Nggak cuma sampai di situ, Gaes. Walaupun saya sudah masuk ke dalam kereta tepat sebelum kereta berangkat, saya harus siap menjadi “manusia geprek” karena keadaan di dalam kereta yang sangat padat. Nggak peduli pria atau wanita, tua atau muda, semuanya saling berdesakkan. Bahkan saya nggak perlu menggunakan hand strap untuk berpegangan saking penuhnya penumpang dalam gerbong KRL.
Kalau kereta sudah penuh begitu, pegangannya cuma agama, Gaes. Apesnya, keadaan seperti itu berlangsung hingga ke Stasiun Duri.
Transit di Stasiun Duri yang nggak sepadat Manggarai
Walaupun Stasiun Duri nggak sebesar Stasiun Manggarai, soal ramainya sih tetap bisa diadu sama Stasiun Manggarai. Sama seperti di stasiun sebelumnya, kereta yang saya tumpangi tiba di stasiun transit Duri dan KRL yang menuju Stasiun Tangerang sudah tersedia di peron 5. Untuk menuju peron 5, saya harus naik tangga, lift, atau eskalator, tapi biasanya saya memilih naik eskalator agar lebih cepat.
Seperti biasa, saya standby di depan pintu kereta yang berhenti tepat di dekat eskalator. Aksi saling dorong dan rebutan pun terjadi lagi. Apalagi jika di sisi kanan eskalator yang harusnya digunakan untuk berjalan eh malah ada penumpang yang diam saja. Emosi anker biasanya nggak terbendung. Kalau sudah begitu para anker di belakang bakal berteriak agar penumpang di depan berjalan.
Maklum, semua berlomba agar tiba di peron 5 dengan tepat waktu. Seperti yang saya bilang di atas, kalau terlambat sedikit saja kita bisa ketinggalan kereta dan harus menunggu kereta selanjutnya yang datang sekitar 10-15 menit kemudian. Di dalam kereta menuju Stasiun Tangerang pun situasinya lumayan penuh.
Tiba di Stasiun Tangerang
Stasiun Tangerang merupakan stasiun pemberhentian terakhir dari KRL Stasiun Duri-Stasiun Tangerang. Keadaan di stasiun ini nggak terlalu ramai karena banyak anker yang sudah turun di stasiun sebelumnya. Biasanya saya tiba di Stasiun Tangerang pukul 07.24 WIB dan melanjutkan perjalanan ke tempat kerja menggunakan ojek online.
Sejujurnya berangkat kerja di hari Senin dengan KRL lelahnya dua kali lipat dibandingkan hari-hari lainnya. Mungkin karena jumlah penumpang yang naik lebih banyak dari biasanya, ya.
Intinya, kalau kalian nggak ahli, jangan coba-coba meniru adegan berbahaya yang saya lakoni di atas, deh. Apalagi ada berita beberapa rangkaian gerbong kereta akan dipensiunkan. Waduh, gimana nasib saya dan anker lainnya setelah ini, nih?
Penulis: Kania Ramadhanika Fajri
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Teruntuk Penumpang KRL Jogja-Solo, yang Pura-pura Tidur, Mbok ya Nuraninya Lho.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.