“Love is blind,” kata Thierry Henry ketika mengingat kembali comeback 2012. Tanpa pikir panjang, ketika Arsene Wenger dan Arsenal memanggil, dia pasti akan datang. Apalagi, kesayangannya ini sedang butuh bantuan.
Saya sempat heran dengan salah satu fans Arsenal dari Inggris yang merasa kalau Thierry Henry tidak benar-benar mencintai klub ini. Apakah dia menilai dari cara Henry berbicara? Dari gesture ketika wawancara? Ketika tidak hadir di pertandingan terakhir Arsene Wenger demi menjadi pundit laga Manchester City vs Chelsea?
Omong kosong. Rasa cinta itu banyak bentuknya. Dan, ini yang paling utama: masing-masing individu punya cara untuk mengekspresikan cintanya. Bagi saya, Arsenal akan selalu ada di dada Henry.
“Ketika Arsene bilang butuh bantuan, saya siap datang. Bahkan jika dia tidak memainkan saya, menempatkan saya di bench atau di tempat parkir, saya tidak peduli. Saya tetap ingin datang dan mendukung tim ini,” kata Henry di sebuah video dokumenter. Kalau tidak cinta, Henry tidak akan susah payah terbang dari New York ke London.
Selain cinta, satu hal lain yang akan selalu saya simpan di hati adalah bagaimana karier Henry bersama Arsenal adalah jejak berharga. Bukan hanya untuk fans, tetapi untuk generasi baru The Gunners. Atau, bahkan untuk semua pesepak bola muda yang sedang meniti karier dan tengah kesulitan menaikkan level. Karier Henry adalah sebuah blueprint menggapai cita-cita.
Nama tidak menjamin karier dan masa depan
Henry mengenang kembali masa-masa awalnya bersama Arsenal. Semasa masih berseragam Juventus, Henry sudah mengenal klub ini berkat keberadaan pemain Prancis lainnya seperti Patrick Vieira dan Emmanuel Petit. Dua pemain, bersama Henry, turut tergabung dalam skuat juara Prancis 1998.
Henry mengenal Arsenal juga berkat andil Ian Wright. Atas kehebatan Ian Wright, atas segala kualitasnya yang membuat nama Ian menjadi perbincangan di Eropa. Nama-nama ini, ditambah para legenda seperti Tony Adams dan Martin Keown, membuat Henry menyadari satu hal fundamental.
Henry sadar kalau nama besar tidak menjamin apa pun. Dia datang dengan status juara dunia. Bahkan kariernya di Juventus tidak bisa dikatakan buruk. Namun, dia merasa kecil di depan Tony Adams dan Martin Keown. Di mata Henry, Keown adalah sosok yang genuine, sosok yang siap mati di lapangan untuk Arsenal.
Determinasi para legenda ini yang tidak bisa dilawan dengan “sebuah nama” semata. Kamu harus berani “melawan” para legenda, untuk memberi bukti bahwa kamu layak berbagi lapangan latihan dengan mereka. Nama besar membuatmu dipuja media dan fans. Namun, di tengah skuat terbaik, namamu tidak punya makna. Determinasi dan kualitas yang menjadi jaminan.
Berani berkompetisi
Ketika datang ke Arsenal, Henry mendapati lini depan yang membuatnya terkesan. Lini depan The Gunners diisi nama-nama yang sudah dicintai fans. Ada Davor Suker, pahlawan Kroasia di Piala Dunia 1998, Dennis Bergkamp yang ketika datang sudah dianggap sebagai “dewa”, Nwankwo Kanu pahlawan para fans dan Marc Overmars jika Henry ingin bermain sebagai sayap kiri.
Saat itu, Henry juga sadar dirinya akan dibanding-bandingkan dengan Nicholas Anelka. Seorang prodigy yang selalu dianggap lebih bertalenta ketimbang dirinya. Sama-sama berasal dari Prancis, persaingan yang terasa tidak hanya di lapangan, tetapi juga pertarungan narasi di media. Kompetisi yang berat.
Meski berat, kamu tidak boleh lari dari kenyataan. Tanpa determinasi dan nyali berkompetisi, kamu akan dengan mudah ditelan nama-nama besar itu. Yang paling utama adalah keberanian untuk menantang diri sendiri, supaya bisa menapaki level lebih tinggi hingga kelak kamu pantas menyebut dirimu sebagai pemain juara.
Meski berkompetisi, kamu juga tidak boleh melupakan esensi bermain di tengah sebuah tim. Fans Arsenal akan selalu mengenang gol-gol indahnya. Namun, Henry mengingatkan fans untuk tidak melupakan asis yang dia buat. Berbagi itu sangat penting untuk ekosistem sebuah tim. Kamu berkompetisi untuk tidak menang sendirian, tetapi as a team.
Harus sepenuh hati ketika berseragam Arsenal
Henry bercerita bahwa sangat sering dirinya bermain sambil menahan rasa sakit di kakinya. Namun, dia selalu menikmati menit-menit berharga ketika mengenakan seragam Arsenal. Toh pada akhirnya kamu tidak akan bisa membohongi para fans.
“Kamu tidak bisa membohongi fans. Mereka akan selalu tahu apakah kamu bermain sepenuh hati atau tidak,” tegas Henry. Jangan pernah membohongi diri dengan hanya merasa “akan bermain sepenuh hati”, tetapi harus yakin bahwa dirimu didorong oleh banyak orang untuk maju. Jangan lupakan orang-orang itu. Kamu harus sepenuh hati, bekorban untuk lambang meriam di dada.
Henry mengingat kembali momen-momen magis selepas pertandingan comeback di Emirates Stadium. Henry tidak langsung meninggalkan stadion. Dia bertahan di dalam stadion hingga 2 jam. Masih mengenakan celana pendek dan jersey, Henry seperti menyendiri, berkontemplasi mengingat kembali kariernya bersama Arsenal.
Karena pada akhirnya, cinta sejati tidak akan luntur. Cinta kepada Arsenal seperti cinta kepada saudara sendiri. Terkadang saling membenci, terkadang saling mengacuhkan. Namun, at the end of the day, atas nama cinta, menyambut yang terkasih dengan tangan terbuka, berpelukan dan mengakhiri hari dengan kasih sayang.
BACA JUGA Bonek Writer Forum Menularkan Keberanian dan Foo Fighters Bernyanyi di Belakangnya dan tulisan Yamadipati Seno lainnya. Follow Twitter Yamadipati Seno.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pengin gabung grup WhatsApp Terminal Mojok? Kamu bisa klik link-nya di sini.