Shox Rumahan tak hanya memutus hubungan kerja, tapi juga memutus hak karyawan paling dasar, yaitu pesangon utuh
Winter Tech menjadi obrolan seru, sebab semua orang menjadi saksi robohnya menara babel bisnis start up. Dari start up gurem yang namanya asing, sampai raksasa yang dekat dengan pemerintah. Gelombang PHK menyempurnakan kekacauan yang hampir sempurna ini. Para saksi memandang ngeri fenomena PHK massal ini. Tapi yang lebih ngeri bukanlah menjadi saksi, namun menjadi bagian dari barisan PHK itu sendiri.
Saya dan 162 orang adalah bagian dari barisan PHK itu. Saya harus mencecap pil pahit realitas. Ketika perusahaan tempat saya bekerja sudah tidak mampu menaungi. PHK dan kesedihan ini jelas nyata bagi kami. Tapi ada kebingungan dan amarah. Ketika proses PHK dan pertanggung jawaban perusahaan tidak jelas. Saya mencoba menahan diri dalam kalimat tadi. Realitanya lebih dari tidak jelas.
Daftar Isi
Shox Rumahan membawa janji
Shox Rumahan, itulah perusahaan saya lebih umum dikenal. Nama resminya sih PT. Soyaka Cerdas Kaya. Perusahaan saya ini cukup unik. Shox Rumahan adalah E-commerce, namun berbasis komunitas. Mengedepankan metode arisan sebagai salah satu alat pembayaran, Shox Rumahan menyasar para ibu rumah tangga.
Sistemnya sih simpel. Para “bunda” ini membuat kelompok arisan. Selaku kepala, mereka membuat pesanan barang melalui aplikasi kami. Di dalam aplikasi, ada pilihan metode pembayaran tunai dan arisan. Nah, aplikasi secara otomatis akan membagi pembayaran tiap bulan sesuai dengan jumlah arisan yang dipilih. Yang membuat menarik, aplikasi tidak mewajibkan setiap peserta arisan membeli barang yang sama. Jadi bisa saja Anda membeli kasur dan teman arisan membeli lemari. Tentu uang arisan tiap bulan disesuaikan dengan barang yang dibeli.
Efek dari sistem ini tidak hanya dinikmati anggota. Kepala arisan juga mendapat insentif dari memimpin arisan. Wajar, karena mendapat penghasilan menjadi salah satu nilai jual Shox Rumahan. Kehadiran pada masa pandemi juga menjadi kesempatan bagi Shox Rumahan untuk makin moncer.
Model bisnis ini banyak dipertanyakan, terutama masalah manajemen risiko. Tapi tetap saja seksi dan menarik. Buktinya Shox Rumahan terus mendapat suntikan modal sampai series A. 79 miliar rupiah diterima Shox Rumahan dari berbagai investor, termasuk AC Ventures dan Teja Ventures. Tentu ini menjanjikan masa depan yang cerah. Tapi benarkah demikian?
Habis dapat modal, terbitlah PHK massal
Pada 17 Februari adalah hari penentuan bagi status karyawan saya. Hari itu, saya membantu tim QA untuk memastikan aplikasi baru Shox Rumahan sudah minim bug. Maklum, saat itu tim kami belum mendapat QA baru. Sehingga saya selaku UX Writer ikut membantu demi kelancaran rilisan baru kami. Siangnya, saya menerima kabar untuk melakukan Gmeet.
Dan benar, meet kali ini adalah penyampaian keputusan PHK bagi saya. Dijelaskan juga hak yang saya peroleh. Dari pesangon sampai gaji prorata mengikuti sisa cuti saya. Puji Tuhan, saya dapat hak utuh. Ternyata saya tidak sendiri. Selama Februari, ada beberapa kali pemecatan. Sampai tanggal 22, ada puluhan karyawan dipecat dengan alasan efisiensi. Semua dengan perolehan hak utuh. Alias menggunakan pengali satu dalam penghitungan pesangon.
