Provinsi NTT belakangan ini sedang banyak disorot warga +62 lantaran gubernurnya membuat kebijakan baru terkait jadwal masuk anak SMA yang ditetapkan pukul 05.30 WITA (04.30 WIB di Jawa). Tapi, kali ini saya nggak akan mengomentari hal tersebut. Saya justru ingin mereview salah satu transportasi anak-anak sekolah di NTT, yaitu angkutan umumnya atau mereka biasa sebut oto bemo (oto artinya mobil).
Sebagai orang yang lahir dan besar di Jawa Timur, naik oto bemo di NTT adalah salah satu pengalaman menggembirakan yang pernah saya rasakan. Sebab, bemo yang ada di NTT berbeda dengan yang ada di Surabaya dan Jawa pada umumnya. Menurut saya oto bemo di NTT itu unik dan menarik.
Kalau kita naik oto bemo di NTT rasanya nggak seperti sedang naik angkutan umum, melainkan seperti berada di dalam diskotek. Saya mengatakan diskotek bukan dalam pengertian negatif, ya Gaes, melainkan karena vibes di dalam oto bemo mengingatkan saya pada suasana diskotek yang gemerlap dan ceria.
Tampilan bemo di NTT
Perbedaan mencolok antara bemo di Jawa dengan yang ada di NTT adalah tampilan luarnya. Jika di Jawa bemo adalah mobil mini van dengan tampilan standar dan cat yang hampir selalu seragam. Di NTT, oto bemo dipoles menjadi mobil yang meriah. Ada banyak aksesori tambahan yang melekat pada oto bemo. Mulai dari velg besar, antena yang dipasang mengelilingi mobil, bumper yang dimodifikasi agar terkesan gahar, hingga lampu warna-warni.
Menariknya, nggak semua aksesori tersebut berfungsi. Misalnya saja antenanya. Saya pernah bertanya ke konjak (sebutan untuk kondektur di Kupang) mengenai jumlah antena di bemo yang banyak sekali. Kakak konjak bilang antena tersebut sebenarnya nggak berfungsi, dan hanya digunakan sebagai aksesori. Biar terlihat keren dan meriah saja gitu. Pokoknya harus tampil heboh supaya dilirik penumpang.
Nggak hanya itu, lampu-lampunya juga nggak semua berfungsi. Biasanya lampu yang berderet di bawah bumper adalah aksesori belaka. Akan tetapi, lampu jalan dan lampu berwarna yang terpasang di interior mobil berfungsi dengan baik. Jika siang hari, lampu-lampu tersebut terlihat biasa saja. Tapi begitu malam tiba, lampunya langsung terlihat gemerlapan, mirip lampu yang biasa kita lihat di diskotek.
Body luarnya juga nggak polosan seperti angkutan yang biasa ada di Jawa, namun diberi stiker dan kalimat-kalimat lucu yang akan membuat kita tertawa ketika membacanya. Kalau nggak sampai ngakak, minimal tersenyum tipis-tipislah. Memang kreatif para pemilik oto bemo di NTT, nggak kalah kreatif dengan sopir truk di Jawa.
Interiornya harus heboh
Nggak hanya tampilan luarnya yang meriah. Interior di dalam oto bemo juga heboh. Jarang saya temui ada yang kosongan di Kupang ataupun Flores. Minimal selalu ada sound system yang suaranya menggelegar. Kalau belum terbiasa, telinga kalian akan terasa sedikit budek. Dan satu lagi yang paling ikonik adalah musik yang diputar.
Orang NTT, sepertinya juga mayoritas orang Indonesia bagian timur (tolong dikoreksi jika saya salah), sepanjang yang saya amati lebih tertarik dengan musik DJ remix atau musik-musik yang ada rapnya. Jarang saya temui ada yang memutar dangdut. Mereka memang tertarik juga dengan musik yang bergoyang, tapi bukan dangdut panturaan, melainkan lebih seperti musik Melayu. Contohnya lagu “Sedon Lewa Papan”. Nggak terdengar seperti dangdut pantura, kan?
Kembali ke soal oto bemo, musik di dalamnya biasanya akan diputar dengan suara yang keras, makin nge-bass makin asyik. Sekalipun misalnya lagu yang diputar genrenya melow, volumenya tetap dibuat tinggi. Pokoknya suaranya harus terdengar sampai ke luar jendela, agar orang di jalan tahu ada bemo lewat.
Di NTT, kualitas sound dan kemeriahan bemo adalah kunci. Keduanya punya peran penting membuat penumpang tertarik untuk naik. Mungkin itu juga sebabnya banyak oto bemo di NTT berlomba-lomba menaruh banyak aksesori. Selain sound, mereka juga meletakkan boneka, kipas angin lucu, pokoknya apa saja yang akan membuat mobilnya nampak meriah.
Sekilas memang terlihat penuh sesak dengan aksesori, tapi kursi penumpangnya dibuat nyaman, kok. Penumpang masih bisa duduk berhadapan. Meskipun kalau kaki kita jenjang akan sedikit bersentuhan dengan penumpang lain, sih, tapi hal tersebut masih dalam taraf wajar. Toh, umumnya bemo di Jawa juga demikian. Catatan tambahan, menurut saya orang NTT ramah dan mudah tersenyum. Momen bersenggolan kaki tanpa sengaja di dalam bemo bisa membuat penumpang saling tertawa. Uwu, deh.
Pengalaman yang seru
Saya pernah naik oto bemo dari Halte Kupang menuju ke Oeba (seingat saya bemo nomor 3) menjelang gelap. Duh, suasananya mirip di Holywings. Lampunya kelap-kelip, musiknya DJ Remix dengan selingan terompet, dan konjaknya ikutan menggelengkan kepala sambil bernyanyi tipis-tipis. Sesekali para penumpang ikut bersenandung sambil tersenyum kecut ketika mendapati lirik lagu nelangsa yang mungkin mirip dengan kisah hidupnya. Duh, atmosfernya Holywings banget, kurang minuman keras saja ini, mah.
Di NTT, bemo ditandai dengan nomor atau angka, mulai dari 1, 2, dan seterusnya. Akan tetapi, orang-orang di sana biasa menyebutkan lampu 1, lampu 2, dst. lantaran angka yang dipasang di atas bemo tersebut bisa menyala seperti lampu.
Saya naik oto bemo sesaat sebelum pendemi Covid merajalela di Indonesia, seingat saya tarifnya masih Rp4 ribu sekali jalan. Jika kalian berkesempatan mengunjungi NTT, silakan mencoba naik oto bemonya. Saya jamin kalian akan mendapatkan pengalaman seru.
Sayangnya, kabarnya saat ini oto bemo di Kupang (atau di NTT secara umum) jumlahnya makin berkurang, apalagi setelah harga BBM makin tinggi. Saya benar-benar berdoa semoga oto bemo bisa berjaya kembali.
Selain itu, alangkah lebih baik lagi jika Pak Gubernur yang meminta anak-anak pergi ke sekolah pukul 05.30 pagi menjalin kemitraan dengan pemilik oto bemo. Jadi nantinya adik-adik berangkat sekolah naik bemo gratis dan seluruh biayanya ditanggung pemerintah NTT atau dibayar langsung oleh Pak Gubernur. Program ini jelas lebih menarik daripada meminta anak sekolah berangkat pagi-pagi, sementara pejabat negaranya “boleh” berangkat siang-siang, kan?
Penulis: Tiara Uci
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Mengenang Salah Satu Transportasi Jadul: Bemo.