Tiap kali ada kesialan yang menimpa Barcelona, Real Madrid akan dituduh jadi pelakunya. Bukan Joan Laporta yang akan diarak, tapi Florentino Perez lah yang jadi sasaran.
Setiap kali ada postingan tentang kasus Dani Olmo, di situlah ada komen bahwa La Liga adalah anak buah Madrid. Javier Tebas, orang memuakkan yang jelas tak akur dengan Perez, dianggap oleh para fans Barcelona sebagai anak buah Perez. Intinya, Barcelona vs dunia.
Dunia uopooooh. Wong kok pede temen, merasa pusat dunia.
Masalah keuangan Barcelona itu bukan hal yang baru. Joan Laporta tiap musim selalu menarik tuas-tuas apalah itu demi mendaftarkan pemain. Krisis ekonomi yang ada tidak diselesaikan, tapi memaksa untuk tetap relevan. Akhirnya, tiap musim masalah yang sama terulang, dan bikin Barca jadi bahan guyonan di internet, ketiga setelah MU dan blunder ETI.
Saya tahu, tim sekelas Barca tentu saja harus berusaha untuk bertarung di kasta tertinggi. Bagaimanapun, uang yang didapat dari kompetisi itu tidak sedikit, dan harus diupayakan. Tetapi jika krisisi tidak diselesaikan dengan cara yang masuk akal serta masih memaksa ini-itu, saya yakin krisis ini akan berlangsung lama dan akhirnya bikin Barca bangkrut beneran.
Sebagai fans Madrid, saya kok nggak rela kalau Lamine Yamal dijual Barcelona untuk menghindari kebangkrutan. Yamal memang menakutkan, dan saya tak pernah bahagia melihat dia mengobok-obok Madrid. Tapi kalau dia pergi karena masalah Barca yang ini, saya sama sekali nggak rela.
Barca memang rival, tapi mereka adalah musuh yang harus kalian beri respek.
Barcelona di bawah Laporta tak lebih mendingan
Kita harus sepakat, krisis Barcelona sekarang itu bukan salah Laporta, tapi Bartomeu. Hanya saja, tangan Laporta tak serta merta bersih tanpa noda. Kebijakan tuas-tuas ini tak lagi sebagai langkah putus asa untuk menyelamatkan diri, tapi malah semacam langkah populis semata.
Sekarang bayangkan, sekelas Barcelona jualan kursi. Kan konyol.
Laporta tetap melakukan tarik tuas-tuas ini tiap musim, demi memperkuat skuat. Bahwa langkah ini diperlukan, saya setuju. Tapi kalau tiap tahun hanya ini yang dilakukan, kok rasanya kayak nggak bakal selesai ya masalahnya.
Jujur saja sebagai orang luar, saya susah untuk relate dan bingung dengan krisis ini. Saya fans Real Madrid, tiap tahun disuguhi berita positif tentang keuangan Madrid. Seperti salary caps tertinggi, nggak pernah bermasalah dengan transfer. Gaji pemain ya masuk akal, pemasukan ya bagus, transfer keluar pemain kerap tidak merugi.
Yang saya bingungkan itu cuman satu: kenapa Barcelona tidak bisa seperti Madrid, padahal sama-sama tim besar?
Tak boleh menyalahkan Messi
Tentu saja saya terganggu dengan tuduhan-tuduhan tidak bermutu dari fans terhadap Madrid. Lha ndasmu, timmu sing kocak, kenapa harus tim lain yang bertanggung jawab?
Sudah jadi rahasia umum kalau gaji pemain Barcelona itu kelewat tinggi. Saya nggak perlulah bawa-bawa gaji Messi. Kalian pun tak seharusnya mengutuk Messi, karena tetap yang salah ya direksi. Kalau saya jadi Messi, katakanlah tiba-tiba disodori kontrak dengan gaji 10 kali lipat gaji saya sekarang, ya saya terima. Bodo amat keuangan kantor kayak apa, kan bukan urusan saya. Itu kerja direksi, bukan urusan saya.
Kalian minta Messi memahami keuangan klub? Yo nggak apa-apa, tapi ya ngapain ngegaji pemain fantastis kalau neraca keuanganmu kacau. Petinggi yang kocak, kenapa karyawan yang disalahin?
Wahai fans Barcelona, menyalahkan Madrid terus-terusan hanyalah bikin kalian makin jadi bahan olok-olok terbaik. Sudahlah, fokus ke tim kalian sendiri. Kutuk direksi kalian sendiri. Saya sih cuman ketawa aja ngeliat atraksi tolol kalian. Mbok ya jangan jadi fans yang menyedihkan dan sukanya menyalahkan tim lain.
Masak ya kalian mau terus-terusan bela Laporta yang tiap tahun atraksinya sama dengan menyalahkan Tebas dan Madrid? Kok lucu sampeyan.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.a