Ada banyak hal yang berubah dalam pendidikan di Indonesia. Semua orang sudah paham itu. Tapi ada juga yang hampir tidak berubah. Ini yang jarang dibahas. Sejak ditetapkan di tahun 1982, kebijakan satu ini tidak pernah berubah, masih berlaku bagi siswa SD, SMP, hingga SMA. Kebijakan apakah itu? Seragam sekolah.
Bukankah seragam sekolah dari dulu warnanya ajeg. Yang SD pakaiannya putih merah, yang SMP pakaiannya putih biru, dan yang SMA pakaiannya putih abu-abu. Sudah pasti seperti itu terus. Apa sampeyan pernah lihat ada siswa yang pakai celana polkadot pas masuk sekolah? Atau siswa pakai baju kuning ke sekolah?
Tentu tidak pernah.
Khusus pertanyaan yang terakhir, kalaupun sampeyan pernah lihat ada siswa yang pakai baju kuning, saya kok yakin sebenarnya yang dipakai itu baju putih. Cuma saking antiknya, putihnya sudah mengalami degradasi warna alias mangkak.
Oke kembali lagi ke masalah pendidikan di Indonesia. Kontras ya, di satu sisi berkat adanya kemajuan globalisasi banyak kebijakan pendidikan yang berganti, di sisi lain mengapa warna seragam sekolah tidak kunjung mengalami inovasi? Buat saya sih, ini pertanyaan besar.
Tapi saya sudah tahu jawabannya, dan kali ini saya akan menyampaikan jawaban atas rahasia besar ini kepada kalian. Yang namanya rahasia, tentu saya berharap kalian tidak menyebarluaskannya ke khalayak ramai. Cukuplah rahasia peninggi badan, pembesar payudara, dan pertanyaan alam kubur yang tersebar. Khusus untuk yang satu ini, tolong simpan rapat-rapat. Saya tidak ingin besok tahu-tahu sudah berseliweran di kolom komentar selebgram dan selebtwit, “Ingin tahu rahasia seragam sekolah? Silakan cek ig kami ya kakak.”
Baiklah. Jadi begini, warna seragam sekolah itu sebenarnya punya suatu filosofi, yakni melambangkan rasa cinta anak-anak pada sekolah. Yang berarti, perlahan tapi pasti, kecintaan mereka berubah sesuai dengan warna celana di tiap tingkat pendidikan.
Sewaktu SD pas celananya masih warna merah, rasa cinta mereka begitu menggebu gebu. Ibarat cinta, cintanya masih merah hati. Kalian tahu kan bagaimana tingkah laku orang yang lagi cinta-cintanya? Dibilangin apa aja, kalau yang bilang yayangnya, pasti nurut.
Anak SD pun begitu. Tiap dinasihati bapak/ibu guru, pasti manut. Bila terjadi silang pendapat antara pendapat orang tua dengan guru, si anak pasti ada di barisan paling depan membela pendapat gurunya. Selain itu, mereka suka sekali dengan yang namanya sekolah. Rajin masuk, pakaian rapi, nilai akademisnya pun bagus-bagus. Hidup terasa indah tanpa ada aral yang melintang. Tantangan hidup paling sulit mungkin cuma Matematika.
Masuk SMP, rasa cinta mereka berubah. Memang masih suka dengan sekolah, cuma warnanya tak lagi merah hati. Warnanya sudah luntur jadi biru. Bukannya sudah tidak cinta, mereka masih antusias cuma kadarnya sekarang berubah jadi birunya cinta. Masih enak dipakai joget sih, tapi kan jogetnya tipis-tipis. Hal inilah yang dialami anak-anak usia SMP. Selain itu, anak mulai berontak tiap diberi tahu guru, sudah mulai latihan bolos, dan nilai akademisnya mulai menurun. Masalah kehidupan pun bertambah. Jika pas SD aral melintang cuma matematika, di SMP ketambahan Biologi, fFisika, juga Tata Boga.
Kalau sudah masuk SMA beda lagi. Warna celananya kan jadi abu-abu, warna yang nggak jelas. Mau dibilang putih kok enggak, dibilang item juga enggak. Yang artinya mau dibilang cinta sama sekolah kok tugase soyo nggapleki, mau dibilang benci kok kenangannya banyak yang berkesan di hati.
Banyak yang bilang masa SMA adalah masa mencari jati diri. Mau jadi putih dan masuk ke jalan yang lurus seperti Ningsih Tinampi, atau mau jadi hitam dan jadi dukun santet semua tergantung di masa SMA. Tapi siswa SMA pun sadar, kadang kehidupan tidak sesederhana itu. Dengan celana yang mereka kenakan, mereka pun mulai mengenal kehidupan yang sejatinya tidak hitam maupun putih. Kadang yang hari ini kita anggap hitam, bisa saja besok berubah putih—dengan bantuan air wudu dan skincare tentu saja.
BACA JUGA Menghitung Kekayaan Patrick Star, Warga Bikini Bottom yang Selalu Feeling Good
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu yuk. Klik link-nya di sini.