ADVERTISEMENT
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Aura Miskin Stasiun Pasar Senen Jakarta Sudah Lenyap dan Nggak Kalah dari Stasiun Gambir

Kenia Intan oleh Kenia Intan
16 Mei 2025
A A
Stasiun Pasar Senen Jakarta Mojok.co

Stasiun Pasar Senen Jakarta (wikipedia.org)

Share on FacebookShare on Twitter

Stasiun Pasar Senen Jakarta, tempat yang menjadi perjumpaan pertama saya dengan daerah bernama Jakarta. Sebagai fresh graduate yang pertama kali merantau, uang tabungan saya pada waktu itu tidak seberapa, hanya cukup untuk membeli tiket kereta api ekonomi yang berangkat dari Stasiun Lempuyangan Jogja ke Stasiun Pasar Senen Jakarta. Saya yakin banyak orang yang mengadu nasib ke ibu kota relate dengan pengalaman semacam itu. 

Stasiun Pasar Senen atau yang lebih populer dengan sebutan Stasiun Senen adalah stasiun kereta api kelas besar tipe A yang terletak di Jakarta Pusat. Stasiun ini menjadi 1 dari 5 stasiun utama yang terletak di DKI Jakarta yang melayani perjalanan kereta api antarkota. Lebih tepatnya, Stasiun Senen melayani kereta api antarkota kelas campuran, ekonomi premium, dan ekonomi dari/menuju Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. Tempat ini juga melayani kereta api Commuter Line yang beroperasi di Jabodetabek. 

Daftar Isi

  • Stasiun Pasar Senen dalam ingatan saya 
  • Identik dengan stasiun kaum miskin
  • “Aura miskin” Stasiun Pasar Senen tidak bersisa

Stasiun Pasar Senen dalam ingatan saya 

Saya merantau ke ibu kota pada akhir 2018. Sejauh ingatan saya, stasiun dengan kode PSE itu tidak jauh berbeda dengan Stasiun Lempuyangan Jogja. Bangunannya terlihat lawas, tapi terawat. Suasananya ramai, cenderung tidak teratur. Banyak orang lalu-lalang, tidak sedikit yang duduk di lantai (ngemper) bersama barang bawaan mereka karena tidak kebagian kursi. Pada saat itu, jumlah kursi yang tersedia sering tidak sesuai jumlah penumpang yang datang.   

Keruwetan tidak hanya terjadi di dalam area stasiun, kondisi di luar stasiun tidak jauh berbeda. Simpul-simpul kemacetan kerap terjadi karena kendaraan yang sibuk keluar/masuk area stasiun. Terlebih, tempat ini berdekatan dengan Pasar Senen yang ramai itu. Benar-benar mengingatkan saya pada ruwetnya Jalan Lempuyangan yang tepat berada tepat di sisi selatan Stasiun Lempuyangan Jogja. 

Walau ruwet, Stasiun Pasar Senen Jakarta tetap jadi pilihan banyak orang karena lebih mudah diakses dibanding Stasiun Gambir. Padahal jarak dua tempat itu hanya sekitar 5 km. “Lebih mudah diakses” di sini tidak hanya dalam arti harga tiket kereta yang terjangkau, tapi juga akses transportasi umum yang lebih gampang. Dari Stasiun Senen, penumpang bisa menuju berbagai tempat di ibu kota menggunakan transportasi publik yang ramah di kantong seperti KRL dan Trans Jakarta. Sangat cocok untuk kaum mendang-mending yang sayang menghabiskan uang untuk taksi maupun layanan transportasi online. 

Identik dengan stasiun kaum miskin

Masa awal merantau di ibu kota, saya selalu naik/turun di Stasiun Pasar Senen Jakarta ketika hendak pulang ke Jogja. Saya tidak terlalu ambil pusing (atau mungkin tidak relate) dengan selentingan teman-teman tentang stasiun ini. Misal, “Dia mah kelasnya Gambir, bukan Pasar Senen” atau “Sini mah kelasnya Pasar Senen aja, nggak sanggup Gambir,” serta kalimat-kalimat lain yang menunjukkan perbedaan kelas antara Pasar Senen dan Gambir. Prioritas saya pada waktu itu pulang ke Jogja dengan tiket semurah mungkin. Selentingan seputar Stasiun Senen  akhirnya hanya jadi angin lalu.  