Tapi PHK sebelumnya hanya angin kencang sebelum badai. Pada 25 Februari, C-Level kami melakukan town hall, alias mengumpulkan seluruh karyawan. Saya sih tidak ikut, toh hari Sabtu, saya libur, apalagi saya sudah dipecat. Namun tiba-tiba saya mendapat email. Berisi surat PHK serentak kepada seluruh karyawan Shox Rumahan karena perusahaan pailit.
Saya scroll-scroll email itu. Tidak ada bukti pailit selain pernyataan di badan surat. Lalu apa buktinya Shox Rumahan sudah pailit? Mana keputusan pengadilan niaga? Hari demi hari berlanjut. Tanpa ada kejelasan masalah PHK massal ini. Tidak ada surat PHK personal. Dan bagi yang murni di-PHK pada tanggal 25, tidak ada kejelasan pesangon.
Perusahaan seenaknya, karyawan kecewa
Beberapa karyawan mulai kehabisan kesabaran. Mereka mendatangi Disnaker Jakarta, tempat kantor pusat Shox Rumahan berada. Atas anjuran bapak Hotma Sitompul yang selama ini jadi mediator Disnaker, beberapa karyawan inisiatif mengirim surat kepada perusahaan. Tujuannya untuk minta kejelasan tentang status mereka.
Akhirnya Vyani Manao, CCO Shox Rumahan, menemui kami via Zoom Meeting pada 17 Maret. Saya rasa tidak perlu untuk menceritakan kekacauan yang terjadi. Tapi pada intinya Vyani berjanji akan menyelesaikan sengketa ini, dan surat PHK individu serta hak karyawan PHK periode sebelumnya akan dikirim pada 23 Maret. Bisa dimaklumi karena seluruh karyawan sudah dipecat. Tapi tetap saja membuat muak. Hampir satu bulan karyawan pecatan tanggal 25 Februari menanti surat PHK. Tanpa kejelasan, dan tanpa pekerjaan.
Akhirnya Vyani menepati janji. Saya dan korban PHK sebelum 25 Februari mendapat penyelesaian hak. Baik yang menerima pesangon, atau tinggal gaji prorata seperti saya. Namun ini tidak manis bagi korban PHK tanggal 25 Februari. Mereka mendapat surat PHK baru yang berisi besaran pesangon. Seluruh karyawan yang mendapatkan surat itu kecewa.
Perusahaan menggunakan skema pengali 0,5. Artinya, pesangon yang diterima hanya 50 persen dari gaji. Beberapa karyawan senior malah merasa pesangon mereka di bawah 50 persen. Alasan pemecatan juga berubah menjadi efisiensi akibat perusahaan merugi selama 2 tahun berturut-turut. Sekali lagi, tanpa kejelasan dan bukti.
Jadi tumbal amarah kepala arisan
Sebut saja namanya Rick. Tim Sales Shox Rumahan ini jadi bagian PHK tanggal 25 Februari. Pikirannya bergelut tentang bagaimana cara menafkahi keluarganya, dan tentu saja tentang kapan pesangon diterima. Yang paling ngeri, harus menghadapi teror dari kepala arisan, padahal dia sudah tidak bekerja lagi.
Ternyata Shox Rumahan tidak hanya memecat karyawan, tapi juga memutus hubungan kerja sama dengan kepala arisan. Tentu kepala yang masih menjalankan arisan menjadi panik. Mereka menuntut refund, dan Rick yang menjadi tameng serta tumbal kemarahan. Tidak hanya itu, Rick juga kehilangan saudara. Karena sebelum kejadian ini, ia sudah akrab dengan banyak kepala arisan. Tapi karena keputusan sepihak perusahaan, tali silaturahmi itu putus.
Ani, tim CS, juga menjadi bagian PHK massal tanggal 25 ini. Ia mengaku kena mental karena mendapat teror dari para kepala arisan. Sedangkan para kepala tidak bisa menghubungi petinggi Shox Rumahan. Tidak main-main, Ani sampai diancam akan dilaporkan ke polisi. Selain itu, Ani kini kesulitan mencari pekerjaan. Apalagi di bulan Ramadan, Ani mengaku akan lebih sulit mencari pekerjaan.
