusahaan. Janji tinggal janji.

Masalah utama yang kerap terjadi adalah pemerintah menganggap uang adalah solusi. Terutama dalam hal pembebasan lahan. Kasih uang, kelar. Efek dari itu tak pernah dipikir. Bahwa orang-orang yang diberi ganti rugi itu sebenarnya tak punya financial literacy, mereka masa bodoh. Lalu, efek relokasi yang jelas tak memberikan peluang yang sama ketimbang tempat lama sering jadi masalah.

Jika memberikan uang ganti rugi dianggap solusi tepat untuk masalah  penggusuran lahan. Kenapa banyak kasus pembebasan lahan selalu berujung pada hal yang sama: ketidakpuasan rakyat yang terdampak? Sebelum kejadian di Tuban, kita tentu pernah mendengar warga di Kulon Progo yang merugi akibat lahannya digunakan untuk pembangunan bandara. Di daerah lain terjadi hal yang sama, silahkan baca di sini, dan di sini.

Masalah warga di kampung miliarder bukan soal ganti rugi semata, tapi soal kehilangan alat produksi. Dalam konteks orang Tuban, tanah yang biasa digunakan untuk bertani. Sementara jika nggak punya tanah untuk digarap kembali, akankah mereka bisa bekerja di tempat lain? Mudah bagi kita mengatakan “beli saja tanah baru atau gunakan uangnya untuk berdagang”.

Namun kita lupa satu hal lagi, tidak ada jaminan mereka bisa bertani dengan baik di lahan baru. Dan satu lagi, jika seumur hidup seseorang telah terbiasa sebagai petani, mereka nggak akan bisa langsung sukses dalam berdagang. Ya simply karena memang tidak memiliki keterampilan untuk itu. Perlahan namun pasti, uang ganti ruginya akan habis untuk makan dan kebutuhan sehari-hari. Pada akhirnya, warga yang terdampak penggusuran lahan atas nama pembangunan dan industri tetaplah pihak yang paling dirugikan.

Menjadi kaya secara mendadak pada akhirnya tak selalu menyenangkan, ketika kita harus kehilangan alat produksi dan terpaksa menjual tenaga kepada perusahaan. Itu pun jika perusahaan yang telah menggusur lahan, yang di awal memberi janji manis akan lapangan pekerjaan, menepati janjinya. Jika perusahaan berbohong, rakyat jelata yang tidak memiliki perlindungan hukum bisa apa?


Protes ke pemerintah nggak didengar, berunjuk rasa kepada perusahaan malah dicibir nggak bisa mengelola keuangan. Mengcapek!

Penulis: Tiara Uci
Editor: Rizky Prasetya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 2 Februari 2022 oleh

Tags: ganti rugikampung miliarderpertaminaTuban
Tiara Uci

Tiara Uci

Perempuan, tinggal di Surabaya. Suka minum kopi di sore hari.

Artikel Lainnya

5 Kuliner Khas Tuban yang Sayang untuk Dilewatkan Terminal Mojok

5 Kuliner Khas Tuban yang Sayang untuk Dilewatkan

6 Februari 2022
4 Hal Unik Jadi Santri di Pesantren Langitan terminal mojok.co

4 Hal Unik Jadi Santri di Pesantren Langitan

25 Desember 2021
5 Hal Soal Toilet SPBU yang Perlu Erick Thohir Tahu terminal mojok.co

5 Hal Soal Toilet SPBU yang Perlu Erick Thohir Tahu

24 November 2021
Kamus dialek Tuban mojok

Kamus Dialek Tuban: Mengenal Imbuhan Nem, Seruan Leh, dan Kosakata Khas Tuban

5 Oktober 2021
Warga Jual Tanah ke Pertamina terus Beli Banyak Mobil, Bayar Pajaknya Gimana? terminal mojok.co

Warga Jual Tanah ke Pertamina terus Beli Banyak Mobil, Bayar Pajaknya Gimana?

17 Februari 2021
SPBU Pertamina dan Shell: Pelayanan Mana yang Lebih Memanjakan Pelanggan? terminal mojok.co

SPBU Pertamina dan Shell: Pelayanan Mana yang Lebih Memanjakan Pelanggan?

24 Januari 2021
Pos Selanjutnya
Menentukan Tipe Bakso Goreng yang Paling Pas untuk Topping Mi Ayam terminal mojok.co

Menentukan Tipe Bakso Goreng yang Paling Pas untuk Topping Mi Ayam

Komentar post

Terpopuler Sepekan

Jangan Nyinyirin Megawati yang Tak Mau Punya Menantu Tukang Bakso

Jangan Nyinyirin Megawati yang Tak Mau Punya Menantu Tukang Bakso

24 Juni 2022
Lawang Sewu Semarang (Unsplash.com)

5 Fakta Keliru Terkait Semarang yang Telanjur Dipercaya Banyak Orang

21 Juni 2022
Berkaca pada Kampung Miliarder Tuban, Ganti Rugi Bukanlah Solusi

Berkaca pada Kampung Miliarder Tuban, Ganti Rugi Bukanlah Solusi

3 Februari 2022
4 Oleh-oleh Khas Solo yang Sebaiknya Jangan Dibeli

Kota Solo, Sebaik-baiknya Kota untuk Menetap

24 Juni 2022
Stasiun Cipeundeuy Beneran Sakti Atau Keselamatan Harga Mati Terminal Mojok

Stasiun Cipeundeuy: Beneran Sakti Atau Keselamatan Harga Mati?

21 Juni 2022
6 Budaya Kerja Jepang yang Bikin Geleng-geleng Kepala Terminal Mojok

6 Budaya Kerja Jepang yang Bikin Geleng-geleng Kepala

25 Juni 2022
Sudahi Perdebatan Antara Indomie dan Mie Sedaap, Misoa Instan Adalah Sebenar-benarnya Mi Instan Terminal Mojok

Sudahi Perdebatan Antara Indomie dan Mie Sedaap, Misoa Instan Adalah Sebenar-benarnya Mi Instan

22 Juni 2022

Dari MOJOK

  • Penyimpangan Izin Holywings Buat Usaha Lain Cemburu
    by Hammam Izzuddin on 28 Juni 2022
  • Tjipto Mangoenkoesoemo: Jurnalis dan Dokter Radikal Anti Raja dan Anti Kolonial [Bag.1]
    by Ali Ma'ruf on 28 Juni 2022
  • Daftar Negara yang Mengalami Serangan Hacker Rusia Setelah Invasi ke Ukraina
    by Hammam Izzuddin on 28 Juni 2022
  • Polisi Amankan 15 Pelaku Kecurangan SBMPTN di UPN Veteran Yogyakarta
    by Yvesta Ayu on 28 Juni 2022
  • Cara Mahasiswa India Lolos Interview Kerja di Google, Amazon, dan Facebook
    by Hammam Izzuddin on 28 Juni 2022

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=GzeZNzywPSE&t=45s

Subscribe Newsletter

* indicates required

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
DMCA.com Protection Status

© 2022 Mojok.co - All Rights Reserved .

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Cerita Cinta
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2022 Mojok.co - All Rights Reserved .

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In