Hingga akhirnya, saya punya kesempatan bepergian dari Stasiun Gambir Jakarta. Selentingan bercandaan teman-teman saya menjadi lebih bida dipahami. Gambir dan Senen memang beda. Gambir lebih luas, tertata, dan nyaman. Banyak kursi tunggu sehingga sangat jarang penumpang ngemper. Selain itu, ada banyak sekali gerai makanan tersedia di sana, termasuk merek franchise besar seperti Starbucks, KFC, McDonalds, Solaria. Saya melihat para penumpang kereta (lengkap dengan koper mereka) bercengkrama atau makan dengan lahap di gerai-gerai merek ternama tadi. Terlihat berkelas.  

Stasiun yang berada tepat di sisi timur Monumen Nasional (Monas) itu melayani kereta antarkota kelas eksekutif dan hanya sebagian kecil kelas campuran. Artinya, penumpang yang naik/turun di stasiun ini rela menghabiskan duit ratusan ribu hingga jutaan untuk naik kereta. Bahkan, tidak sedikit kelas kereta yang harga tiketnya bisa bersaing dengan tiket pesawat. 

Pengetahuan saya sampai di situ saja. Saya tidak pernah menarik perbedaan itu menjadi semacam identitas kelas di masyarakat. Tapi, setelah merasakan sendiri vibes Stasiun Gambir dan Stasiun Senen, saya memahami kenapa identitas kelas semacam itu bisa terbentuk. Tampilan penumpang, fasilitas stasiun, gerai-gerai yang tersedia, semuanya berbeda. Stasiun Pasar Senen Jakarta tertinggal jauh dari Stasiun Gambir. 

“Aura miskin” Stasiun Pasar Senen tidak bersisa

Bertahun-tahun berlalu sejak saya pertama kali menginjakkan kaki di ibu kota. Pada akhir 2024 lalu akhirnya saya berkesempatan mampir Jakarta dan turun di Stasiun Pasar Senen. Betapa terkejutnya saya, stasiun yang identik dengan “kaum miskin” itu sudah berubah wajah. 

Secara ukuran sepertinya memang tidak ada perluasan. Hanya saja, penataan yang jauh lebih apik membuat stasiun terasa lebih luas, lebih lenggang. Bahkan, area yang dahulu terbuka, kini sudah ditutup kaca dan dipasang AC. Suasana ruang tunggu jadi jauh lebih sejuk. Jumlah kursi tunggu pun ditambah, jauh lebih banyak sehingga nggak ada lagi orang-orang yang ngemper dengan barang bawaan mereka. Area penumpang KRL pun dipindah sehingga tidak bercampur lagi kerumunan penumpang kereta jarak jauh dan KRL.  

Saya rasa, pengalaman menunggu kereta di Stasiun Pasar Senen Jakarta kini bisa diadu dengan Stasiun Gambir. Sama-sama nyaman dan jauh dari kata ruwet. Penumpangnya juga terlihat lebih teratur. Apa memang benar ya, pasar (dalam hal ini penumpang kereta) akan menyesuaikan wajah fasilitasnya. Atau, mungkin juga, warga yang bisa mengakses kereta api sekarang ini memang lebih terseleksi karena semakin sedikit kereta yang ramah di kantong.  Entahlah, apapun itu, saya bisa bisa melihat Stasiun Senen bukan lagi stasiunnya kaum miskin seperti banyak selentingan selama ini.

Penulis: Kenia Intan
Editor: Intan Ekapertiwi

BACA JUGA “Alun-Alun Tutup” Adalah Dua Kata Lucu yang Kini Terjadi di Alun-Alun Depok

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 19 Mei 2025 oleh

Tags: Gambirpasar senenstasiun gambirstasiun jakartastasiun pasar senenstasiun pasar senen jakarta
Kenia Intan

Kenia Intan

ArtikelTerkait

Kereta Api Serayu, Kereta yang Menguji Kesabaran Penumpang

Kereta Api Serayu, Kereta yang Menguji Kesabaran Penumpang

21 Januari 2024
3 Hal yang Akan Saya Rindukan dari Stasiun Gambir

3 Hal yang Akan Saya Rindukan dari Stasiun Gambir

9 Juni 2022
Jakarta Nggak Ada Keras-kerasnya Buat Orang Cikarang (Unsplash)

Jalanan Jakarta yang Keras dan Tak Ramah Pemula: Naik Ojol Bingung, Naik KRL Tambah Bingung

