Sejak saya bergerilya dari satu puskesmas ke puskesmas lain buat nyari vaksin dan hasilnya nihil. Melihat betapa gampangnya Jerinx dapat vaksin Covid-19 bikin saya speechless, Gaes. Tanpa antre, desak-desakan, panas-panasan, dan ikut daftar tunggu yang njlimet lamanya. Jerinx dengan mudahnya dapetin vaksin sinopunk, maaf maksudnya sinovac dengan mudahnya.
Pertanyaan menyelimuti pikiran saya, ini saya harus kayak Jerinx dulu apa, ya, supaya dapet vaksinnya cepat? Apakah orang-orang di luar sana yang kesusahan dapat vaksin harus jadi anti-vax dulu supaya proses vaksinasinya cepat, lancar, dan tentunya sambil dijaga sama pak polisi?
Terlepas dari aksi Jerinx yang menelan ludahnya sendiri. Tentu apa yang dilakukan Jerinx tersebut punya efek yang bagus. Setelah sebelumnya jadi ikon bapak konspirasi Covid Indonesia. Jerinx akhirnya sadar bahwa bergelut di dunia konspirasi nggak bikin untung, malah buntung. Jerinx memang kerjanya cocok gebuk drum bareng S.I.D, bukan adu bacot soal konspirasi Covid-19 bareng Deddy. Aksi Jerinx disuntik vaksin tentu juga bikin pendukungnya yang kemarin pro bahwa Covid-19 itu konspirasi jadi mulai pelan-pelan mungut ludah yang mereka semburkan di berbagai tempat.
Di balik hiruk pikuk dan sorak sorai perayaan menyerahnya Jerinx dengan bacotannya sendiri. Ada mereka yang masih kebingungan di luar sana soal bijimana cara dapat vaksin lewat proses cepat, mudah, dan nggak kelamaan.
“Hingga per 3 Agustus 2021, sudah lebih dari 21 juta penduduk Indonesia yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19 secara lengkap hingga dua dosis,” ujar Wiku Adisasmito, Juru Bicara Pemerintah 1 Penanganan Covid-19.
Ya, baru 21 juta! Coba hitung jumlah penduduk Indonesia sekarang yang menurut data Kemendagri di tahun 2021 berjumlah 271.349.889 jiwa. Lihat, cuma 10% orang yang baru kevaksin dan pemerintah sudah berangan-angan nyebut herd immunity dan pengin hidup berdampingan dengan corona. Sebuah mimpi utopis yang terlalu indah. Salut sama pemerintah.
Ketika orang-orang Ibu kota dengan mulut lemesnya ngomong kalau vaksin itu bisa didapat dengan mudah, cepat, dan gampang. Mereka nggak sadar kalau mereka hidup di tempat yang 24/7 dapat sorotan. Orang-orang yang tinggal di luar Ibu kota cuma bisa melongo terdiam sambil adu fisik rebutan vaksin yang keberadaannya sungguh sulit didapat.
Di daerah saya Kalimantan Selatan, daftar vaksin dosis 1 sudah kayak ngelamar kerja. Nunggu pengumumannya nggak pasti, dan kalau dapat pun harus punya kenalan orang dalam. Beruntung jika vaksinasi sudah disediakan kantor bagi mereka yang bekerja. Untuk rakyat jelata, menyambangi semua puskesmas yang ada di semua sudut provinsi adalah perbuatan sia-sia jika yang dicari vaksin dosis 1. Jika pun ada, kuotanya selalu cepat habis kayak beli tiket konser Black Pink di Jakarta.
Melihat bagaimana Jerinx dengan gampangnya dapetin vaksin tanpa antre, desak-desakan, dan nggak ikut daftar tunggu, perlukah saya dan semua orang yang belum kebagian vaksin koar-koar nggak percaya covid? Atau perlukah teriak fafifu wasweswos nuduh bahwa di dalam vaksin itu ada chip yang bisa ngubah manusia jadi kambing? Perlukah mereka yang nggak kebagian vaksin itu jadi dedengkot anti-vax dulu baru pemerintah dan pihak berwenang ngasih vaksinnya cepat?
Tentu kalau bicara apple to apple, Jerinx memang harus didahulukan divaksin supaya membungkam celotehan konspirasinya. Namun, betapa gampangnya dia mendapatkan vaksin itu menjadi gambaran bahwa masih ada sikap pilih-pilih dari pemerintah dan belum meratanya penyebaran vaksin di Indonesia. Kalau kamu punya pengikut, dan kamu mau vaksin ya pasti cepat dapatnya. Kalau kamu rakyat biasa yang bukan siapa-siapa, ya kamu kudu ngantre panjang dulu, baru kamu bisa dapatkan vaksin dengan cara rebutan, berkerumun, dan desak-desakan. Begitu, kah?
Fenomena Jerinx tobat konspirasi lalu disuntik vaksin adalah kabar yang menggembirakan sekaligus menyedihkan. Baiknya, Jerinx sudah mulai sadar bahwa kasur bui tidak lebih menyenangkan dari kasur di rumah. Menyedihkannya, masyarakat yang belum kebagian vaksin jadi semakin mangkel ngeliat privilese yang Jerinx dapatkan.
Ambisi pemerintah yang bikin program dikit-dikit harus divaksin dulu sebenarnya juga jadi skema yang aneh. Apalagi ketika di lapangan, khususnya di daerah, vaksin justru jadi barang yang langka. Ambisi semu itu semakin diperparah dengan menggeloranya seruan vaksin tapi nggak ada aksi konkrit untuk menyebarkan vaksin sama rata ke setiap daerah. Kalaupun ada, proses vaksinasi itu harus dilakukan dengan cara yang justru berisiko, yakni menimbulkan kerumunan lewat antrean yang mengular dan berkumpulnya massa tanpa adanya jaga jarak di satu tempat. Maunya vaksin kan sehat, eh ini malah bikin cluster baru.
Jerinx memang sudah sadar, dia juga sudah dapat vaksin. Tapi satu yang belum sadar-sadar juga, pemerintah. Apa yang dikatakan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K Lukito yang menyebut saat ini total dosis vaksin Covid-19 di Indonesia mencapai 185 juta dosis benar-benar menjadi sebuah pertanyaan besar. Dengan dosis yang sebanyak itu, percepatan penyebaran vaksin ke seluruh daerah di Indonesia harusnya bisa dipercepat. Tapi kenyataannya, di berbagai daerah masih sulit banget nemu vaksin.
Jangan sampai dosis vaksin sebanyak itu tertimbun kelamaan dan malah jadi mainan mereka yang terinspirasi gaya main Juliari Batubara. Jangan sampai.
Dan jangan sampai juga pada akhirnya masyarakat Indonesia yang nggak kebagian vaksin malah memilih jalan ala Jerinx dulu. Bakal repot pemerintah ini kalau harus menghadapi 90% masyarakat yang memilih jalan anti-vax, percaya kalau corona itu nggak ada, terus asyik nuduh semua artis yang terkena covid itu diendorse pemerintah.
Aksi Jerinx disuntik vaksin memang patut dirayakan. Namun, disuntiknya Jerinx dengan vaksin Sinovac juga bukti bahwa di negeri ini kalau mau cepat memang harus punya nama dan privilese dulu. Kamu rakyat jelata yang biasa saja? Hehehe.
BACA JUGA Sulitnya Menjadi Fans SID dan JRX di Masa Pandemi dan artikel M. Farid Hermawan lainnya.