Asisten pribadi kepala daerah itu salah satu jabatan yang hanya cocok ditempati orang tangguh dan satset
Kebijakan unik (untuk nggak bilang aneh) dari seorang kepala daerah itu bukan barang langka. Contohnya, baru-baru ini Gubernur NTT menerapkan masuk sekolah jam lima pagi. Jangankan netizen, saya juga yang kerja di dunia birokrasi ikut geleng-geleng kepala mendengar kebijakan tersebut. Halo, Pak, sehat?
Tapi ada yang lebih menderita ketimbang kita semua terkait kebijakan “unik” dari kepala daerah. Yang lebih menderita yaitu asisten pribadi (aspri) kepala daerah. Orang yang tiap hari mendampingi kepala daerah yang kadang menerapkan kebijakan unik. Sudah kebayang belum bagaimana menderitanya?
Kalau belum kebayang. Dalam tulisan ini, saya akan merangkum berbagai hal nggak enaknya menjadi asisten pribadi kepala daerah.
Daftar Isi
#1 Jam kerja asisten pribadi kepala daerah tergantung bosnya
Sebagai pekerja, tentu kita ingin segala sesuatunya ideal. Gaji yang ideal, sesuai dengan beban kerja. Atau jam kerja yang sehat, sesuai aturan yang berlaku. Dan jika masih bekerja di luar jam kerja, wajib dikasih upah lembur.
Sayangnya, menjadi aspri kepala daerah itu nggak bisa seideal yang dibayangkan. Jam kerjanya kadang nggak jelas. Tapi yang jelas, jam kerjanya dimulai sejak kepala daerah bangun tidur. Selesainya ketika kepala daerah sudah terlelap.
Sampai beliau bangun lagi.
Kenapa begitu? Sebab aspri harus melayani segala kebutuhan kerja sehari-hari kepala daerah. Terlebih, ketika weekdays. Misal kepala daerah mengikuti apel ASN pada senin jam tujuh pagi. Aspri sudah mengatur pakaian kepala daerah, jadwal apel, dan menjelaskan teks sambutan, minimal satu atau dua jam sebelum pelaksanaan apel dimulai.
#2 Asisten pribadi kepala daerah harus serbabisa
Biasanya nggak ada kriteria jurusan atau pendidikan khusus untuk seorang aspri kepala daerah. Tau nggak alasannya kenapa? Alasannya, karena aspri harus serbabisa. Segala sesuatu yang diperintahkan kepala daerah, harus bisa dilakukan oleh aspri.
Umumnya, kepala daerah itu nggak suka permintaannya ditolak. Apalagi penolakannya dengan alasan nggak bisa. Makanya, bisa atau nggak bisa, permintaan kepala daerah harus bisa dilaksanakan oleh aspri. Bagaimana pun caranya.
#3 Cepat dan tanggap
Bukan cuma harus serbabisa. Aspri juga wajib cepat melaksanakan tugas atau permintaan kepala daerah. Satset, batbet, rampung.
Selain itu, misal ada masalah sepele atau berat terkait protokoler kepala daerah, aspri juga harus tanggap untuk menyelesaikannya. Meskipun tanpa permintaan langsung dari kepala daerah. Sebab, kalau nggak tanggap menyelesaikan masalah, aspri juga yang bakal kena semprot kepala daerah.
#4 Ikutan kena getah
Dilansir dari Katadata, berdasarkan data KPK, sudah ada 176 kepala daerah tersangkut kasus korupsi selama periode 2004-2022. Detailnya, ada 22 gubernur dan 154 bupati/wali kota dan wakil yang berurusan dengan KPK. Data yang nggak begitu mengagetkan bukan?
Dari sekian banyak kasus hukum kepala daerah, tak sedikit juga yang menyeret aspri atau sekretaris pribadinya. Contohnya sekretaris pribadi Eddy Rumpoko (mantan Wali Kota Batu), yang dipanggil KPK dalam kasus OTT (Operasi Tangkap Tangan) suap. Ada lagi dua sekretaris pribadi Andi Merya Nur (mantan Bupati Kolaka Timur) yang turut diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang/jasa.
#5 Capek bepergian ke berbagai tempat
Blusukan mulai populer sejak zaman Pak Jokowi jadi Wali Kota Solo. Kegiatan ini memang cukup efektif untuk mendapatkan hati rakyat. Mengingat, masih banyak masyarakat Indonesia yang sangat antusias ketika bertemu kepala daerahnya. Makanya, kegiatan ini banyak diikuti oleh kepala daerah dari berbagai wilayah di Indonesia.
Selain blusukan, kepala daerah juga melakukan studi banding ke daerah lain. Sebenarnya tujuan studi banding itu baik. Untuk meniru inovasi yang dilakukan oleh daerah lain, agar dapat diterapkan di daerahnya. Memang begitu seharusnya.
Kegiatan blusukan dan studi banding kepala daerah, minimal dilakukan dua minggu sekali. Itu minimal ya. Kadang bisa seminggu sekali, bahkan lebih. Yang capek bukan cuma kepala daerahnya saja. Asprinya juga kecapean harus ikut berpergian ke mana-mana.
#6 Ninggalin keluarga selama berhari-hari
Tau nggak kenapa asisten pribadi kepala daerah itu banyak yang anak muda? Selain faktor ketahanan fisik, anak muda ini biasanya belum menikah. Jadi nggak ada beban untuk ninggalin keluarga di rumah. Soalnya, studi banding ini biasanya bisa sampai satu minggu. Dan bisa lebih.
Jika aspri sudah menikah, tentu agak berat meninggalkan keluarga terus-menerus. Terlebih, jika sudah memiliki anak. Mesti bakal diserang malarindu saat jauh dari keluarga.
Begitu sekiranya berbagai hal nggak enaknya ketika menjadi asisten pribadi kepala daerah. Kalau ada informasi yang sekiranya saya luput, bisa dah kirim artikel balasan atau coret di kolom komentar. Gas!
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA PPK, Jabatan yang Paling Dihindari oleh PNS