24 Januari 2024
Tak Ada yang Lebih Tabah dari para Pejuang KRL Jakarta Tarif KRL berbasis NIK

Naik KRL Jakarta di Jam Kerja Adalah Neraka bagi Para Pemula

2 November 2023
Kereta Api Taksaka New Generation: Jangan Pasang Ekspektasi Ketinggian, Kursinya Nggak Nyaman Mojok.co

Kereta Api Taksaka New Generation: Jangan Pasang Ekspektasi Ketinggian, Kursinya Nggak Nyaman

18 Maret 2024
3 Hal yang Akan Saya Rindukan dari Stasiun Gambir

“Dilarang Parkir” dan “Dilarang Berhenti”, 2 Rambu di Depan Stasiun Gambir Jakarta yang Nggak Ada Harga Dirinya Sama Sekali

6 November 2024
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Final Destination Bloodlines Sukses Membangkitkan Kembali Trauma Menahun yang Saya Kubur Dalam-dalam

Final Destination Bloodlines Sukses Membangkitkan Kembali Trauma Menahun yang Saya Kubur Dalam-dalam

Sungai Gajahwong Jogja, Penghubung Antarkampung di Jogja yang Jadi Tempat Berdoa para Pencari Jodoh

Sungai Gajahwong Jogja, Penghubung Antarkampung di Jogja yang Jadi Tempat Berdoa para Pencari Jodoh

Surat Terbuka untuk Pembenci Perantau di Jogja: Hanya Dhemit yang “Pribumi Jogja”, Kalian Bukan!

Jogja Bukan Hanya Milik Warga Lokal, Suara Perantau Juga Penting untuk Kemajuan Kota

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Sarapan Sate di Semarang Memang Aneh, tapi Saya Ketagihan (Unsplash)

Sarapan di Semarang Memang Rada Aneh, tapi Sekarang Saya Bisa Menikmati Bahkan Ketagihan

16 Juni 2025
Derita Lulusan ISI Jogja, Lulus Tak Menjamin Langsung Bisa Menafkahi Diri karena Sarjana Seni Kurang Dibutuhkan Industri

Derita Lulusan ISI Jogja, Lulus Tak Menjamin Langsung Bisa Menafkahi Diri karena Sarjana Seni Kurang Dibutuhkan Industri

13 Juni 2025
Stasiun Cepu Blora, Stasiun Kecil di Jalur Pantura Timur yang Nggak Bisa Disepelekan

Cepu Blora Adalah Daerah Serba Tanggung: Masuk Jawa Tengah, tapi Lebih Dekat dengan Jawa Timur

13 Juni 2025
Sudah Benar Orang Tua Susanti “Upin Ipin” Memilih Jadi Insinyur di Malaysia yang Lebih Menjanjikan daripada Kerja di Indonesia Mojok

Sudah Benar Orang Tua Susanti “Upin Ipin” Memilih Jadi Insinyur di Malaysia, Lebih Menjanjikan daripada Kerja di Indonesia

17 Juni 2025
Ironi Kalimantan Timur: Berdiri di Atas Minyak, tapi Masak Pakai Kayu

Ironi Kalimantan Timur: Berdiri di Atas Minyak, tapi Masak Pakai Kayu

16 Juni 2025
Keruwetan Naik Ojol dari Terminal Arjosari Malang yang Bikin Pusing Penumpang Bus

Keruwetan Naik Ojol dari Terminal Arjosari Malang yang Bikin Pusing Penumpang Bus

17 Juni 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=jxGwBYZnCJg

DARI MOJOK

  • Sri Hastuti, Pelatih Sepak Bola Putri yang Melatih dengan Hati
  • Rasanya Jadi Perantau Mengurus KTP Hilang di Dukcapil Sleman: “Sat-Set”, Lima Menit Selesai, Tidak Ribet Seperti di Tangerang
  • Pertama Kali Punya Mobil Pribadi buat Pamer ke Tetangga, Malah Berujung Repot Sendiri hingga Dijual Lagi
  • 8 Tahun Mengendarai Yamaha Mio Bekas Motor Kakak, Sudah Nggak Cocok buat Pergi Wisata dan Sering Bawa Sial tapi Tetap Berharga
  • Naik Bus Mira karena Pengin Nikmati Perjalanan dengan Harga Murah, Malah Menderita karena “Keanehan” Penumpangnya
  • Pengalaman Pertama Naik Pesawat: Sok Berani padahal Takut Ketinggian, Berujung Malu dan Jadi Aib Tongkrongan

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.