Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Featured

Antara Merahnya Oreo Supreme dan Murahnya Supermi

Makhsun Bustomi oleh Makhsun Bustomi
17 Mei 2020
A A
barang mahal, oreo supreme

Antara Merahnya Oreo Supreme dan Murahnya Supermi

Share on FacebookShare on Twitter

Teman kerja saya akhir-akhir ini gampang sekali baper. Misal, gara-gara hal sepele seperti melihat sajian anggur di rumah Raffi Ahmad sewaktu nonton TV di rumah. Saya tidak tau apa acaranya, karena sudah sepuluh tahun tidak ada TV di rumah saya.

Berikutnya yang terbaru, saat jam rehat, beliau ngedumel masalah Oreo. Penasaran, saya ikut nimbrung, ternyata di depan PC, pas dia mau ngeklik tausiyah Kiai Anwar Zahid, malah nyasar ke channel youtuber Rachel Goddard. Titelnya, Horang Kayah! Nyobain Oreo X Supreme 97 Juta, Auto Jadi Sultan.

Benar kata Oreo, tiap momen bisa jadi seru. Momen nonton YouTube pun, bisa membuat empunya jiwa miskin tertusuk. Hingga teman saya berkata, “Orang-orang yang makan Oreo Supreme adalah kanibal. Mereka memakan kemanusiaan saya. Bahkan serasa dia sedang makan saya.”

Wadidaw, segitunya kalau sensitif. Memang sih, menjelang lebaran kebutuhan meningkat pesat, pemasukan melempem akibat pandemi. Siapa tidak terluka. Tiga keping Oreo Supreme di marketplace, dibandrol 600 ribu rupiah. Bandingkan dengan Supermi kaldu ayam yang harganya 60 ribu per karton isi 40 bungkus, kita bisa membawa pulang 400 bungkus. Untuk satu RT yang terdiri dari 200 keluarga, masing-masing akan dapat 2 bungkus. Hari gini, begitu banyak keluarga yang butuh subsidi.

Merahnya Oreo Supreme adalah merahnya gaya hidup. Keberanian menukar uang dengan simbol Sultan. Gaya hidup tidak bisa dihitung. Percuma juga dikalkulasikan dengan prosedur matematika. Gaya hidup itu keserakahan yang dikemas. Video orang makan Oreo Supreme adalah gambaran manusia yang diikuasai the tyranny of should.

Tirani kewajiban memenuhi keharusan dan keinginan. Orang yang dikuasai tirani akan sakit jiwa, ketika tidak terpenuhi keinginannya. Jadi saya berkata pada teman saya, “Jangan terlalu baper”. Sedikit berfilosofis, “Mereka bukan kanibal yang  memakan orang lain, tapi kanibal yang sedang memakan dirinya sendiri”.

Keinginan dan keserakahan tidak mengenal matematika. Dia tidak akan berujung batasnya. Orang yang tak pandai berhitung pun, mudah menipu orang lain, jika mengetahui kelemahan manusia. Masih ingat skema Ponzi kan? Yang kerap menjerumuskan banyak orang dari kelas supermi sampai supreme.

Konon, Charles Ponzi yang mengenalkan investasi ini pada tahun 1920-an, becus hitung-hitungan sederhana. Lalu, kok bisa hingga zaman now, masih saja orang terpukau dengan skema kembalinya investasi dengan mengandalkan investor yang menyetor belakangan. Karena keserakahan selalu menang melawan logika.

Baca Juga:

Kredit Mobil Banyak Ruginya, apalagi untuk Gengsi, Jelas Bikin Hidupmu Hancur!

Anggota DPR, Profesi yang Paling Cocok dan Sesuai dengan Gaya Hidup Gen Z

Sekarang bandingkan merahnya Oreo Supreme dengan Jasmerah mi instan.

Jangan sekali-kali melupakan sejarah mie instan. Latar belakang mie instan adalah hasil kreativitas  Momofuku Ando, orang Jepang. Kali pertama, tahun 1958, Nissin Foods, launching produk mie instan ‘Chikin Ramen’. Tujuannya setelah Perang Dunia II, krisis ekonomi melanda Negeri Matahari Terbut, sehingga pemerintah setempat mengkampanyekan konsumsi terigu dan roti, karena harga beras yang sangat mahal.

Jadi maaf, bagi saya, mie instan adalah strategi bertahan hidup  (life survival strategy). Saya selalu ingat momen saat umur Sekolah Dasar, makan sahur bersama keluarga. Emak saya jam tiga dini hari, masak mie instan. Tanpa bermaksud endorse, sebut saja Supermi. Tentu emak saya, tidak pake shooting unboxing. Inilah menu sahur yang kerap berulang di keluarga saya. Hanya mie rebus. Adapun telor atau sayap ayam, cukup didapat sensasinya dengan menatap gambar bungkusnya.

Seringnya, jumlah yang dimasak pun hanya dua bungkus untuk kami tujuh bersaudara. Yang mencengangkan adalah kreativitas emak saya. Mampu memecahkan solusi atas Dilema Malthus, yaitu peningkatan populasi mengalahkan peningkatan makanan yang tersedia.

