‘Anak Band’ Adalah Sinetron dengan Judul Paling Aneh yang Pernah Ada

'Anak Band' Adalah Sinetron dengan Judul Paling Aneh yang Pernah Ada terminal mojok.co

'Anak Band' Adalah Sinetron dengan Judul Paling Aneh yang Pernah Ada terminal mojok.co

Indonesia memang bisa dibilang sebagai negara dengan segudang sinetron. Mulai dari sinetron bergenre azab, bergenre kehidupan suami istri, hingga sinetron fiksi ilmiah yang menggelikan dan membuat dahi mengernyit. Namun, pasar memang tidak pernah berbohong. Mau seaneh apa pun sinetron yang ditayangkan, akan ada cukup banyak orang yang menontonnya. Bahkan, sinetron yang aneh bisa mendapat rating dan share yang tinggi. Sinetron Ganteng-Ganteng Serigala adalah salah satu contoh bagaimana siteron yang sangat aneh dari segi cerita bisa mendapat penonton yang sangat banyak. Tunggu sampai kamu tahu sinetron Anak Band.

Tulisan ini tentunya tidak akan membahas sinetron GGS karena selain anehnya keteraluan, sinetronnya pun sudah lama bungkus. Jadi, tidak ada untungnya juga. Sinetron yang akan dibahas adalah sinetron baru yang cukup mendapat perhatian banyak penonton televisi. Sinetron ini berjudul Anak Band yang tayang di SCTV mulai 5 Oktober lalu pukul 19.40 WIB. 

Dari judulnya saja, kita mungkin sudah mengerti apa yang diceritakan di dalam sinetron ini dan dan bagaimana dramatisasi klise yang ditambahkan. Pemerannya pun sangat familiar, yaitu duet Stefan William dan Natasha WIlona yang sudah pernah beradu akting di sinetron Anak Jalanan yang juga tidak kalah aneh itu

Ceritanya sederhana, yaitu Cahaya (diperankan oleh Natasha Wilona), seorang perempuan kelas menengah ke bawah, polos, pekerja keras, dan seorang tukang sayur keliling yang punya cita-cita menjadi penyanyi. Ia menggemari sebuah band populer The Junas, yang salah satu personelnya adalah Galang (diperankan oleh Stefan William). Galang merupakan vokalis dan gitaris band tersebut. Meskipun sudah terkenal dan digilai banyak penggemar perempuannya, dia tetap humble dan baik hati.

Pertemuan keduanya diawali dengan Cahaya yang sedang berjualan, dikejutkan dengan kedatangan Galang yang saat itu sedang menghindari kejaran penggemarnya. Dan, di sini lah ceritanya bermula. Sungguh sebuah cerita kehidupan musisi yang sangat usang.

Ada dua hal sebenarnya yang patut disorot dari sinetron ini. Pertama, yaitu pemilihan judul “Anak Band” yang terkesan apa adanya dan seperti tidak ada opsi lain. Kita perlu mengerti bahwa judul itu salah satu fungsinya adalah untuk menarik perhatian penonton. Judul juga kalau bisa mengandung rasa penasaran bagi penonton. Lha kalau judulnya saja “Anak Band” ya sudah sangat kelihatan apa yang diceritakan dan bagaimana cerita anak band yang akan dipaparkan. Sudah pasti mengenai anak band yang populer, yang kisah cintanya bak Romeo dan Juliet.

Saya jadi penasaran bagaimana proses pemilihan judul dari sinetron ini. Mungkin saja tim penyusun sudah berusaha setengah mati mencari judul yang sangat bagus, enak didengar, dan dibaca, serta mengundang rasa penasaran. Tetapi, sebab dianggap terlalu ribet dan bertele-tele, judul tersebut ditolak dan harus diganti judul lain.

Lalu ada salah satu orang nyeletuk, “Gimana ya caranya menjelaskan kehidupan anak band?” Lalu orang lainnya membalas, “Ya judulnya Anak Band saja.” Apesnya, judul tersebut melenggang tanpa ada koreksi apa-apa. Maka jadilah frasa “Anak Band” menjadi judul sinetron yang cukup aneh ini. Saya juga jadi penasaran, judul-judul apa saya yang sudah ditolak.

Hal kedua yang perlu disorot adalah bagaimana potret kehidupan musisi yang sedang tenar diangkat dalam cerita. Dari beberapa episode yang terpaksa saya tonton, kehidupan musisi yang digambarkan dalam tokoh Galang ini sudah sangat usang. Mulai dari ketenaran yang berlebih, digandrungi penggemar perempuan, hingga kisah cinta yang klise pun ikut diangkat. Stereotip-stereotip musisi seperti ini seharusnya sudah selesai di akhir 90-an dan tidak perlu diangkat lagi. Kalau mau mengangkat kehidupan musisi, coba saja dengan bagaimana susahnya cari teman untuk main band, patungan sewa studio, pinjam alat musik sana-sini, atau fenomena musisi hijrah. Itu baru relate.

Ini membuktikan bahwa selama ini, stereotip musisi yang diangkat ke permukaan adalah musisi-musisi kelas atas, punya ketenaran luar biasa, punya latar belakang orang kaya, dan bisa mencukupi kebutuhan bermusiknya. Coba lah sekali-kali angkat kehidupan musisi kelas menengah yang masih bingung antara bekerja kantoran atau bermain musik, musisi yang masih bingung antara menabung atau membeli gitar baru. Mumpung sinetronnya masih berjalan, mungkin penulis skenario sinetron Anak Band bisa menambahkan saran saya ini ke dalam ceritanya.

Tetapi, namanya juga sinetron, pasti mereka membutuhkan drama-drama yang menjual. Musisi kelas atas dengan fasilitas dan ketenarannya sudah pasti menjual. Berbeda dengan musisi kelas menengah atau kelas bawah yang jangankan menjual, dianggap eksis saja jarang sekali. Saya juga menyarankan sekali lagi, kalau sinetron Anak Band masih mempertahankan stereotip usang musisi, mending ganti judul saja.

Sumber gambar: YouTube Kabarin Yuk

BACA JUGA Komeng dan Jarwo Kwat Adalah Duet Maut Pelawak Indonesia dan tulisan Iqbal AR lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version