Baru-baru ini, sebuah akun di Twitter membuat nama Audrey Yu Jia Hui menjadi viral. Dalam cuitan tersebut disebutkan tentang sejumlah prestasi Audrey yang didapatkan di bangku sekolah berkat kejeniusannya. Tidak hanya itu, akun tersebut juga menyebutkan bahwa Audrey yang dulunya pernah ditolak saat mendaftar menjadi TNI pada akhirnya bisa bekerja di NASA dengan gaji dua ratus juta perbulan.
Lebih jauh, informasi tentang Audrey yang katanya pernah menuliskan dua buah buku best seller dunia—berjudul Indonesia Tanah Airku dan Aku Cinta Indonesiaku—bersedia kembali ke Indonesia setelah bertemu dengan Pak Jokowi saat KTT G-20 di Jepang. Kembalinya Audrey ke Indonesia disebutkan karena alasan dipanggil untuk bekerja di Badan Pengkajian dan Penerepan Tekonologi (BPPT). Jadi katanya, Audrey siap meninggalkan pekerjaannya dengan gaji dua ratus juta sebulan itu demi kecintaannya pada Indonesia. Wah..wah..wah, pantas saja banyak yang langsung me-retweet.
Saat membaca cuitan tersebut, tidak bisa saya mungkiri, saya juga ikut kagum. Wajar dong yah namanya juga dapat berita tentang orang jenius. Apalagi dia juga adalah penulis, jadi bertambah kagumlah saya. Dengan bermodal rasa kagum saya tersebut, saya langsung mencari informasi tentang Audrey. Kepo aja gitu pengen tahu banyak hal tentang dia.
Hal yang pertama saya lakukan adalah buka goodreads, cari judul buku yang katanya best seller dunia itu. Hasilnya? setelah saya cari berdasarkan judul buku dan penulis kok tidak ada yah. Masak iya sih buku best seller dunia tidak ada di Goodreads? Saking penasarannya saya coba cari lagi ulasan bukunya di Google, ternyata hasilnya juga nihil. Judul yang ada justru Aku Cinta Indonesia. Itu pun bukan Audrey yang menulis.
Sebenarnya, saya tahu sih satu penulis yang pakai nama Audrey, tapi itu Maria Audrey Lukito. Penulis buku Patriot—buku yang pernah jadi bahan baca bareng di komunitas baca tempat saya bergabung, Komunitas Gerakan One Week One Book—saya pun jadi bertanya-tanya: apakah itu Audrey yang sama? Eh, jadi Audrey kerja di NASA toh, kok bisa yah? Jadi intinya saya baca cuitan tersebut ya antara percaya dan tidak percaya. Saya percaya karena saya tahu Audrey memang sosok jenius, tapi juga tidak percaya karena merasa ada yang janggal.
Setelah beberapa jam saya tinggal, pas ngecek kembali ke twitter ternyata cuitan tersebut sudah tidak ada. Nah loh, semakin penasaranlah saya. Selidik punya selidik—dari berbagai sumber yang saya baca—ternyata informasi yang disebutkan dalam cuitan tersebut memang mengandung hoax alias berita tidak benar, yah meskipun ada benarnya juga sih.
Jadi, memang benar bahwa Audrey itu orang jenius yang menempuh bangku pendidikan jauh lebih cepat dibanding orang-orang pada umumnya. Benar juga bahwa Audrey sudah menuliskan buku. Ada empat buku yang sudah dituliskan oleh Audrey, yaitu Patriot, Mellow Yellow Drama, Mencari Sila Kelima, dan Kidung Cinta. Akan tetapi, tidak benar bahwa Audrey itu pernah daftar jadi TNI apalagi kerja di NASA dengan gaji dua ratus juta sebulan. Tidak benar juga bahwa Audrey itu bertemu Pak Jokowi saat KTT G-20 di Jepang lalu kemudian dipanggil untuk bekerja di BPPT. Pokoknya informasinya yah seperti yang saya tuliskan di atas, ada benarnya tapi juga mengandung hoax. Hufft kena deh~
Ketika membaca fakta dan hoax tentang Audrey ini, diam-diam saya jadi bangga sama diri sendiri. Secara tidak sadar, saya sudah mempraktekkan bagaimana pentingnya saring sebelum sharing. Meskipun sebenarnya secara tidak sengaja juga sih..hahahah. Ketika orang lain mencari tahu benar tidaknya Audrey bekerja di NASA, Saya cuma bisa mencari tahu tentang judul buku yang dia tulis. Itu pun sudah cukup untuk membuktikan bahwa ada yang janggal.
Kadang memang sulit sekali rasanya untuk menahan jempol agar tidak asal share berita atau informasi viral yang didapatkan. Pokoknya yang penting share saja dulu, benar tidaknya urusan belakangan. Paling juga kalau ketahuan hoax ya tinggal bilang dapat dari grup sebelah.
Apalagi membedakan antara hoax dan berita benar juga bukan perkara mudah. Butuh waktu dan niat yang besar untuk mencari tahu. Hal ini tentu saja berbanding terbalik dengan kecenderungan sifat segelintir orang yang ingin menjadi “yang lebih dulu”.
Bagaimanapun, saring sebelum sharing itu penting. Lebih baik terlambat nge-share tapi yang di-share memang adalah berita benar, daripada cepat nge-share tapi ternyata hoax. Eh tapi lebih bagus lagi kalau cepat dan benar sih, hihihi. Yuk sama-sama kita lebih bijak dalam menyikapi berita viral. Ingat-ingat selalu, saring seblum sharing. Kalau belum bisa mencari tahu sendiri benar tidaknya berita viral yang didapat, setidaknya bisa lah yah untuk menahan jempol biar tidak langsung nge-share. Ini sekadar ajakan sih, bersedia atau tidaknya semua berhak memilih. Toh risiko nge-share berita juga ditanggung masing-masing. Betul tidak?