Dulu Le Minerale Dituduh Merusak Lingkungan, Kini AQUA Ikut Jualan Galon Sekali Pakai: Ironis!

Dulu Le Minerale Dituduh Merusak Lingkungan, Kini AQUA Ikut Jualan Galon Sekali Pakai: Ironis!

Dulu Le Minerale Dituduh Merusak Lingkungan, Kini AQUA Ikut Jualan Galon Sekali Pakai: Ironis! (unsplash.com)

Siapa yang menyangka bahwa suatu hari, AQUA, sang ikon air mineral ramah lingkungan akan banting setir dan ikut meluncurkan galon sekali pakai seperti Le Minerale. Langkah ini mengejutkan banyak pihak, mengingat sebelumnya AQUA menekankan pentingnya penggunaan galon guna ulang untuk mengurangi limbah plastik.

Menurut data dari Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (ASPADIN), penggunaan galon sekali pakai berpotensi menambah sekitar 70 ribu ton sampah plastik per tahun. Hal ini tentu menjadi perhatian serius, terutama ketika pemerintah menargetkan pengurangan 70% sampah plastik di laut pada tahun 2025.

Sedikit kilas balik: Dulu siapa bilang apa?

Mari kita mundur ke 2020, saat galon sekali pakai mulai menyapa pasar Indonesia lewat Le Minerale. Respons dari AQUA? Bisa dibilang bukan sambutan hangat. Dalam sejumlah laporan, seperti dari Bisnis.com, pihak Danone AQUA secara implisit menyuarakan keprihatinan mereka soal dampak lingkungan dari kemasan sekali pakai.

Tak berhenti sampai di situ, organisasi pendukung keberlanjutan dan sejumlah LSM pun sempat menggugat praktik Le Minerale yang dinilai tak ramah lingkungan. Galon sekali pakai disebut-sebut akan menciptakan 70 ribu ton sampah plastik per tahun menurut data Suara.com.

Entah kenapa, tahun berganti dan nada berubah. Kini, AQUA memperkenalkan produk galon sekali pakai mereka sendiri, dengan desain elegan dan janji “mudah didaur ulang”. Tepuk tangan buat “komitmen yang dinamis”.

Ketika “peduli lingkungan” jadi slogan fleksibel

Tidak ada yang salah dengan berinovasi. Namun ketika brand sebesar AQUA dulu sempat mengangkat nilai-nilai keberlanjutan sebagai alasan untuk tidak ikut-ikutan tren, keputusan terbarunya justru memantik pertanyaan besar.

Apakah ini bukti bahwa prinsip bisnis selalu bisa dinegosiasi asal pangsa pasar menjanjikan?

Mungkin, setelah melihat penetrasi Le Minerale yang meningkat drastis di segmen galon praktis, AQUA merasa perlu ikut “nyemplung” ke kolam yang sama. Maklum, berdasarkan laporan Nielsen (2023), Le Minerale mencatat pertumbuhan signifikan di penjualan galon sekali pakai dan pasar menyambutnya dengan antusias, meski aktivis lingkungan hanya bisa mengelus dada.

Perang dingin dua raksasa air, AQUA vs Le Minerale

Di balik tirai strategi marketing, ada aroma “perang dingin” antara dua brand raksasa: AQUA dan Le Minerale. Dulu AQUA diam-diam mengajukan gugatan terkait kemasan Le Minerale yang menyerupai desain mereka. Saling sindir lewat media pun pernah jadi tontonan publik.

Kini, ketika AQUA meluncurkan produk serupa, netizen bertanya-tanya. Apakah ini bentuk pengakuan diam-diam bahwa Le Minerale memang “lebih dulu visioner”? Atau ini sekadar strategi mempertahankan tahta di tengah gempuran kompetitor yang semakin agresif?

Publik tak tahu pasti. Namun satu hal jelas: prinsip bisa fleksibel, asal margin tetap stabil.

Praktis untuk konsumen, rumit untuk lingkungan

Dari sisi konsumen, galon sekali pakai memang praktis. Tak perlu cuci ulang, tidak khawatir kebersihan depot isi ulang, dan bisa dibuang begitu saja setelah habis. Namun, dibuang ke mana?

Indonesia masih bergumul dengan sistem daur ulang yang jauh dari ideal. Menurut laporan dari KLHK, hanya sekitar 7-9% sampah plastik di Indonesia yang benar-benar terdaur ulang dengan baik. Sisanya? Entah masuk ke TPA, sungai, atau laut.

Ketika dua merek raksasa air mineral AQUA dan Le Minerale kini sama-sama menawarkan galon sekali pakai, masyarakat justru dibebani “PR” baru: memilah, mengelola, dan berharap botol-botol tersebut tak berakhir di perut ikan.

Strategi atau ironi AQUA?

Bila menyimak narasi keberlanjutan yang selama ini dibangun oleh AQUA mulai dari kampanye #BijakBerplastik, kolaborasi dengan komunitas lingkungan, hingga pengakuan internasional atas langkah daur ulang mereka, keputusan meluncurkan galon sekali pakai ini terasa ironis.

Tentu saja, AQUA mengeklaim bahwa galon mereka bisa didaur ulang. Namun publik pun tak bisa lupa, galon isi ulang yang selama ini mereka tawarkan justru jauh lebih ramah lingkungan. Bahkan lebih dari 30 kali bisa digunakan ulang.

Apakah ini sekadar kompromi terhadap selera pasar? Atau strategi bertahan hidup di tengah tekanan kompetitor?

Mungkin AQUA merasa, jika tak ikut arus, mereka akan hanyut sendiri.

Konsumen kini di tengah panggung AQUA dan Le Minerale

Dalam drama ini, konsumen bukan lagi penonton. Kita adalah aktor utama. Karena dari keputusan kita membeli, ekosistem bisnis pun mengikuti.

Jika kita diam saja saat prinsip-prinsip keberlanjutan jadi fleksibel demi angka penjualan, maka ke depan mungkin tak ada lagi batas jelas antara ‘ramah lingkungan’ dan ‘ramah bisnis’. Semuanya bisa dinegosiasi.

Jika semua merek besar ikut main di wilayah “sekali pakai”, kita hanya bisa berharap bumi tak merasa “sekali pakai” juga.

Air yang tenang bisa membawa banyak plastik

Kita tak sedang membicarakan sekadar galon. Kita bicara soal nilai, konsistensi, dan tanggung jawab. Ketika merek sekelas AQUA bisa berubah arah sedemikian drastis, publik berhak bertanya: masih adakah idealisme di balik botol plastik itu?

Atau, kini semua hanya soal siapa yang paling cepat menyesuaikan diri meski harus meninggalkan prinsip?

Kita serahkan jawabannya ke pasar. Namun satu hal yang pasti dari perang galon ini, pemenangnya mungkin bukan merek A atau B, melainkan tumpukan plastik di TPA yang makin tinggi.

Penulis: Ogidzatul Azis Sueb
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Aquviva Memang “Maknyes”, tapi Belum Mampu Menggeser Popularitas Le Minerale.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version