Beginilah rasanya harapan untuk CLBK dipupuskan dengan April Mop semata.
Kalau “putus” menjadi indikasi seorang pecinta berada dalam titik terendah dalam hidupnya, buat saya hal itu nggak berlaku. Buktinya, saya nggak merasa terpuruk dan ambruk saat mengalami momen-momen broken heart seperti diputusin pacar, ditinggal kawin, atau di-anyep-in gebetan. Namun, titik nadir kehidupan asmara saya justru ketika saya mengalami kencan amburadul ini. Saat itulah saya merasa menjadi orang paling hina-dina-putus-asa-nggak-laku-busuk-tak-berguna.
Jadi ceritanya, beberapa waktu setelah putus, sang mantan menghubungi saya. Dulu tuh, saya termasuk cewek yang gampang jatuh cinta kalau dikasih harapan dikiiit aja. Ditegur lawan jenis, deg-degan. Ditanya udah makan atau belum, baper. Mungkin kalau tiba-tiba disenyumin Keanu Reeves, saya bisa pingsan. Haaa… memalukan memang.
Dan sebagai penganut teori “nggak percaya bisa temenan sama mantan”, wajar dong kalau saya langsung makdeg ketika sang mantan telpon. Eh, ngajak kencan pula. Yang awalnya mau sok jual mahal, malah langsung ngobral! Yuuuk, marrriii…!
Ketika sang mantan berjanji akan menjemput jam tujuh malam, saya sudah siap sedia 30 menit sebelumnya. Dandan cakep, duduk manis di teras. Berusaha anteng, walaupun “jeroan” di dalem udah nggak karuan. Jantung dag dig dug. Hati berbunga-bunga. Apalagi otak, udah ke mana-mana pikirannya!
Ngebayangin kami berdua malu-malu saling tatap. Diselimuti rasa rindu yang menyerbu kala bernostalgia masa lalu. Ah, bakal jadian lagi, niiih. Bye bye, jomblo!
Hmmm… Kira-kira kalau dia minta balik, saya harus bereaksi gimana, ya? Senyum aduhai sambil ngangguk, sok-sok minta waktu untuk mikir, atau langsung sosor aja?
Jujur, nginget-nginget momen ini sebenernya bikin jijay. Dih!
Sambil berkhayal, mata nggak berhenti ngelirik jam tangan. Sepuluh menit lagi (pipisnya ntar aja di bioskop). Lima menit lagi (duh makin dag dig dug). Pas jam tujuh malam (yak, eng ing eng).
Lewat sepuluh menit (pertajam pendengaran, siapa tau ada mobil mendekat). Lewat dua puluh menit (mungkin doi kena macet). Lewat empat puluh menit (sabar ya, orang sabar disayang pacar). Lewat empat puluh lima menit (Dulu pas pacaran aja nggak pernah telat selama ini). Lewat satu jam (wah, nggak bener nih!).
Akhirnya, ketika hati sudah nggak bisa diajak kompromi lagi, saya pun menelepon ke rumahnya (zaman itu belum ada HP).
“Halo, selamat malam. Bisa bicara dengan Si Kunyuk?”
Saat itu, saya berharaaap sekali kalau sang mantan tidak ada di rumah. “Sudah jalan menjemput kekasih hatinya.” Itu, imajinasi saya.
Alih-alih mendengar jawaban penyejuk jiwa raga seperti itu, yang saya dengar adalah, “Sebentar, ya.”
Hah? Sebentar? Maksudnya blio ada di rumah, gitu? Kegundahan saya pun terjawab tak lama kemudian, “Halo?” Itu, suara Si Kunyuk menginjak-injak imajinasi saya.
Frustasi, saya pun menanyakan hal bodoh itu, “Eh, Kunyuk. Kita nggak jadi pergi?”
Minta ditonjok, Kunyuk pun menjawab, “April Mop!”
Hah? April Mop? Gimana-gimana? Saya perlu sekian detik untuk menyadari ucapan si Kunyuk.
Pembicaraan pun berakhir. Cukup sudah, kalau kata mendiang Glenn Fredly. Habis, selesai, tamat, kalau kata kamus sinonim online. Sukses mencincang “jeroan” saya yang sebelumnya bermekaran bahagia. Ditemani lagu “Senyum Membawa Luka”-nya Bang Meggy Z, saya pun merana.
“Sungguh teganya dirimu teganya teganya teganya teganyaaa….”
*Kencan Amburadul adalah segmen khusus, kisah nyata, momen asmara paling amburadul yang dialami penulis Terminal Mojok dan dibagikan dalam edisi khusus Valentine 2021.
BACA JUGA Tentang Mojok dan Cerita Cinta yang Saya Alami dan tulisan Dessy Liestiyani lainnya.