Riset yang dilakukan oleh Tim Jurnalisme Data Harian Kompas tahun 2023 menyebutkan bahwa sebanyak 2,6 juta nasabah pinjaman online (pinjol) kesulitan membayar tagihan pinjamannya. Data tersebut berasal dari para nasabah yang melakukan pinjaman di pinjol-pinjol yang sudah berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tentu datanya akan lebih besar bila dilihat dari landscape yang lebih luas.
Sejak 2017 hingga April 2024, Otoritas Jasa Keuangan dan Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) telah menghentikan operasi 7.576 layanan pinjol ilegal di Indonesia. Selain itu, jumlah pengaduan masyarakat terkait pinjol ilegal terus meningkat, dengan 5.698 pengaduan diterima hingga akhir April 2024. Banyak nasabah merasa terjebak oleh pinjol ilegal karena suku bunga tinggi serta metode penagihan yang dianggap tidak etis. Terbaru ada Samir.com yang disinyalir melakukan pengancaman kepada debitur saat penagihan utang.
Kondisi itu membuat banyak orang merasa kehadiran pinjol sebaiknya dihapuskan atau dilarang total oleh pemerintah. Tapi bagi saya, penghapusan atau pelarangan pinjol ini bukan langkah yang bijak. Bahkan bisa membawa dampak buruk yang lebih besar. Situasi ketika pinjol ada yang dilegalkan (dengan berbagai persyaratan) saja, masih banyak bermunculan yang ilegal, apalagi jika keberadaannya dilarang secara penuh. Tentu menjamurnya akan lebih parah dan sulit sekali dikontrol.
Ibarat lokalisasi yang dipaksa bubar tanpa ada mitigasi setelahnya, sehingga para PSK-nya menyebar dan melakukan praktik-praktik secara sembunyi-sembunyi, maka aktivitas pinjol juga boleh jadi tetap lestari dengan beraneka topeng dan bentuk untuk mengelabui pihak otoritas.
Pinjol adalah salah satu pendorong inklusivitas sektor jasa keuangan
Selain itu, keberadaan pinjol ini mau diakui atau tidak, menjadi salah satu pendorong inklusivitas sektor jasa keuangan di Indonesia, khususnya terkait kebutuhan pendanaan bagi masyarakat. Kalau langsung dilarang begitu saja, dampaknya, masyarakat akan kesulitan memperoleh layanan pendanaan. Kita semua tahu bagaimana rumitnya mekanisme perbankan sehingga masyarakat kesulitan dalam mengakses pendanaannya.
Lebih berbahaya lagi, efeknya membuat masyarakat akan mencari pendanaan dari sumber lain seperti lembaga tidak resmi, rentenir berkedok koperasi, atau sejenisnya yang menawarkan bunga yang sangat tinggi. Kondisi itu akan membuat masyarakat terjebak dalam lingkaran transaksi utang yang makin kompleks.
Tapi kalau tidak dihapuskan, terus bagaimana caranya?
OJK selaku otoritas yang mengawasi pinjol sudah seharusnya memberlakukan persyaratan pengajuan izin yang lebih ketat, terutama pada aspek perlindungan konsumen bukan hanya pada aspek ekuitas atau permodalan dari pinjol. Selama ini, pengajuan izin pinjol menurut Peraturan OJK (POJK) No. 77/POJK.01/2016 menyebutkan bahwa Perusahaan hanya diwajibkan memiliki modal minimal sebesar Rp2,5 miliar saat pendirian, dan Rp 10 miliar saat beroperasi.
Dana tersebut tentu bagi Perusahaan Pinjol yang berbentuk startup akan sangat mudah mendapatkannya dari modal ventura. Hal itu yang membuat Perusahaan pinjol begitu menjamur. Saat ini setidaknya terdapat 97 perusahaan pinjol yang mendapatkan izin OJK.
Baca halaman selanjutnya: Harus nurut BI …