Apa persamaan BEM Unesa dengan Eden Hazard di musim terakhirnya bersama Real Madrid? Betul, sama-sama nggak ngapa-ngapain.
Dulu, ketika saya pertama kali masuk ke Unesa, saya bercita-cita ingin menjadi fungsionaris BEM kampus. Bayangan saya, menjadi bagian dari badan eksekutif nomor satu di kampus itu tampaknya menjadi kebanggan tersendiri bagi setiap mahasiswa. Sebab, selain bisa mengembangkan soft-skill, itung-itung juga bisa terkenal. Wajar, siapa coba yang tidak mau punya banyak relasi dan dikenal oleh banyak mahasiswa satu kampus itu.
Namun, sepertinya cita-cita saya terlalu tinggi untuk menjadi anggota BEM. Sebab, menjadi fungsionaris BEM kampus ternyata tidak sesangar itu. Apalagi BEM Unesa, badan eksekutif nomor satu di kampus saya itu malah “bertapa” selama satu periode. Dan, sama sekali tidak memberikan dampak apa-apa ke mahasiswa.
Padahal, menurut saya, BEM di perguruan tinggi seharusnya menjadi ujung tombak perjuangan mahasiswa, mewakili aspirasi, dan menjadi penggerak berbagai aktivitas kreatif. Sayangnya, tidak semua BEM berjalan sesuai harapan itu. Bahkan, ada BEM yang sepertinya lebih suka berpartisipasi dalam Mannequin Challenge selama satu periode. Dan, saya katakan, itulah BEM Unesa di periode 2023 lalu. Batin saya, “Oh! Seperti ini, ya, rasanya punya BEM yang nggak ngapa-ngapain”.
Sekelas BEM punya program kerja kok anyep
Menjadi bagian dari BEM, seharusnya menjadi lembaga kreatif dan proaktif dalam menciptakan program kerja yang memberikan manfaat bagi mahasiswa. Namun, nyatanya, BEM Unesa lebih suka menggunakan “Copy-Paste” daripada menciptakan ide dan gagasan segar. Malahan, program kerja yang diberikan terkadang terasa seperti template yang dipakai berulang kali. Seolah, hanya mengganti label nama acara dan tanggal saja.
Misalnya, dari materi seminar, topik diskusi, hingga kegiatan sosial, semuanya terasa seperti monoton dan itu-itu saja. Bahkan, peran advokasi dalam menggaet aspirasi yang sangat dibutuhkan oleh mahasiswa Unesa di tengah hiruk-pikuk perkuliahan, seolah-olah mati. Mungkin, kalau saya tafsir, ada panduan tersembunyi yang mengajarkan cara membuat program kerja BEM Unesa ini dengan mudah. Yaitu ambil program tahun lalu, ganti beberapa kata, dan voila, Program kerja baru sudah terbentuk untuk periode ini.
BEM kampus rasa jasa promosi
Kalau kita melihat BEM-BEM lain yang vokal seperti BEM UGM, UI, dan Unibraw, BEM Unesa memang harus minder dan mengaku kalah. Sebab, menjadi BEM kampus seharusnya menjadi wakil dari mahasiswa yang menyuarakan hal-hal penting di tengah kehidupan sosial, bukannya malah menjadi agen promosi yang sering mengajukan tawaran paid promote. Bahkan, tidak jarang, BEM Unesa justru lebih sibuk menjajakan proposal iklan daripada mempromosikan sikap kritis menghadapi isu-isu sosial. Pokoknya, semuanya diolah menjadi potensi dana untuk BEM, deh.
Bisa jadi, saya rasa ini bukan lagi karena semangat kewirausahaan mereka. Melainkan karena program kerja yang seolah-olah sudah “ditanamkan” bahwa BEM hanya bisa berfungsi dengan adanya dana. Rasanya, agak aneh jika BEM, apalagi BEM Unesa lebih sering bersinggungan dengan dunia bisnis dan promosi daripada dengan mahasiswa yang seharusnya menjadi fokus utamanya.
Kalau saya boleh sebut, BEM Unesa bukan lagi garda terdepan nalar kritis, tetapi garda terdepan nalar bisnis.
Baca halaman selanjutnya
Satu musim nggak ngapa-ngapain, kayak Hazard