Namun Ani mencoba positive thinking. Ia tetap membantu melayani kepala arisan meskipun sudah dipecat. Sampai ia merasa benar-benar kecewa dengan sikap perusahaan. Padahal Ani dan tim adalah Top Sales. Ani merasa tidak mendapat penghargaan yang pantas.
Dhika tidak hanya merasakan apa yang dirasakan dua orang sebelumnya. Dhika harus tetap berdiri tegak meskipun kena PHK dan diteror para kepala arisan. Pasalnya, Dhika akan menyongsong kelahiran buah hati pertamanya. Setelah terpaksa bungkam agar tidak mengecewakan istri, Dhika harus bicara. Sang istri menjawab, “Gapapa, tenang saja. Kita berjuang kembali seperti biasa.”
Ucapan itu menggugah hati Dhika. Ia sadar kalau masih ada kesempatan berjuang. Begitu pula dengan Ani, Rick, dan karyawan korban PHK lain.
Sejak setelah PHK massal, ex-karyawan Shox Rumahan sudah mulai bergerak. Selain mendatangi Disnaker, mereka juga mencari bantuan hukum. Begitu pula teman-teman di Jogja. Mereka berkonsultasi pada saya tentang ini. Akhirnya saya kenalkan mereka pada Arsiko Daniwidho Aldebarant, ketua Perhimpunan Bantuan Hukum & HAM Indonesia (PBHI) Yogyakarta.
Akhirnya korban PHK yang menolak keputusan perusahaan ini bergolak. Tiap daerah mulai muncul gerakan yang didasari oleh kekecewaan pada sikap Shox Rumahan. Mereka membuat surat pernyataan sikap, mengumpulkan tanda tangan, menekan perusahaan, dan terus berkomunikasi. Tujuannya sederhana: Mendapat pesangon 100 persen dan hak lain. Karena perusahaan tidak bisa membuktikan pailit atau merugi sesuai dengan hukum.
Mereka yang asing dengan hukum, mulai membaca UU Ciptaker. Mereka yang tidak tahu apa itu hukum ketenagakerjaan, kini mengirim permohonan bipartit. Bahkan yang dulu tidak saling kenal, kini berkoordinasi. Saya dan beberapa teman yang sudah mendapat hak tetap terlibat aktif. Saya tidak akan rela ada ketidakadilan antarkaryawan. Satu sakit, semua sakit. Satu untung, semua harus ikutan untung.
Awal dari proses yang panjang
Ini adalah awal dari perjuangan ex-karyawan Shox Rumahan. Dan saya dengan PD bilang ini jadi contoh baik bagi karyawan startup. Selama ini, kita yang paling rentan PHK sepihak tanpa kejelasan hak, dan ex-karyawan Shox Rumahan menunjukkan kalau karyawan startup juga bisa memperjuangkan hak. Bahkan harusnya lebih jago karena kita menguasai dunia digital.
Entah apa yang terjadi esok. Kami tentu berharap perjuangan ini membuahkan hasil. Dan segala pihak yang dirugikan, terutama kepala arisan, juga segera mendapat penyelesaian hak mereka. Mungkin ini akan cepat, atau akan panjang. Biar saja, kami sedang ingin merebut hak.
Kami akan berjuang keras agar hak kami diberikan sesuai dengan yang seharusnya. Ada kepala keluarga, ada tumpuan keluarga, ada yang bergantung hidupnya dari pekerjaan. PHK, seharusnya paku terakhir yang menancap. Jangan sampai mereka harus merasakan perasan jeruk di luka mereka dengan pesangon yang tak dibayar tuntas.
Perjuangan, memang butuh waktu yang panjang dan usaha yang keras. Ingat, suara anggota keluarga yang haknya dirampas sanggup mengetuk langit. Ketika langit bertindak, tak ada yang tak mungkin.
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA PHK Massal di Dunia Startup: Badai Ini Belum Akan Berakhir