Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

ANBK, Sistem yang Kusut Bahkan Sejak dalam Pikiran: Meningkatkan Literasi kok Pakai Soal Literasi, Cacat Pikiran!

M. Afiqul Adib oleh M. Afiqul Adib
29 Agustus 2025
A A
ANBK, Sistem yang Kusut Bahkan Sejak dalam Pikiran: Meningkatkan Literasi kok Pakai Soal Literasi, Cacat Pikiran!

ANBK, Sistem yang Kusut Bahkan Sejak dalam Pikiran: Meningkatkan Literasi kok Pakai Soal Literasi, Cacat Pikiran!

Share on FacebookShare on Twitter

Ujian literasi di sekolah-sekolah kita akhir-akhir ini bikin kepala saya cenut-cenut. Katanya sih, tujuan ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer) biar anak-anak makin paham literasi. Kedengarannya mulia. Tapi begitu melihat soal-soalnya, kok malah bikin saya ndlogok. Bayangin aja, hampir semua soal full bacaan. Panjang, njlimet, dan bikin anak-anak yang mengerjakan langsung pesimis dengan kemampuannya.

Saya ini guru. Kemarin ikut mendampingi siswa saat ujian ANBK. Begitu lihat isi soalnya, rasanya pengin ketawa sekaligus nangis. Soal literasi penuh bacaan panjang, soal numerasi juga begitu: bukan sekadar berhitung, tapi dihiasi paragraf cerita yang panjang.

Banyak hal juga sengaja disertakan meski bukan ini dari soal. Seakan tipe soal menjebak murid banyak-banyak baca, meski pertanyaannya ada di beberapa bagian saja. Hasilnya anak-anak sudah capek duluan sebelum nemu jawaban.

ANBK, konsep ndlogok sejak dari pikiran

Biar kita urai dulu masalah, ini konsep sederhana, ketika ada anak tidak bisa menendang bola, maka solusinya adalah latihan menendang, bukan ujian menendang. Bukankah begitu? Namun, di dunia pendidikan, yang terjadi adalah, untuk meningkatkan literasi, solusi yang dipakai adalah membuat ujian literasi macam ANBK. Edan. Aneh banget.

Maksud saya, literasi itu soal proses, bukan produk. Bukan soal seberapa cepat anak bisa menebak jawaban dari bacaan panjang. Literasi itu tumbuh pelan-pelan, dari kebiasaan, dari lingkungan, dari buku yang tepat. Lah ini, negara kayaknya mikirnya: “Ayo dites biar kelihatan hasilnya.” Padahal yang dites bukan sekadar angka, tapi kesiapan membaca yang butuh proses panjang.

Kalau memang serius mau bikin anak-anak suka baca, caranya jelas bukan dengan menjejali mereka soal-soal berlembar-lembar macam ANBK. Pertama-tama, bikin kurikulum yang pas. Kurikulum yang nggak sekadar mengukur, tapi benar-benar memberi ruang anak untuk berproses. Kedua, yang paling penting, hapus pajak buku. Saya ulangi: hapus pajak buku.

Menghapus pajak buku adalah koentji

Kalau mampir ke toko buku dan melirik sebentar harga di sana, rasanya agak mustahil in this economy ada anak desa yang beli buku. Bukan soal tidak mau beli, tapi tak mampu syayanggg. Saya saja meski lebih suka aroma buku fisik, tapi lebih pilih e-book yang harganya lebih murah. Pertimbangannya adalah harga dan kondisi kantong.

Pun banyak guru dan orang tua juga demikian. Mereka ingin beli buku bagus buat anak-anaknya, tapi kantongnya langsung megap-megap. Alhasil, jangan kaget ketika perpustakaan sekolah isinya buku-buku seadanya. Nggak usah buru-buru nyalahin perpustakaan, wong akses beli buku berkualitas dengan harga terjangkau aja masih susah. Itu makanya yang bikin ANBK ini makin kelihatan aneh.

Baca Juga:

Konten tidak tersedia

Saya jadi teringat ucapan Kepala Perpustakaan Nasional RI, Pak Aminudin Aziz. Kata beliau, “Anak-anak itu bukan tidak senang membaca buku, melainkan tidak sesuai dengan minat atau usianya. Masa anak-anak sekolah diberi buku tentang budidaya lele? Tentu saja, selain mereka tidak minat untuk membacanya, juga tidak sesuai dengan usianya.”

Nah, ini juga persoalan klasik. Banyak perpustakaan yang memang fokus ke “jumlah” buku, bukan kualitasnya. Akhirnya, koleksinya penuh dengan buku-buku yang bahkan guru pun malas buka. Bayangin, anak SD dikasih buku panduan ternak, atau anak SMP disuruh baca buku laporan penelitian. Gimana mau literat kalau bahan bacanya aja bikin ngantuk sebelum sampai halaman tiga?

Semua tetap salah pemerintah

Saya tidak paham bagaimana proses brainstorming sampai-sampai tercetus ide membuat ANBK. Tapi kalau boleh sedikit memberi usulan, jika pemerintah benar-benar mau meningkatkan literasi, jangan fokus di hilir dengan cara menguji. Selain salah kaprah, juga cuma memperibet banyak orang, baik murid maupun guru. Fokuslah saja di hulu: perbaiki ekosistem membaca. Perbanyak buku bagus, murah, relevan dengan usia. Dorong sekolah bikin aktivitas membaca yang asyik, bukan menakutkan.

Ujian literasi lewat ANBK ini ibarat mau bikin orang jago berenang, tapi ujiannya langsung dilempar ke laut dalam. Ya jelas panik, tenggelam, lalu ujung-ujungnya kapok. Karena itu fokuslah di proses. Anak-anak akan suka literasi dengan sendirinya kalau memang dibiasakan. Bukan ujug-ujug diujikan.

Kalau negara masih ngotot pakai cara ini, jangan heran kalau yang terjadi bukan peningkatan literasi, tapi anak-anak tambah stres menjadi-jadi. Sekali lagi, literasi tumbuh karena cinta pada bacaan, bukan karena ketakutan pada ujian. Selama negara masih mikir bahwa semua bisa diukur lewat soal, ya literasi kita bakal kusut terus, bahkan sejak dalam pikiran.

Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Guru dan Siswa Nggak Sempat Baca Buku: Guru Diburu Berkas, Siswa Diburu Tugas, Literasi Kandas

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 28 Agustus 2025 oleh

Tags: ANBKujian ANBKujian literasi
M. Afiqul Adib

M. Afiqul Adib

Seorang tenaga pendidik lulusan UIN Malang dan UIN Jogja. Saat ini tinggal di Lamongan. Mulai suka menulis sejak pandemi, dan entah kenapa lebih mudah menghapal kondisi suatu jalan ketimbang rute perjalanan.

ArtikelTerkait

Konten tidak tersedia
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Saya Hidup Cukup Lama hingga Bisa Melihat Wonosobo yang Daerah Pegunungan Itu Kebanjiran Mojok.co

Saya Hidup Cukup Lama hingga Bisa Melihat Wonosobo yang Daerah Pegunungan Itu Kebanjiran

12 Desember 2025
3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

16 Desember 2025
Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025
Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

18 Desember 2025
Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

15 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan
  • Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega
  • Mempertaruhkan Nasib Sang Garuda di Sisa Hutan Purba
  • Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya
  • Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur
  • Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.