Caranya adalah memasak mie dengan kuah sepanci. Penyajiannya dengan sedikit cara otoriter. Demi keadilan bersama, emak yang ditinggal abah, sejak saya SD. Harus menuangkan kuota mi rebus untuk masing-masing anak dengan distribusi yang adil. Memastikan tidak ada keributan dan anarki akibat ada yang merasa memperoleh jatah yang lebih sedikit. Inilah menu yang sering berulang di masa kecil saya.

Namanya instan, prosesnya cepat. Seorang ibu, seperti emak saya, musti mempunyai manajemen waktu yang luar biasa. Siaga sepanjang waktu untuk anak-anaknya. Mie instan itu penyelamat. Mengatasi sekaligus beberapa persoalan. Pertama, murah. Kedua, soal kecepatan penyajian, sungguh menyita waktu jika menyajikan makanan untuk tujuh kepala dalam waktu singkat. Ketiga, tetap menawarkan sensasi dan mimpi. Tinggal memilih sensasi ayam bawang, baso sapi, opor ayam dan pilihan lainnya.

Pengalaman bagi keluarga saya, momen makan mewah hanya tiga. Pertama, ketika lebaran tiba. Kedua, ketika khatam al -Quran, paling dua tahun sekali. Anak sholeh layak mendapat hadiah. Ketiga, ketika dikirimi tetangga, Itu pun harus syarat ketentuan berlaku. Sebagai sedekah, atas jasa kakak saya menyembelihkan ayamnya.

Untuk menghibur diri. Izinkan saya sedikit membela Supermi. Dalam sudut pandang ini mie instan adalah cara bertahan hidup. Oreo Supreme adalah cara bergaya hidup. Bertempur melawan keinginan adalah pertempuran yang tidak mengenal selesai. Pertempuran ini jauh dimulai sebelum kampret dengan cebong berseteru.

Yakinlah, saya akan dengan sukarela berubah pikiran, jika akhiranya Supermi kolaborasi dengan Supreme. Dengan terpaksa saya pindah hijrah ke Sarimi, misalnya. He he he..

Lalu jika suatu saat, sudah berkemampuan. Apa saya akan membeli Oreo Supreme? Pertama, mari kita sepakat untuk makan dengan gizi seimbang. Kemudian, mari bersama mengingat pesan ustaz kita. Ada sebuah titik keseimbangan, titik di mana kita jangan jauh-jauh dari situ. Titik itu disebut qonaah. Gaya berqonaah adalah titik equilibrium antara keinginan dan perolehan kita. Alhadis berkata, qonaah ini adalah harta yang tidak akan habis.

Sulitnya berada di titik qonaah, di antara merahnya Supreme dan murahnya Supermi adalah ketika kita sudah mampu membeli Supreme Oreo. Dengan mudahnya manusia, seperti saya juga, berkata, gaya hidup itu sudah menjadi kebutuhan. Oleh manusia, gaya hidup mudah saja dibenarkan sebagai kebutuhan.

Ah, qonaah itu berat. Lebih berat dari rindu. Lho memang saya bilang mudah?

BACA JUGA Jika Makanan Bisa Diberi Gelar Pahlawan, Maka Kami Akan Memilih Mie Instan Sebagai Pahlawan Anak Kosan! dan tulisan Makhsun Bustomi lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 18 Mei 2020 oleh

Tags: Gaya Hiduporeo supremesupermi
Makhsun Bustomi

Makhsun Bustomi

Penulis Negeri Sipil

ArtikelTerkait

Kehidupan SD di Jepang Versi Nobita Itu Bukan Mitos, 6 Hal Ini Buktinya terminal mojok

Kehidupan SD di Jepang Versi Nobita Itu Bukan Mitos, 6 Hal Ini Buktinya

8 Juli 2021

Utang Bank Adalah Stimulus Etos Kerja, Benarkah Begitu?

18 Juni 2021
Mencari UI/UX Paling User Friendly di Aplikasi Belanja Online terminal mojok.co

Mencari UI/UX Paling User Friendly di Aplikasi Belanja Online

9 Juni 2021
Naik Gunung untuk Mengobati Patah Hati Itu Niat yang Konyol terminal mojok.co

Menggugat Alasan Mendaki Gunung Para Pemula: Sebuah Percakapan Nyinyir

8 Juni 2019
5 Rekomendasi Lomba Agustusan Virtual biar Ultah Indonesia Tetap Meriah! terminal mojok.co

5 Rekomendasi Lomba Agustusan Virtual biar Ultah Indonesia Tetap Meriah!

1 Agustus 2021
supermi, Jika Makanan Bisa Diberi Gelar Pahlawan, Maka Kami Akan Memilih Mie Instan Sebagai Pahlawan Anak Kosan!

Jika Mie Instan Adalah Agama, Agama Pertama Saya adalah Supermi

15 Juni 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting Mojok

6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting

30 November 2025
Betapa Merananya Warga Gresik Melihat Truk Kontainer Lalu Lalang Masuk Jalanan Perkotaan

Gresik Utara, Tempat Orang-orang Bermental Baja dan Skill Berkendara di Atas Rata-rata, sebab Tiap Hari Harus Lawan Truk Segede Optimus!

30 November 2025
5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025
Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.