Berangkat Kerja Naik KRL dari Cibinong ke Tangerang: Buat yang Ahli Aja

Berangkat Kerja Naik KRL dari Cibinong ke Tangerang: Buat yang Ahli Aja

Berangkat Kerja Naik KRL dari Cibinong ke Tangerang: Buat yang Ahli Aja (Unsplash.com)

Kalau kalian nggak terbiasa, jangan coba-coba berangkat kerja naik KRL dari Cibinong ke Tangerang kayak saya, deh. 

Harga tiketnya yang murah membuat KRL menjadi moda transportasi pilihan bagi banyak pekerja di daerah Jakarta dan sekitarnya. Tak terkecuali saya yang sudah menggunakan KRL sebagai alat transportasi sehari-hari.

Saat ini saya bekerja di daerah Tangerang, sementara rumah saya berada di Cibinong. Dari Stasiun Cibinong menuju Stasiun Tangerang biasa saya tempuh sekitar dua jam dan harus transit dua kali di Stasiun Manggarai dan Stasiun Duri. Sampai sini kebayang kan keseharian saya seperti apa?

Dari Cibinong ke Tangerang

Saya biasa berangkat kerja dari Stasiun Cibinong dengan jadwal KRL pertama pukul 05.21 WIB. Biasanya sudah banyak anker (anak kereta) yang menunggu kedatangan kereta dari Stasiun Nambo di sisi peron. Saat kereta dari Nambo tiba, keadaan kereta sudah setengah terisi. Kebayang nggak sih jam segitu saya sudah harus berlomba-lomba dengan anker lainnya untuk mendapatkan tempat duduk. Rebutan tempat duduknya bener-bener brutal, Gaes, saling dorong dan saling sikut.

Pokoknya kalau kurang beruntung, siap-siap saja harus berdiri selama sejam lebih dari Stasiun Cibinong hingga Stasiun Manggarai. Biasanya kalau sudah begitu lumayan lah, kaki jadi gemetaran.

Transit di Stasiun Manggarai, momok para pengguna KRL

Stasiun Manggarai menjadi momok bagi (((mungkin))) seluruh pengguna KRL yang transit di stasiun ini. Gimana nggak, stasiun ini menjadi pusat transit kereta dari Bogor, Bekasi, Jakarta, Rangkasbitung, dan Kampung Bandan. Terlebih masih ada pembangunan infrastruktur stasiun yang belum rampung, fasilitas lift dan eskalator yang kurang memadai, hingga akses jalan di peron yang sempit. Hal-hal ini seolah menambah kepadatan Stasiun Manggarai tiap harinya.

Saat kereta dari Stasiun Nambo tiba di Stasiun Manggarai—tepatnya tiba di peron 11 yang berada di lantai 2—saya biasanya sudah standby di depan pintu kereta bersama anker lainnya. Karena kereta yang menuju Duri via Kampung Bandan biasanya sudah tiba di peron 7 yang letaknya di lantai 1. Otomatis saya harus turun tangga menuju peron tersebut.

Berdesakkan dengan anker lainnya dan lari-larian tak bisa saya hindari. Semua orang di Stasiun Manggarai seakan dikejar waktu agar tiba tepat sebelum kereta berangkat kembali. Bayangkan, kereta cuma berhenti sekitar satu sampai dua menit, kalau ketinggalan ya terpaksa menunggu kereta selanjutnya datang. Berasa ikut acara Ninja Warrior nggak, tuh?

Baca halaman selanjutnya

Harus siap jadi “manusia geprek” di dalam kereta…
Nggak cuma sampai di situ, Gaes. Walaupun saya sudah masuk ke dalam kereta tepat sebelum kereta berangkat, saya harus siap menjadi “manusia geprek” karena keadaan di dalam kereta yang sangat padat. Nggak peduli pria atau wanita, tua atau muda, semuanya saling berdesakkan. Bahkan saya nggak perlu menggunakan hand strap untuk berpegangan saking penuhnya penumpang dalam gerbong KRL.

Kalau kereta sudah penuh begitu, pegangannya cuma agama, Gaes. Apesnya, keadaan seperti itu berlangsung hingga ke Stasiun Duri.

Transit di Stasiun Duri yang nggak sepadat Manggarai

Walaupun Stasiun Duri nggak sebesar Stasiun Manggarai, soal ramainya sih tetap bisa diadu sama Stasiun Manggarai. Sama seperti di stasiun sebelumnya, kereta yang saya tumpangi tiba di stasiun transit Duri dan KRL yang menuju Stasiun Tangerang sudah tersedia di peron 5. Untuk menuju peron 5, saya harus naik tangga, lift, atau eskalator, tapi biasanya saya memilih naik eskalator agar lebih cepat.

Seperti biasa, saya standby di depan pintu kereta yang berhenti tepat di dekat eskalator. Aksi saling dorong dan rebutan pun terjadi lagi. Apalagi jika di sisi kanan eskalator yang harusnya digunakan untuk berjalan eh malah ada penumpang yang diam saja. Emosi anker biasanya nggak terbendung. Kalau sudah begitu para anker di belakang bakal berteriak agar penumpang di depan berjalan.

Maklum, semua berlomba agar tiba di peron 5 dengan tepat waktu. Seperti yang saya bilang di atas, kalau terlambat sedikit saja kita bisa ketinggalan kereta dan harus menunggu kereta selanjutnya yang datang sekitar 10-15 menit kemudian. Di dalam kereta menuju Stasiun Tangerang pun situasinya lumayan penuh.

Tiba di Stasiun Tangerang

Stasiun Tangerang merupakan stasiun pemberhentian terakhir dari KRL Stasiun Duri-Stasiun Tangerang. Keadaan di stasiun ini nggak terlalu ramai karena banyak anker yang sudah turun di stasiun sebelumnya. Biasanya saya tiba di Stasiun Tangerang pukul 07.24 WIB dan melanjutkan perjalanan ke tempat kerja menggunakan ojek online.

Sejujurnya berangkat kerja di hari Senin dengan KRL lelahnya dua kali lipat dibandingkan hari-hari lainnya. Mungkin karena jumlah penumpang yang naik lebih banyak dari biasanya, ya.

Intinya, kalau kalian nggak ahli, jangan coba-coba meniru adegan berbahaya yang saya lakoni di atas, deh. Apalagi ada berita beberapa rangkaian gerbong kereta akan dipensiunkan. Waduh, gimana nasib saya dan anker lainnya setelah ini, nih?

Penulis: Kania Ramadhanika Fajri
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Teruntuk Penumpang KRL Jogja-Solo, yang Pura-pura Tidur, Mbok ya Nuraninya Lho.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version