Alun-alun Pasuruan, “Madinah” yang Nggak Nyaman karena Banyak PKL dan Pengamen

Alun-alun Pasuruan, “Madinah” yang Nggak Nyaman karena Banyak PKL dan Pengamen Mojok.co

Alun-alun Pasuruan, “Madinah” yang Nggak Nyaman karena Banyak PKL dan Pengamen (unsplash.com)

Mengunjungi Kota Pasuruan Jawa Timur serasa bepergian ke Madinah di Arab Saudi. Bagaimana tidak, di alun-alun Pasuruan sekarang terdapat payung-payung hidrolik berukuran besar mirip dengan kota suci kedua bagi umat muslim. Landmark Kota Pasuruan itu tidak hanya menarik perhatian pengunjung sekitar, tapi juga pengunjung dari luar kota. 

Tahun lalu alun-alun yang berada di Jalan Alun-alun Selatan, Kebonsari, Panggungrejo, Pasuruan, Jawa Timur itu memang baru selesai direvitalisasi. Payung-payung hidrolik dipasang di depan Masjid Jami’ Al-Anwar. Alun-alun tampak lebih tertata dengan adanya pemasangan lampu-lampu taman. Konon revitalisasi besar-besaran ini menelan dana hingga Rp17 miliar. 

Wajah baru alun-alun Pasuruan mengundang rasa penasaran masyarakat sekitar maupun luar kota. Tidak heran kalau tempat ini selalu ramai dikunjungi. Apalagi ketika Kamis malam. Warga tidak hanya memuaskan rasa penasaran, tapi juga berziarah ke makam KH. Abdul Hamid atau yang lebih sering disebut Mbah Hamid Pasuruan. Pengunjung berlomba-lomba mendapatkan syafaat beliau sambil menikmati sejuk semilir angin di malam hari di Kota Pasuruan.

Suasana Alun-alun Pasuruan yang semakin mirip Madinah

Tidak hanya bentuk alun-alunnya saja yang mirip dengan Madinah di Arab Saudi. Suasana islami di kawasan ini begitu kental. Maklum saja, Pasuruan sudah lama dijuluki sebagai Kota Santri karena memiliki tradisi pendidikan Islam yang kuat. 

Terlepas dari itu, mereka yang datang ke alun-alun ikonik ini mayoritas berpakaian peziarah. Kelompok perempuan kebanyakan menggunakan hijab dan gamis. Sementara kelompok laki-laki menggunakan sarung dan kopiah. Sekilas, Pasuruan benar-benar seperti Kota Madinah. 

Kalau ingin mendapatkan pengalaman berkunjung yang lengkap, datanglah ketika payung-payung itu dibuka, yakni saat sore hari. Tidak perlu khawatir kantong jebol, pengunjung tidak ditarik biaya sepeserpun. Pengunjung cukup membayar parkir sebesar Rp5.000 untuk mobil dan Rp2.000 untuk motor. 

Pedagang kaki lima dan pengamen yang mengurangi keindahan 

Dilihat dari bentuk bangunan dan suasananya, alun-alun Pasuruan memang seperti Madinah. Sayangnya, pedagang kaki lima di sekitarnya kurang tertata. Sebenarnya ini permasalahan klasik kawasan atau daerah yang sedang hit. Banyak pedagang kaki lima yang berjualan sesukanya hingga mengganggu pemandangan dan kenyamanan. 

Menurut saya, tidak ada yang salah dengan para pedagang kaki lima ini. Toh, beberapa pengunjung juga membutuhkan makanan dan minuman selama kunjungannya. Di sisi lain, pedagang kaki lima ini hanya mencari nafkah dengan memanfaatkan momentum ramainya alun-alun Pasuruan. 

Itu mengapa pengelola atau pemerintah setempat perlu mencari jalan tengah soal. Misal, membuat satu kawasan sendiri untuk makanan dan minuman. Dengan begitu, para pedagang tetap bisa mencari nafkah dan kebutuhan para pengunjung tetap terpenuhi. 

Persoalan lain yang perlu mendapat perhatian adalah banyaknya pengamen yang datang ke kawasan ini. Kalau pengamen yang datang satu atau dua saja tidak masalah ya, tapi kalau terlalu banyak pengamen mengganggu juga. Selain mengganggu, bokek juga. 

Nah di atas beberapa catatan saya sebagai warga Pasuruan tentang alun-alun Pasuruan. Memang masih banyak yang perlu diperbaiki. Namun, sejauh ini, saya ingin mengapresiasi langkah pemerintah membentuk alun-alun ini menjadi ruang publik yang lebih baik. 

Penulis: Amaliyah Hasanah
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA 5 Hal Soal Pasuruan yang Bisa Dibanggakan oleh Warganya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version