Sebetulnya bisa, cuma mau apa tidak
Setelah babak kedua berjalan 10 menit, Arsenal bermain dengan level yang berbeda. Ya, mereka masih membuat “kekonyolan”. Namun, The Gunners memberi gambaran mengapa mereka bisa menjadi pemuncak klasemen Liga Inggris meski untuk sementara waktu. Yang saya maksud adalah determinasi dan daya cipta.
Ketika lebih banyak memanfaatkan progresi vertikal dari Zinchenko, Arsenal menemukan beberapa momen penting di depan kotak penalti Bayern. Saya agak malas menjelaskan semua proses dalam term “tulisan taktik”. Intinya saja, yaitu, The Gunners selalu bisa membuat peluang, meski tengah dalam tekanan.
Kelebihan ini yang membuat mereka bisa membuat 30+ gol dalam 7 laga. Artinya, tim ini bisa mencetak gol dan itu kabar baik, bukan. Setidaknya mereka bisa mengubah skor dari 0 menjadi 1, 2, atau bahkan 5 dalam sekejap. Semua kembali ke apakah mereka mau atau tidak, bukan soal bisa atau tidak bisa.
Nah, kalau sudah begini, mau itu Bukayo Saka, Gabriel Jesus, Leo Trossard yang menjadi pahlawan, Kapten Ode, Martinelli, Declan Rice, hingga Saliba-Gabriel harusnya bisa menjadi pembeda. Semua kembali apakah mau atau tidak.
Mau tidak memenangi laga? Apakah mau atau tidak untuk menjadi juara?
Bukayo Saka, tolong agak calm, ya
Sejak zaman Arsene Wenger, saya selalu yakin bahwa untuk mencapai 100% potensi klub di atas lapangan, perlu ada pembagian “yang pas”. Untuk porsi pelatih dengan strateginya, ada di 40%. Sementara itu, faktor internal pemain, ada di 60%.
Faktor internal pemain adalah banyak. Mulai dari skill, kecerdasan untuk memahami taktik, kemampuan menjaga fisik, dan lain sebagainya. Salah satu yang penting lainnya adalah composure yang berkaitan dengan sisi “calm”.
Dan, menurut saya, Arsenal seharusnya bisa mengalahkan Bayern jika mereka mampu mempertahankan sisi composure dan calmness (dan dewasa seperti kata Tim Stillman). Faktor “calmness” akan membantu pemain memanajemen stres di bawah tekanan dan membuat mereka bisa memaksimalkan semua skill secara efektif.
Bukayo Saka bisa jadi contoh terbaik. Dia bisa saja langsung menembak ke tiang jauh ketika 1vs1 dengan Neuer. Sementara itu, Ben White seharusnya membuat gol ketika 1vs1 juga dengan Neuer ketika skor masih 1-0. Keduanya, menurut saya, adalah contoh situasi ketika si pemain kehilangan composure dan calmness di bawah tekanan.
Contoh lain? Ya tinggal lihat lagi rekaman di 2 proses gol Bayern. Semua terjadi karena nggak cuma Bukayo Saya, tapi banyak pemain kehilangan sisi terbaiknya. Oleh sebab itu, di atas, semua ditentukan apakah para pemain “mau menang” alih-alih mempertanyakan “apakah bisa”.
Sekian
Penulis: Yamadipati Seno
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Arsenal Menang dengan Cara Terburuk
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.