Berhenti Sebut Semua Wilayah di DIY dengan Sebutan Yogyakarta

Berhenti Sebut Semua Wilayah di DIY dengan Sebutan Yogyakarta

Siapa yang tidak mengenal Yogyakarta? Daerah istimewa di tengah Pulau Jawa ini memiliki beragam tempat menarik untuk dikunjungi dan sering menjadi destinasi wisata. Namun, orang-orang yang menganggapnya sebagai destinasi wisata ini belum tentu tahu apa itu Yogyakarta.

Dalam bayangan mereka, tampaknya kata Yogyakarta tidak memiliki arti dan batasan yang jelas. Wong Candi Borobudur yang jelas-jelas berada di Magelang masih dianggap sebagai wilayah Yogyakarta. Kok bisa, ya?

Begini, Yogyakarta setidaknya berafiliasi dengan kota, provinsi, dan kesultanan. Kalau mau ditambah, ada pula Yogyakarta sebagai aliran budaya. Entah itu masyarakat, kesenian, atau kepercayaan. Namun, untuk permasalahan kali ini, kita padatkan saja jadi tiga biar gampang.

Yogyakarta sebagai kota tampaknya menjadi yang paling populer di ingatan orang-orang. Bagaimana tidak? Nama-nama besar banyak menghuni kategori ini. Tugu Pal Putih, Malioboro, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg, Keraton, Tamansari, sampai Gembira Loka. Minder toh liat nama-nama ini jadi representasi Yogyakarta? Jadinya, apa yang melekat di ingatan orang-orang ya hanya tempat-tempat itu saja dan terbilang sempit.

Padahal, ia juga berdiri sebagai daerah istimewa. Nah, daerah istimewa itu wilayah setingkat provinsi pada umumnya, tetapi ya itu, dia daerah istimewa. Di Indonesia, bukan hanya Yogya yang punya predikat begini, Jakarta dan Aceh juga daerah istimewa. Bedanya, Jakarta dijadikan wilayah setingkat provinsi karena saking besar kotanya dan Aceh dijadikan daerah istimewa karena alasan sosio-kultural, mirip-mirip sama Yogyakarta.

Lanjut. Sampai mana tadi? Oh iya, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Untuk menjadi daerah istimewa, Kota Yogya juga ditemani empat kabupaten yakni Sleman, Kulon Progo, Gunungkidul, dan Bantul. Keempat wilayah ini layak mendapat sorotan yang sama dengan Kota Yogyakarta. Sehingga, orang-orang tidak hanya mengenal Yogyakarta lagi dan lagi. Entah sebagai kota maupun daerah istimewa. Wong sebetulnya, keempat wilayah ini ya sama-sama keren.

Di utara, berdiri Kabupaten Sleman sebagai the most valuable player-nya Yogya. Mengapa? Sebab, Sleman merupakan wilayah paling kaya di Yogyakarta yang ditunjang pusat perbelanjaan macam Hartono Mall dan kolega-koleganya; objek wisata macam Candi Prambanan beserta saudara-saudaranya; perguruan tinggi negeri macam UGM beserta kawan-kawannya; dan semua hal lainnya yang bisa diuangkan ada di Sleman. Barangkali, yang sebelumnya kalian tahu ada di Kota Yogyakarta ternyata ada di Sleman. Coba tanya mbahmu itu–Google maksudnya.

Bergeser sedikit ke barat, terdapat Kabupaten Kulon Progo yang namanya diambil dari letak wilayahnya yang berada di sisi barat Sungai Progo sehingga namanya ya Kulon Progo. Kabupaten yang beribukota di Wates ini sedang pesat berkembang. Selain beragam objek wisata, proyek bandar udara internasional–yang akan menggantikan bandar udara Adisucipto–juga akan rampung untuk menunjang perkembangan Kulon Progo. Sehingga, orang-orang akan mulai mengingat bandar udara baru Kulon Progo.

