Nggak perlu diragukan lagi bahwa saat ini aplikasi TikTok sangat digandrungi oleh masyarakat dunia. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, pemain bola, ibu-ibu, bapak-bapak, dan berbagai kalangan lainnya sudah mulai lihai memainkan aplikasi yang satu ini. Konten-konten yang disuguhkan pun beragam, mulai dari hiburan, olahraga, musik, agama, horor, joget-jogetan, sampai konten prank yang sangat nggak jelas.
Sejujurnya, sampai detik ini saya belum pernah mengupload video ke TikTok karena saya nggak punya aplikasinya. Pernah saya iseng untuk mendownload aplikasi TikTok, namun satu hari kemudian langsung saya hapus karena saya malas untuk menggunakannya. Selain itu, saya juga pernah dimintai bantuan oleh teman saya untuk mendownload aplikasi TikTok versi lite untuk mendapatkan uang guna sponsorship. Hah? Gimana ceritanya? Saya juga sama sekali nggak ngerti, mungkin kalian pernah mengalaminya seperti saya.
Oke, balik lagi!
Hal pertama yang terbesit dalam kepala saya tentang TikTok adalah konten joget-jogetan yang nggak jelas karena yang sering nongol di beranda medsos saya ya seperti itu. Melihat konten joget yang ada di TikTok membuat saya merasa cringe dan geli. Meskipun pada akhirnya saya menyadari bahwa konten-konten di TikTok nggak hanya seputar joget atau prank nggak jelas. Cukup banyak konten bermanfaat lainnya asalkan kita dapat memilah dan memilih.
Yang membuat saya heran saat ini adalah banyak anak-anak—yang bahkan masih di bawah lima tahun alias balita—yang sudah lihai memainkan aplikasi TikTok. Selain pandai menonton video TikTok dengan tangannya sendiri, mereka juga bisa membuat video TikTok sendiri, Cuy. Melihat tingkah balita yang seperti itu membuat saya ingat masa-masa kecil dahulu. Di umur segitu, boro-boro main TikTok, hape saja belum dikasih. Pertama kali saya dikasih hape saat kelas 5 SD, itu pun belum secanggih zaman sekarang. Ya iyalah kan namanya juga zaman dulu, Bos. Tapi saya merasa bersyukur karena dulu di saat umur 5 tahunan masih sibuk bermain bersama teman-teman, bukan bermain bersama robot.
Para orang tua zaman sekarang, entah terlalu sayang dengan anaknya karena memberikan hape pada si buah hati walau masih kecil atau mereka justru nggak peduli sehingga memberikan hape agar anaknya nggak rewel? Tanpa menunggu jawaban dari para orang tua, terutama mamah-mamah muda, saya yakin bahwa alasan mereka memberikan hape pada anaknya ya karena sayang dong sama anaknya. Masa anak-anak lain dikasih hape, tapi anak gue nggak? Kan kasihan.
Saya amat mengerti kasih sayang seorang ibu itu nggak ada batasnya. Apa pun hal yang dapat membuat si anak bahagia pasti akan dilakukannya, termasuk memberikan akses untuk sang anak memainkan hape yang bahkan belum terlalu dibutuhkan. Meskipun saya belum merasakan menjadi orang tua, sebagai seseorang yang sudah bisa dikatakan dewasa, saya amat gelisah, resah, dan prihatin melihat anak-anak sekarang sudah menjadi generasi nunduk sedini mungkin.
Nggak masalah kalau hape tersebut digunakan untuk hal-hal yang positif seperti mendengarkan lagu-lagu anak, belajar membaca, atau hal lainnya. Tapi, kalau yang diberikan malah hal yang membuat anak kecanduan, kan bisa bahaya juga untuk perkembangan ke depannya. Apalagi jika sang anak mengonsumsi konten-konten yang semestinya nggak untuk dilihat. Seperti beberapa waktu yang lalu ketika saya pergi ke warung, dua anak sang pemilik warung sedang duduk di pelataran sambil memegang hape masing-masing. Dan tebak apa yang dilihat mereka? Ya, mereka sedang bermain TikTok, yang dari suaranya saja saya sudah menebak konten apa yang sedang mereka tonton.
Bahkan, saya bisa bertaruh adik-adik kalian atau sepupu-sepupu kalian atau tetangga-tengga bocil kalian pasti sudah nggak asing lagi dengan dunia per-TikTok-an, kan? Coba saja pergi keliling kampung atau iseng naik angkutan umum saat ibu-ibu berbelanja ke pasar membawa sang buah hati. Di dalam angkutan, pasti sang anak sedang memegang hape sambil nonton video TikTok atau setidaknya bermain game.
Saya sama sekali nggak mendiskreditkan aplikasinya. Justru karena TikTok sangat digandrungi, berarti menandakan bahwa aplikasi ini memang berkualitas. Namun, lagi-lagi penggunanya lah yang bertanggung jawab atas segalanya. Dalam hal ini, orang tua lah yang bertanggung jawab atas segala yang dilakukan anaknya.
Seorang anak balita yang sudah pandai menggunakan gadget justru merupakan sesuatu yang bagus, bisa mengerti teknologi sedini mungkin, dan itu tanda kemajuan generasi dong seharusnya. Namun, kalau teknologi tersebut nggak digunakan sebagaimana mestinya untuk ukuran anak kecil, ini bisa menjadi ancaman tersendiri bagi generasi mendatang. Anak-anak akan tumbuh menjadi generasi pemalas dan pemarah. Di mana anak-anak saat ini jikalau hapenya direbut, maka akan menjadi tantrum. Lagi-lagi, di sini peran orang tua menjadi sangat vital. Orang tua perlu mengawasi penggunaan gadget anaknya serta membatasi penggunaannya.
BACA JUGA Konten TikTok Perempuan Pakai Baju PKB, Bikin Netizen Pengin Gabung Meski Nggak Jelasin Ideologi Partai dan tulisan Erfransdo lainnya.