Sanitasi di Jakarta Selatan menjadi permasalahan besar yang perlu diselesaikan. Selain nggak enak dipandang karena lingkungan yang terlihat kotor, hal ini bisa menjadi sarang penyakit yang menimbulkan permasalahan baru. Salah satu masalah besar yang saya soroti selama tinggal di Jaksel adalah kondisi selokan yang begitu memprihatinkan.
Ternyata bau selokan Jaksel nggak seharum citranya di media sosial. Gedung yang menjulang tinggi, tempat para karyawan necis yang wangi, sampai pusat muda-mudi mencari jati diri berbanding terbalik dengan keadaan selokannya yang jauh dari kata asri.
Memang sih di daerah mana pun nggak ada selokan yang kondisinya bersih dan jernih. Namanya juga saluran pembuangan. Namun, kotornya selokan di Jaksel sudah dalam taraf another level alias perpaduan antara kotor, berbau, berwarna, dan berisi timbunan sampah.
Nggak mengenal tempat
Anehnya, selokan yang kotor ini nggak mengenal tempat. Entah di pusat kota, perumahan elite, sampai daerah kantor pemerintahan sekalipun semuanya punya kondisi yang sama. Kebetulan di Jaksel saya bekerja berkeliling seluruh wilayah, jadi saya sendiri bisa memvalidasi bahwa hampir semua selokan di Jaksel kondisinya memprihatinkan.
Semua selokan punya satu karakteristik yang sama, yaitu bau limbah rumah tangga yang khas. Kalau diminta mendeskripsikan bagaimana baunya, mungkin gambaran yang bisa saya berikan adalah bau yang terdiri dari campuran sampah organik dan kimia bercampur dengan air selokan.
Coba bayangkan kalian sedang berhenti di lampu merah dengan motor, kemudian selokan di samping kalian berbau nggak enak, tentu saja hal tersebut menjadi polusi udara yang cukup mengganggu. Nggak berhenti di situ, saya yang punya keseharian berkeliling di wilayah elite sekalipun tetap diberikan pengalaman yang sama. Bangunan rumahnya begitu megah, tapi saat saya harus survei di sekitar selokan depan rumahnya, semua berubah 180 derajat.
Saya pikir warga di Jaksel memang sudah kebal dengan bau selokan seperti ini sampai nggak merasa ada yang salah. Nah, masalahnya saya yang merupakan pendatang tentu saja baru pertama kali merasakan pengalaman seperti ini.
Aneh rasanya melihat tikus-tikus berbadan jumbo lalu-lalang dengan bebas di selokan. Pemandangan yang jarang saya temui di tempat asal saya, Jogja. Kalaupun ada, bau selokan di Jogja nggak semenyengat di Jaksel.
Selokan memang kotor, tapi selokan di Jaksel kotornya luar biasa
Saya seratus persen paham dan sadar bahwa selokan memang saluran pembuangan yang tentu saja jauh dari kata bersih. Tapi, kondisi selokan di Jaksel begitu kontras dengan kualitas bangunan dan image elite di dalamnya. Anggap saja selokan memang diwajarkan kotor, tapi mbok ya tumpukan sampah dan baunya bisa lebih dikondisikan.
Jakarta sendiri punya pekerja khusus yang disebut pasukan oren. Mereka memang punya tugas spesifik, yaitu menjaga kebersihan lingkungan. Namun, keberadaan mereka tetap belum bisa membendung kesadaran warga sendiri yang sepertinya memang sudah terbiasa membuang apa pun ke selokan.
Lagi-lagi permasalahan seperti ini memang harus dimulai dari kesadaran warganya sendiri. Seharusnya image elite yang dimiliki Jaksel harus tercermin pada perilaku sehari-hari warganya. Jangan sampai pemandangan gedung-gedung tinggi yang sudah cukup memanjakan mata harus rusak karena adanya bau sampah yang kurang sedap.
Saya yang sehari-hari berkutat dengan berjalan kaki di sekitar selokan harus menyesuaikan kondisi bau selokan di Jaksel yang berbeda dengan selokan di kota-kota lainnya. Lama-kelamaan hidung saya juga kebal dan mungkin ini yang dialami warga Jaksel.
Saya pikir permasalahan ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau pekerja kebersihan saja. Kesadaran dari tingkat terbawah, yaitu warga Jaksel, juga perlu digalakkan agar permasalahan selokan di sini bisa bertahap terselesaikan. Baunya memang unik sih, tapi kalau bisa jangan keunikan seperti ini yang dipelihara. Malu lah, Bro~
Penulis: Muhammad Iqbal Habiburrohim
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Melihat Sisi Gelap Jakarta Selatan yang Terkenal Berkelas dan Elite.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.