Berbicara soal perkembangan wilayah, Kabupaten Gunungkidul juga dalam kondisi setali tiga uang. Pernah dengar Goa Pindul? Pantai Baron? atau Gunung Api Purba? Itu lho sing ning langgeran Wonosari Yogjokarto hehehe. Tempat-tempat tersebut merupakan harta karun tersembunyi yang ada di Gunungkidul. Meskipun, menurut saya, tempat-tempat tersebut terbilang cukup jauh dari Kota Yogya. Wong tempat-tempat tersebut jaraknya mirip-mirip seperti dari Yogya ke Surakarta. Itu hanya pendapat, tetapi yang jelas sih Gunungkidul itu Handayani dan sangat layak untuk dikunjungi.

Terakhir, terdapat Kabupaten Bantul yang mirip-mirip kasusnya dengan Sleman karena wilayahnya mengitari Kota Yogyakarta di sisi barat, selatan, dan timur. Meskipun begitu, hiruk pikuk kota lebih banyak terarah ke utara sehingga Bantul hanya melihat dari bayangan hehehe. Gimana analoginya? Kurang, ya? Oke, lanjut.

Intinya, Bantul juga punya daya tarik tersendiri yang tidak kalah dibanding teman-teman seperkabupatenannya. Salah satunya, menurut saya, mistisnya pantai selatan itu hanya ada di Bantul dan tidak berlaku untuk wilayah Kulon Progo atau Gunungkidul. Soalnya, Pantai Parangtritis dan Parangkusumo yang melegenda itu hanya ada di sini dan tidak ada di tempat lain. Selain itu, tempat yang tidak kalah mistisnya adalah makam raja-raja Mataram di Imogiri. Di sana, terdapat misteri tiga anak tangga dan mitos jumlah anak tangga yang banyak dipercayai orang-orang. Begitulah pokoknya.

Berbicara soal Imogiri, harusnya sih bisa dikaitkan dengan bahasan soal Yogya sebagai kesultanan. Baiklah, mari kita coba. Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta merupakan pecahan dari Kesultanan Mataram pada abad ke-18. Sejak masa Sultan Agung, Imogiri dijadikan tempat peristirahatan terakhir bagi raja-raja Mataram setelah dan termasuk dirinya. Hal tersebut juga berlaku setelah Mataram terpecah menjadi Surakarta dan Yogyakarta. Bagaimana? Nyambung toh? Hehehe.

Namun, bukan itu inti dari Yogyakarta sebagai kesultanan. Sebelum Indonesia ada, Kesultanan Yogyakarta telah berdiri dan memiliki wilayah kekuasaannya sendiri. Pembagian wilayahnya terdiri atas Kuthanegara, Negaragung, dan Mancanegara. Wilayah Kuthanegara dan Negaragung, kurang lebih, berada pada lingkup Daerah Istimewa Yogyakarta masa kini.

Permasalahannya ada di wilayah Mancanegara. Wilayah tersebut meliputi Madiun, Kertosono, Jipang (Bojonegoro), Japan (Mojokerto), dan Grobogan. Setidaknya, itulah yang tertulis di buku Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500–1900 Dari Emporium Sampai Imporium karya almarhum Profesor Sartono Kartodirdjo. Sehingga, kembali ke permasalahan awal, wilayah Madiun di Jawa Timur merupakan wilayah Yogyakarta jika dilihat secara kultural-historis. Baru tahu toh kalian?

Itulah sebabnya, orang-orang yang datang ke Yogyakarta perlu mengetahui arti dan batas penggunaan kata Yogyakarta karena setidaknya dapat berafiliasi dengan tiga kategori di atas. Masa iya Candi Borobudur dan Madiun termasuk wilayah Yogyakarta? Masa iya bandar udara baru di Kulon Progo disebut Yogyakarta? Masyarakat lokal di sana pasti lebih mengenal daerah tersebut sebagai Wates atau bahkan Temon.

Maka dari itu, sebutlah nama-nama wilayah tersebut karena mereka juga sama-sama berkontribusi pada keberlangsungan hidup Daerah Istimewa Yogyakata. Wilayah-wilayah lokal tersebut layak mendapat pengakuan yang sama seperti halnya Yogyakarta. Biarlah dunia tahu di mana itu Banguntapan, Godean, Imogiri, Patuk, dan Sentolo berada karena mereka juga bagian dari Yogyakarta. Begitu ya, kawan-kawan!

BACA JUGA Jangan Bawa Pacarmu ke Prambanan: Nanti Putus! atau tulisan Arsyi Aldrin lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version