Arsenal Menang dengan Cara Terburuk dari FC Porto di Liga Champions karena Mereka Memang Membutuhkan Siksaan Jantung Ini

Arsenal Membutuhkan Siksaan Jantung demi Kesempurnaan (Unsplash)

Arsenal Membutuhkan Siksaan Jantung demi Kesempurnaan (Unsplash)

Arsenal berhasil lolos ke babak 8 besar Liga Champions via adu penalti. Bagi banyak fans sepak bola, adu tos-tosan ini hiburan tersendiri. Namun, bagi lebih banyak fans, adu penalti seperti membuat semua proses menjadi fatamorgana. Momen ini begitu menyiksa mental dan jantung.

Namun, di mata saya, Arsenal “membutuhkan” momen-momen seperti ini. Sebelumnya, saya sendiri bersyukur kepada Tuhan karena The Gunners bisa melawan FC Porto. Bukan karena meremehkan atau bagaimana. Tim seperti Porto adalah tim yang paling mengerti caranya membuat tim yang lebih diunggulkan untuk menderita selama 90 menit.

Dan Porto sama sekali tidak mengecewakan. Selama 2 leg, tim dari Portugal itu membuat Arsenal terlihat hampir tidak layak lolos ke babak 8 besar Liga Champions. Namun, moment of magic dari Martin Odegaard dan Leo Trossard menjadi bukti bahwa tim ini punya segala modal untuk menantang tim besar.

Arsenal membutuhkan segala siksaan mental

Sore hari, pada Selasa (12/03), di momen ulang tahun ke-10 Mojok, seorang kawan bertanya. “Kamu yakin nggak Arsenal bisa juara?” 

Saya tertegun selama beberapa detik untuk kemudian menjawab, “Nggak sepenuhnya yakin.” Mendengar jawaban saya, si teman ini malah melengos. Dia merasa The Gunners bisa juara Liga Inggris karena sedang memimpin klasemen.

Bagi fans Arsenal yang sudah mendukung sejak zaman hijrah ke Emirates Stadium, keyakinan untuk juara (lagi) itu bukan perkara yang mudah untuk diucapkan. Hanya “merasa bisa juara lagi” itu saja sudah bentuk takabur. Bukan karena pesimis, tapi ini sikap realistis dari fans yang sudah kenyang dengan kekecewaan.

Kami semua memahami bahwa masalah tim ini bukan di ranah teknis. Semua masalah Arsenal ada di dalam kepala masing-masing pemain. Adalah perkara mental yang seperti menjadi tembok besar bagi sebuah big leap yang diidamkan oleh semua fans. Oleh sebab itu, saya menyambut segala ujian mental yang ada. Ya semata karena tim ini perlu selalu “dihancurkan” untuk kemudian dibentuk kembali ke menjadi konsep terbaik.

Baca halaman selanjutnya: Arsenal memang butuh “disiksa” oleh lawan.

Inferior di panggung Eropa

Kekalahan Arsenal di final Liga Champions 2006 itu masih menghantui saya. Kekalahan itu, dan parade kekalahan memalukan dari Bayern serta Barcelona, menjadi gambaran terbaik perihal kerdilnya mental The Gunners. Di panggung Eropa, tim ini semacam kehilangan kedewasaan. Mereka seperti anak-anak SSB yang kehilangan akal dan inisiatif karena in awe dengan lawan yang “lebih senior”.

Contoh lain yang bisa menggambarkan bahwa mental tim ini memang lembek terlihat di musim lalu. Ketika Saliba dan Partey cedera, tim ini seakan-akan kehilangan kemampuan untuk mendominasi lawan. Di paruh akhir musim, Manchester City yang lebih matang mendahului di tikungan.

Merasa kerdil dan inferior itu pada akhirnya terlihat di semua pertandingan Arsenal. Oleh sebab itu, saya ingin berterima kasih kepada Porto yang sudah menguji mental pemain The Gunners. Terutama untuk Pepe yang masih bisa bermain sekuat itu di usia 41 tahun. Dia mengajari 21 pemain di atas lapangan caranya bermain di panggung tersulit di dunia.

Saya berharap semua pemain Arsenal belajar dari dirinya. Khususnya Saliba dan Gabriel yang menjadi “saka guru” pertahanan. Saya selalu yakin bahwa pertahanan yang solid dan kalem akan menular ke pemain lain di posisi berbeda. Kekuatan ini yang dibutuhkan untuk mengatasi semua masalah mental selama ini.

Menyambut dan menikmati tekanan

Yang tersisa dari Arsenal adalah menemukan cara untuk menyambut dan menikmati tekanan. Saat ini, mereka sedang memimpin klasemen Liga Inggris. Sudah lolos ke babak 8 besar Liga Champions pula. Menjelang paruh akhir musim, tim ini selalu rontok karena diri sendiri.

Oleh sebab itu, saya justru akan berdoa bahwa semua lawan memberikan perlawanan paling sengit untuk Arsenal. Tim ini butuh ditempa oleh kesulitan dan masalah berulang-ulang. Ingat, manusia matang adalah mereka yang tidak lari dari masalah, tetapi menyambutnya dan berani menyelesaikan semua.

Puthut EA, dalam kultumnya di ultah ke-10 Mojok mengutip petunjuk dari Cak Nun

“Kalau Anda mendapat tekanan, Anda harus bangkit untuk menjadikan tekanan itu sesuatu yang menambah kekuatan hidup Anda, menambah kesadaran Anda, menambah ketangguhan Anda. Kan gitu. Makannya, berdoanya jangan salah. Jangan ‘Ya Allah ringankanlah bebanku’, yang lebih efektif begini, ‘Ya Allah, tambahkanlah kekuatanku untuk menanggung beban itu,’ Kan, gitu.”

Petunjuk dari Cak Nun saya rasa sudah cukup untuk merangkum semuanya. Tekanan akan semakin berat. Ujian bakal datang dalam banyak rupa. Namun, semua itu ada untuk mematangkan jiwa. Menjadi sumur kekuatan bagi Arsenal untuk mendaki jalur terakhir menuju kesempurnaan.

Tabik!

Penulis: Yamadipati Seno

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Leandro Trossard, Kepingan Final yang Dicari Arsenal

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version