Tepat sebelum saya menulis ini, saya harus mengeluarkan sumpah serapah di jalan. Tentu karena saya hampir terjungkal setelah melintasi lubang di jalan. Selain menahan sakit di lengan karena terantuk keras, rasa mak tratap yang menjadi membuat pisuhan “bajingan” harus terucap penuh takzim.
Sebenarnya, pengalaman saya ini bukan hal istimewa. Kecuali Anda tidak pernah keluar rumah, pasti Anda tidak pernah bermasalah dengan aspal jalan yang tidak rata. Hampir terjungkal, sih, belum terlalu parah. Banyak kasus kecelakaan yang merenggut nyawa bersumber dari tidak ratanya aspal jalan di Indonesia.
Wajar jika muncul pertanyaan: bisa nggak, sih, jalanan di Indonesia mulus tanpa cela? Serapan pajak selalu di gass, bahkan sampai memajaki hal-hal ra mashok. Apa dana negara ini sengirit itu sampai tidak bisa memastikan aspal jalan tetap mulus dan layak dilintasi.
Saya pun selalu memikirkan ini. Bahkan sampai titik paling pesimis, ketika saya cuma pasrah menanti Ratu Adil datang agar aspal jalan kita semulus wajah influencer skincare. Ya, tapi juga bukan Ratu Adil abal-abal seperti Jeng Puan itu.
Kembali ke pertanyaan di atas, saya pikir memang ada alasan mengapa aspal jalan kita tidak pernah mulus. Ya, dengan kemampuan gothak-gathuk saya, berikut berbagai alasan mengapa aspal jalanan kita tidak pernah mulus.
#1 Warga yang meminta agar aspal tetap rusak
Kalau alasan ini sih bukan hasil ilmu cocoklogi. Saya dengar sendiri bagaimana masyarakat di sekitar saya menolak pengaspalan ulang jalan. Alasan pertama sih, karena biayanya ditanggung renteng oleh warga. Ini wajar kalau warga menolak. Lha wong jalan yang sebenarnya itu tanahnya hak negara, kok. Masak rakyat lagi yang mikir?
Alasan kedua menurut saya cukup ra mashok. Dengan membiarkan aspal rusak, tidak ada orang yang ngebut di lingkungan warga. Ini sering terjadi di Jogja, apalagi di daerah yang penuh kos-kosan mahasiswa. Meskipun alasan ini sebenarnya hanya mempersulit diri sendiri, sih.
#2 Agar ada kerja nyata dari pemerintah
Pengaspalan jalan memang menjadi bentuk nyata negara hadir di tengah masyarakat. Ketika ada proyek pengaspalan jalan, pasti yang terbesit pertama adalah “pasti yang ngerjain pemerintah.” Nah, kalau aspal jalan kita tidak pernah rusak, bagaimana rakyat melihat pemerintah bekerja untuk mereka?
Makanya aspal memang gampang rusak. Bahkan tidak lekas diperbaiki. Ketika rakyat mulai jengah bahkan terancam keamanan berkendaranya, pasti mereka meraung memohon pertolongan pemerintah. Jadi kan lebih nyata kehadiran pemerintah di rakyat. Daripada bansos salah sasaran atau lapor ke aparat ketika kena masalah, masih lebih nyata pengaspalan jalan.
#3 Memberi ruang kampanye bagi politisi
Setiap masuk masa-masa kampanye, para kader dan caleg akan berebut simpati rakyat. Semua cara dilakukan demi ini, meskipun kadang terlalu ndlogok. Dari mencoba membagikan sumbangan, sampai bikin baliho yang nggatheli dan cringe. Nah, pemerintah memberi fasilitas untuk mereka melalui aspal yang berlubang-lubang ini.
Seperti alasan di atas, pengaspalan jalan memberi kesempatan para pengemis suara ini menjangkau rakyat. Daripada bikin serangan fajar atau baliho yang jadi sampah visual, lebih baik memberi sesuatu yang bermanfaat nyata bagi pemilik suara. Toh, periode depan jalan yang mereka aspal sudah rusak lagi dan siap jadi alat kampanye lagi.
#4 Membantu ekonomi kerakyatan
Nah, alasan kali ini memang saya rasakan. Karena jalanan berlubang, pelaku ekonomi mikro ikut terbantu. Siapa mereka? Tentu saja tukang tambal ban dan servis kendaraan. Pemerintah pasti berpikir sejauh ini ketika membiarkan aspal jalanan rusak dan berpotensi merusak kendaraan.
Potensi ban pecah akan menyokong para tukang tambal ban tetap mendapat klien. Belum lagi kalau parah sampai patah shock absorber, bengkel akan merasakan manfaatnya. Jadi, daripada pemerintah harus memberi suntikan dana pada mereka, biarkan saja aspal jalan rusak. Daripada memberi ikan, ajarilah seseorang untuk mancing. Mungkin sih, itulah logika pemerintah.
Sumber Gambar: Unsplash.com