Bagi orang Jogja seperti saya, Dieng Wonosobo adalah tempat wisata yang cocok dikunjungi di tengah waktu liburan yang pendek. Dataran tinggi itu bisa dijangkau dalam waktu 3-4 jam saja dari Jogja. Belum lagi, di satu kawasan kalian bisa menikmati banyak spot wisata sekaligus.
Pendapat saya dibalas dengan senyum kecut oleh kawan saya yang merupakan orang asli Wonosobo. Dia mengakui, sekalipun dia sudah berkali-kali ke sana, pemandangan di Dieng memang indah. Pesona itulah yang menjadikan Dieng bak magnet bagi warga setempat maupun wisatawan luar kota.
Akan tetapi, pesona Dieng kini mulai berkurang hingga membuat tidak teman saya dan orang-orang Wonosobo lain berpikir ulang untuk berwisata ke Dieng. Ada beberapa alasan yang membuat orang asli Wonosobo malas berwisata ke sana:
Daftar Isi
#1 Macet parah, terutama di hari libur
Jarak Kecamatan Wonosobo ke Dieng sebenarnya tidak begitu jauh, bisa ditempuh selama kurang lebih 45 menit saja. Namun, di akhir pekan atau saat libur panjang, perjalanan ke Dieng bisa mencapai lebih dari 2 jam. Kemacetan parah mengakibatkan perjalanan ke sana bisa 2 hingga 3 kali lipat lebih lama dari waktu normal.
Macet biasanya dimulai dari Kalianget, daerah yang sebenarnya tidak begitu jauh dari Kecamatan Wonosobo. Dengan kata lain, sebagian besar perjalanan ke Negeri Para Dewa itu berhadapan dengan macet. Kata teman saya, jalanan ke Dieng memang sempit dan berkelok-kelok. Jalan sempit itu dipaksa menampung ledakan pengunjung tiap hari libur. Belum lagi, pengguna jalan harus berbagai dengan truk-truk pengangkut sayur mayur.
Pokoknya, menuju Dieng perlu banyak stok kesabaran. Apalagi kalau ada agenda khusus di sana, misal Dieng Culture Festival, teman saya lebih memilih duduk manis di rumah saja dan menghindari Dieng maupun akses-akses menuju sana. Dijamin akan macet parah.
#2 Vila menjamur
Bagi orang yang sudah berkali-kali mengunjungi Dieng, teman saya merasa keindahan dataran tinggi itu memang tidak pernah berubah. Namun, beberapa tahun terakhir, keindahan itu terusik dengan banyaknya pembangunan vila. Hijaunya Dieng jadi tertutupi dengan tembok-tembok bagunan.
Vila-vila itu berdiri demi memanfaatkan peluang wisata. Hanya saja, sangat terlihat pembangunan vila-vila itu tidak terencana sehingga menimbulkan kesan tidak rapi. Andai saja pembangunan vila-vila itu lebih terencana atau terkonsep, peluang bisnis tidak hilang, begitu pula dengan keindahan Dieng.
#3 Dieng memang indah, tapi begitu-begitu saja
Keindahan Dieng Wonosobo memang tidak terbantahkan. Sayangnya. tidak banyak inovasi baru dari pengelola. Berwisata ke sana bertahun-tahun lalu dan saat ini nyaris tidak ada bedanya. Inovasi terakhir yang masih melekat di ingatan kawan saya hanyalah trayek kayu dan batu-batu menuju Kawah Sikidang. Trayek itu memudahkan perjalanan wisatawan dan membuat akses menuju kawah lebih estetik.
Itu adalah inovasi terakhir yang diingat teman saya. Lainnya hanyalah ide-ide yang malah mengganggu pemandangan. Salah satunya, inovasi yang ada di Telaga Menjer. Walau terletak di Garung, destinasi wisata ini biasanya dikunjungi oleh mereka yang hendak berwisata ke kawasan Dieng. Di sana ada spot foto dengan bentuk love dan perahu getek yang membuat pemandangan telaga terkesan kurang alami.
Di atas beberapa alasan yang membuat teman saya yang orang asli Wonosobo malas berwisata ke Dieng. Dataran tinggi yang berada di perbatasan Wonosobo dan Batang itu memang indah, tapi butuh kesabaran ekstra menuju ke sana. Belum lagi, situasi Wonosobo yang kini mulai berubah, keindagannya tidak bisa dinikmati dengan maksimal.
Itu bagi warga Wonosobo ya yang sewaktu-waktu bisa ke Dieng karena jaraknya yang dekat. Kalau untuk wisatawan luar kota, saya misalnya, Dieng tetap bisa menjadi pilihan berwisata karena pemandangan seperti itu jarang bisa saya lihat di Jogja.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Alasan Orang Magelang Ogah Berwisata ke Candi Borobudur
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.