Salah satu olahan mie yang banyak disukai adalah mie ayam. Konon, kuliner ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh para imigran Tionghoa pada abad ke-19. Siapa sangka seiring waktu mie ini menjadi makanan yang populer. Padahal dulunya olahan mie ini hanya dikenal di kalangan masyarakat Tionghoa di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang.
Saking dekatnya dengan kehidupan kita, menyantap kuliner ini sudah jadi semacam ritual. Sore hari pulang kerja, enaknya mampir makan mie ayam. Malak teman yang ulang tahun, enaknya diajak ke warung mie ayam. Malam hari lagi bengong, tiba-tiba pengin mie ayam. Jalan-jalan ke alun-alun bahkan terasa kurang kalau belum makan mie ayam.
Melihat betapa dekatnya kuliner ini dengan sendi-sendi kehidupan, saya jadi ngeri membayangkan apa jadinya jika olahan mie ini tidak pernah ada di muka bumi.
#1 Lenyapnya gerobak biru
Seandainya mie ayam tidak pernah ada, hal yang mungkin terjadi adalah kita tidak bisa melihat eksistensi gerobak biru. Selama ini, gerobak mie ini memang identik dengan warna biru. Bayangkan kalau olahan mie ini tidak pernah ada. Gerobak makanan akan melulu berwarna coklat. Kalaupun nemu ada gerobak yang diwarnai selain coklat, palingan dicat warna merah dan putih.
Gerobak apa? Gerobak bantuan dari Partai Perindo.
Padahal warna yang identik dapat memudahkan konsumen untuk mengenali suatu produk. Lha kalau gerobaknya serentak coklat kabeh ya, susah. Mau nggak mau harus mendelik ke arah banner dulu untuk bisa memindai makanan apa yang dijual di gerobak tersebut.
#2 Orang Jakarta bingung mau sarapan apa
Sudah bukan rahasia lagi jika sarapan mie ayam adalah hal yang umum terjadi di Jakarta. Kebiasaan ini tentu saja dianggap nyeleneh oleh orang di luar Jakarta. Saya jadi ingat pernah ada tulisan di Terminal Mojok yang menyebutkan bahwa kebiasaan orang Jakarta yang paling aneh adalah sarapan olahan mie satu ini.
Saya setuju, sih. Sepanjang hidup, sepertinya tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikiran saya, “Sarapan mie ayam enak, nih” sesaat setelah bangun pagi.
Maka seandainya olahan mie ini lenyap dari muka bumi, kehampaan akan melanda warga Jakarta. Mau sarapan apa mereka? Kerak telor? Mana cukup untuk bekal menghadapi kerasnya ibu kota? Bikin geli lambung sih iya.
#3 Novel Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati nggak pernah ada
Selanjutnya, andai mie ayam tak pernah ada, saya yakin seorang Brian Khrisna tidak akan kepikiran untuk menulis novel berjudul Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati.
Kalian tahu? Novel yang membahas tentang isu kesehatan mental ini awalnya terinspirasi dari teman Brian yang mengalami indikasi untuk mengakhiri hidup. Salah satu upaya Brian untuk memberi dukungan pada kawannya itu adalah dengan mendengarkan kisahnya sembari mengajaknya makan mie satu ini. Jangan mati dulu, mie ayam masih enak.
Maka, bayangkan jika olahan mie ini tidak pernah ada. Kawan Brian tidak bisa memvalidasi kesedihannya (yang mana itu adalah penting). Dan Brian pun tidak akan terinspirasi untuk mengangkat isu kesehatan mental untuk proyek novel dia.
#4 Tidak ada tukang bakso yang nyambi jualan mie ayam
Ketika di tulisan ini mba Siti Halwah menceritakan tentang kekesalannya dengan penjual bakso yang nyambi jualan mie ayam, saya bisa memaklumi.
Maaf-maaf aja, nih. Kadang memang ada saja penjual bakso yang terlalu memaksakan diri. Nggak punya ilmu meracik mie enak, tapi kekeuh memasukkan kuliner satu ini sebagai salah satu menu di warungnya.
Nah, kalau olahan mie ini tak pernah ada, tidak ada lagi penjual bakso yang nyambi jualan mie ini. Tukang bakso fokus dengan bakso sebagai bahan dagangan utamanya. Eh, tapi nanti mba Siti Halwah nggak bisa nulis keluh kesahnya di Terminal Mojok, dong! Gimana, ya?
#5 Orang Wonogiri akan kerepotan kalau nggak ada mie ayam
Terakhir, andai olahan mie ini tidak pernah ada di muka bumi, saya membayangkan betapa repotnya jadi orang Wonogiri di perantauan.
Maksud saya begini. Selama ini, Wonogiri dikenal sebagai rumah kuliner olahan mie ini. Mie ayam yang enak, konon berasal dari Wonogiri. Persebaran kuliner ini ke seluruh penjuru negeri juga ada campur tangan dari kegigihan orang Wonogiri dalam merantau.
Nah, kalau mie ayam tidak pernah ada, selamanya Wonogiri hanya akan dikenal sebagai Kota Gaplek. Masalahnya, nggak semua orang tahu apa itu gaplek. Inilah yang nantinya akan merepotkan orang Wonogiri saat di perantauan. Pasalnya, mereka harus berbusa-busa menjelaskan apa itu gaplek.
Untungnya olahan mie satu ini beneran ada, jadi kelima kekhawatiran di atas tidak akan terjadi. Terima kasih untuk siapa pun orang yang sudah menemukan resep kulier satu ini. Berkatnya, kita bisa merasakan salah satu kenikmatan duniawi yang dibalut dalam semangkok mie ayam yang sederhana.
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 3 Ciri Warung Mie Ayam di Jogja yang Bakal Dijauhi Pelanggan karena Bikin Kecewa.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















